Hitung pengeluaran dengan cermat (ilustrasi) | Pixabay

Keluarga

Supaya Gaji tidak Numpang Lewat

Milenial cenderung mengutamakan pengalaman daripada menabung atau investasi.

Mustika Intan, seorang karyawan swasta di Jakarta, mengaku kesulitan mengelola penghasilannya. Meski hampir dua tahun bekerja, ia masih belum memiliki tabungan atau investasi.

Gaya hidup menjadi salah satu hal yang membuat Mustika sulit mengelola keuangan dengan baik. Sebagai seorang lulusan baru alias fresh graduate, ia mengaku mendapat gaji sekitar Rp 4,5 juta per bulan. Dengan gaji tersebut, Mustika mengaku tidak bisa memenuhi semua kebutuhan bulanan dan tempat tinggal selama di Jakarta.

Ia merinci beberapa kebutuhan pokok bulanan. Untuk tempat tinggal, saat ini ia menyewa apartemen tipe 2 bedroom di bilangan Jakarta Selatan bersama seorang kawannya. Uang sewa satu bulan termasuk listrik dan biaya maintenance sekitar Rp 4 juta, jadi ia harus menganggarkan Rp 2 juta per bulan untuk patungan sewa apartemen.

“Sebelumnya sempat tinggal di tempat indekos  sebenarnya, cuma masalahnya aku kan ada kucing peliharaan, jadi agak susah cari indekos yang ramah sama hewan. Jadi akhirnya mutusin untuk tinggal di apartemen, kebetulan ada teman yang ngajak join,” kata Mustika kepada /Republika/.

Kebutuhan pokok selanjutnya yaitu belanja bulanan seperti membeli sabun, stok makanan atau camilan, makanan kucing, pulsa dan lainnya. Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut ia biasanya menganggarkan sekitar Rp 1 juta. Sisanya Rp 1,5 juta digunakan untuk mobilitas sehari-hari selama satu bulan.

Mustika mengatakan bahwa gaji yang ia dapat tidak sebanding dengan kebutuhan bulanannya. Karena itulah, ia pun belum bisa menyisihkan sebagian penghasilan untuk diberikan kepada orang tua.  “Orang tua sih hanya nitip agar aku jaga kesehatan dan baik-baik selama merantau. Kirim uang ke orang tua enggak pernah sih, karena mereka juga enggak pernah mau dikasih. Paling kalau aku dapat rezeki lebih aku belikan hadiah berbentuk barang buat mereka,” kata Mustika.

Untuk menambah penghasilan bulanan, ia sempat bergabung dengan temannya yang berjualan makanan secara daring. Namun karena usahanya masih berkembang, tak banyak keuntungan yang bisa didapat. Pada akhirnya ia masih mengandalkan kiriman dari keluarganya. “Abang masih suka kirim sekitar Rp 1 jutaan setiap bulan, untuk nambah-nambah uang jajan atau buat keperluan lain di Jakarta,” kata dia.

Mustika mengakui bahwa pengelolaan keuangannya perlu diperbaiki, karena ia masih belum bisa menyisihkan uang untuk investasi maupun menabung. Untuk itulah, selama beberapa bulan terakhir ia telah mengikuti beberapa akun Instagram perencana keuangan untuk menyerap ilmu dan tip mengelola keuangan yang bijak.

Namun demikian menurut dia, masih cukup sulit untuk merealisasikan tips tersebut. Karena lagi-lagi, bagi Mustika, penghasilannya saat ini masih terlalu sedikit untuk bisa mencukupi kebutuhan hidup yang layak di kota metropolitan Jakarta.

Adakah yang punya cerita serupa?

photo
Hitung pengeluaran dengan cermat (ilustrasi) - (Unsplash)

 

Sesuaikan Gaya Hidup dengan Penghasilan

Perencana keuangan sekaligus pendiri Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno menyatakan, agar gaji bulanan bisa dikelola dengan bijak, memang perlu diawali dengan niat dan komitmen yang kuat dari setiap individu. Sebelum mulai merealisasikan, setiap individu harus benar-benar teredukasi dan mengerti betul mengapa pengelolaan keuangan itu perlu, apa pentingnya investasi, bagaimana membedakan keinginan dan kebutuhan, serta faktor lainnya. "Kalau dia belum teredukasi dan sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan ya cukup sulit untuk berubah," kata Mike.

Generasi milenial memang cenderung lebih mengutamakan pengalaman daripada menabung atau investasi. Mereka lahir di masa dengan kemudahan akses dalam segala aspek, mulai dari pelayanan reservasi destinasi wisata berbelanja, membeli makanan, pakaian, dan lainnya.

Karena itu, tidak aneh jika banyak dari pekerja milenial yang memiliki masalah dengan tata kelola gaji. Bahkan gaji mereka cenderung hanya ‘numpang lewat’ saja setiap bulannya.

“Membeli pakaian, keperluan baju, make up, ngopi di kafe, atau jalan-jalan boleh saja. Asal jangan sampai semua gaji habis begitu saja tanpa bisa kita sisihkan untuk ditabung. Kan kita juga harus mulai memikirkan masa depan,” kata Mike Rini kepada Republika.

 
Agar keuangan menjadi lebih sehat, mau tidak mau gaya hidup kita disesuaikan dengan penghasilan kita.
Mike Rini
 

Sebagai solusi, Mike menyarankan para pekerja milenial untuk menerapkan skema pengelolaan anggaran misalnya 40/30/20/10. Ini artinya 40 persen untuk alokasi kebutuhan prioritas, 30 persen alokasi dana wajib atau cicilan, 20 persen alokasi investasi dan 10 persen alokasi sosial seperti zakat, pajak dan donasi.

“Kalau Anda gajinya masih UMR coba diatur pengeluarannya dengan skema di atas, lalu coba realisasikan. Ya agar keuangan menjadi lebih sehat, mau tidak mau gaya hidup kita disesuaikan dengan penghasilan kita,” jelas

Mike juga mengingatkan agar para pekerja milenial tidak mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai dengan penghasilannya. Sebab hal itu bisa membukakan peluang pada gerbang utang atau pinjaman yang merugikan diri sendiri.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat