Menurut pendiri Pesantren Kampung Maghfirah, Ustaz Dr Ahmad Hatta, doa harus didasari sikap optimistis dan penuh keyakinan kepada Allah SWT. | DOK IST

Hiwar

Ustaz Ahmad Hatta: Jangan Lelah Berdoa

Berdoa meminta kepada Allah tidak pernah ada ruginya. Yang terpenting, jangan sampai berburuk sangka kepada Allah.

Ujian bertubi-tubi melanda Indonesia pada permulaan tahun ini. Tidak hanya bencana alam yang terjadi di berbagai daerah, pandemi Covid-19 pun belum sepenuhnya terkendali. Menurut Ustaz Dr Ahmad Hatta, adanya ujian merupakan salah satu hakikat kehidupan dunia.

Allah Ta'ala telah menetapkan ujian dalam beragam bentuk kepada manusia. “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS al-Baqarah: 155).

Ayat tersebut dengan terang menjelaskan, dalam kehidupan dunia ini Allah pasti mendatangkan rupa-rupa peristiwa untuk menguji hamba-hamba-Nya.

Ustaz Ahmad mengatakan, sikap terbaik seorang Mukmin tatkala menghadapi musibah ialah bersabar. Dengan menyadari bahwa setiap ujian datang dari Allah SWT, maka seseorang akan berupaya kembali kepada-Nya. “Dan berdoa menjadi cara atau jalan untuk menunjukkan bahwa kita berserah diri kepada Allah,” ujar alumnus Universitas Madinah ini.

Bagaimana memahami hakikat doa dan mengamalkannya secara benar? Apakah benar ada doa-doa yang tidak dikabulkan oleh-Nya? Berikut perbincangan jurnalis Republika, Ratna Ajeng Tejomukti, dengan mubaligh yang juga pendiri Pondok Pesantren Kampung Maghfirah Bogor ini beberapa waktu lalu.

Apakah hakikat doa?

Doa adalah senjata orang beriman. Nabi SAW bersabda, “Doa adalah senjata seorang Mukmin dan tiang agama serta cahaya langit dan bumi” (HR Abu Ya'la). Tidak hanya itu, doa lebih intinya lagi adalah substansi atau ruh ibadah.

Ketika seorang mengerti hakikat ibadah, maka akan lahir kesukaan, ketergantungan, dan keinginan untuk berdoa. Karena doa adalah bagian dari ibadah, kita pun akan ketergantungan dan merasakan kenikmatan saat beribadah.

 
Doa itu Substansi Ibadah
(Ustaz Hatta)
 

Ada rasa optimistis dan kebutuhan besar akan Allah. Bagi mereka yang belum merasakan kebutuhan dalam berharap kepada Allah, maka beribadahnya pasti minim. Sebab, dia belum masuk dalam substansi ibadah itu, yakni doa.

Apakah berdoa dilakukan saat kondisi sulit saja?

Dalam surah al-Fatihah disebutkan, (yang artinya) “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” Dalam ayat tersebut, ada dua tindakan. Di satu sisi kita meminta, dan di sisi lain kita diajarkan untuk bertawakal.

 
Doa Sebagai Kebutuhan Kita
(Ustaz Hatta)
 

Jadi, berdoa itu bukan karena situasi, melainkan memang adanya ketergantungan kepada Allah SWT. Seorang hamba—tidak peduli dalam keadaan senang atau sulit—akan selalu memanjatkan doa. Apalagi, bisa jadi suatu masalah terpecahkan saat kita dalam kesempitan lantaran doa-doa yang pernah kita panjatkan pada waktu lapang.

Doa membuat kita semakin dekat dengan Allah?

Ada satu cerita tentang Umar bin Khattab. Ia merenung, sebenarnya yang selama ini membuatnya senang adalah berdoa, apalagi ketika terkabul doanya. Karena, pertama, berdoa adalah harapan atau keinginan yang kita mintakan kepada Allah. Terkabulnya doa adalah tanda bahwa Allah meridhai apa yang telah kita minta.

Dengan kata lain, doa yang terkabul berarti memang apa yang menjadi keinginan kita sudah dipilihkan sebagai sesuatu yang terbaik yang sudah dipilihkan Allah SWT. Ketika doa kita belum dikabulkan, tentu itu juga adalah pilihan Allah. Pilihan yang terbaik untuk kita meskipun bukan pilihan kita. Tentu, sebagai Muslim harus meyakini, pilihan Allah adalah yang terbaik.

Bilakah ada doa yang tidak dikabulkan?

Allah mampu mengabulkan semua permintaan hamba-hamba-Nya. Allah bisa saja mengabulkan seluruh permintaan, tetapi yang saat ini ditakdirkan-Nya terjadi bukan itu. Allah mengabulkan permintaan hamba dengan cara-Nya.

Maka, jangan berpikir yang tidak-tidak ketika kita berdoa lantas tidak langsung terkabul. Apalagi, berpikir bahwa Allah zalim kepada hamba-Nya. Patut kita ketahui, ada empat jalan terkabulnya doa.

Apa saja keempat jalan itu?

Pertama, ketika seorang hamba Allah meminta A, langsung A itu dikabulkan oleh Allah pada waktu yang diiinginkan si hamba itu pula. Kedua, orang meminta A, dan A itu pun dikabulkan, tetapi bukan pada waktu yang diinginkan. Dengan kata lain, kabulnya doa itu ditunda.

Ketiga, orang berdoa meminta A, dan kemudian Allah memberinya B, C, D, atau apa pun. Keempat, seseorang meminta A di dunia. Allah menjadikan doa itu sebagai tabungan si hamba yang dapat diperoleh manfaat baginya kelak di akhirat.

Karena itu, kita harus selalu yakin bahwa apa yang dibutuhkan oleh seorang hamba pasti akan diberikan Allah. Bahkan, terkadang ada hal-hal yang tidak diminta, tetapi Allah terus memberikannya. Siapa tahu pula, kita tidak mendapatkan yang kita minta di dunia. Namun, Allah telah menyimpan banyak kebaikan untuk kita di akhirat.

Maka berdoa saja. Jangan sampai berhenti berdoa. Meminta kepada Allah tidak pernah ada ruginya. Yang terpenting, jangan sampai berburuk sangka kepada Allah.

Adakah faktor yang menyebabkan doa terhalang kabulnya?

Allah pasti mengabulkan doa hamba-Nya. Tinggal berkaca pada diri kita. Apakah kita sudah pantas untuk memanjatkan doa tersebut? Pertama, orang yang memanjatkan doa harus benar-benar berharap. Ia mesti memiliki keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya.

Kedua, ketika berdoa jangan sampai orang menempuh cara-cara yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Misalnya, dia memakan makanan haram atau minuman haram. Ketiga, orang itu berbuat dosa. Sebab, melakukan dosa adalah sebab terhalang kabulnya doa. Bisa saja kenikmatan itu terkabul atau diberikan-Nya, tetapi tidak diridhai Allah. Ini yang sering disebut sebagai istidraj.

Maka kita harus waspada. Bisa jadi sesuatu kita sukai, padahal dalam pandangan Allah itu buruk. Bisa jadi, sesuatu tidak kita sukai, tetapi Allah ridha kepada kita. Inilah pentingnya memantaskan diri dalam memanjatkan doa.

Bagaimana cara mengetahui doa dikabulkan Allah?

Keyakinan dikabulkannya doa adalah ciri dikabulkannya doa. Orang yang tidak pernah percaya pada Allah, maka bisa jadi doa tersebut tidak sesuai keinginan. Pentingnya iman kepada Allah ini adalah bukti terkabulnya doa.

Misalnya, kita meminta kepada Allah agar memudahkan urusan kita. Lalu, kita yakin kepada Allah. Kita mendapatkan kekuatan untuk bisa menghadapi urusan tersebut. Kekuataan atau semangat ini adalah salah satu bukti doa yang terkabul.

Jangan sampai kita kufur nikmat. Ketika berdoa, inginnya apa yang diminta langsung diberikan secara instan. Bisa jadi, Allah memberikan jalan atau cara-cara tertentu sebagai awal terkabulnya doa. Jangan sampai kita menutup pintu doa. Hati-hati. Jangan tebersit pemikiran bahwa kita tidak lagi yakin pada pertolongan Allah.

Intinya, seorang Mukmin mesti banyak berdoa. Semakin banyak berdoa, Allah pun semakin dekat dengannya. Ketika Allah sudah dekat, segala permintaan pun akan dikabulkan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Pemurah. Allah malu apabila ada hamba-Nya yang menengadahkan tangan (memohon kepada-Nya), lalu dibiarkan kosong dan kecewa” (HR al-Hakim)

Apa kaitan antara berdoa dan tawakal?

Tawakal adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses. Tawakal itu seharusnya terhadap hasil, bukan proses. Bertawakal kepada Allah saat mendapatkan musibah Covid-19, misanya. Saat kita sudah berusaha, seperti menerapkan protokol kesehatan dan lain lain, lantas kita berdoa. Memohon agar kita dilindungi dari wabah. Apa pun hasilnya kemudian, itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT.

Jangan sampai dalam bertawakal, kita masih memiliki ketakutan berlebihan sehingga melupakan kewajiban-kewajiban yang lain. Misal, karena Covid-19, kita lalu benar-benar di dalam rumah saja, meninggalkan kebiasaan kita beribadah. Padahal, kita bisa melakukan taklim secara virtual, misalnya, atau berjamaah di masjid dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan jika lingkungannya kondusif.

Dalam kondisi pandemi kini, seperti apa anjuran berdoa untuk menolak bala?

Salah satu bentuk terkabulnya doa adalah tertolaknya bala. Ini adalah doa yang diganti. Maka, minta saja apa pun yang baik-baik kepada Allah. Insya Allah, kita terhindar dari marabahaya.

Tidak ada yang bisa mengubah takdir seorang manusia kecuali dengan doa. Ketika meminta kebaikan, itu akan menghalangi keburukan yang akan turun.

Tidak heran jika orang-orang saleh, ulama dan para sahabat, selalu berdoa untuk kebaikan. Bila memang kemudian ada musibah yang dirasakannya, itu bukanlah bala, tetapi sarana untuk memperkuat hubungannya dengan Allah.

Dalam menghadapi musibah, hendaknya secara positif. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh luar biasa perkara seorang Mukmin. Jika mendapatkan kebaikan, maka ia bersyukur, inilah yang lebih baik baginya. Jika mendapatkan keburukan, maka ia bersabar, inilah yang lebih baik baginya.”

Bagaimana adab berdoa yang dicontohkan Rasulullah SAW?

Ada tiga adab yang harus dilakukan. Pertama, ketika meminta, seriuslah. Dalam arti, meminta yang benar-benar kita inginkan atau butuhkan. Kedua, hati yang penuh keyakinan. Kita yakin Allah memberi sesuai dengan yang kita minta.

Ketiga, menjauhi dosa. Sebab Allah akan murka kepada kita yang berbuat maksiat ataupun dosa. Dosa itulah penghalang terkabulnya keinginan kita dalam doa. Inilah pentingnya untuk selalu beristighfar dan bertobat.

Saat berdoa pun, dianjurkan agar kita melembutkan suara. Tidak berlebihan menyusun kalimat-kalimat doa. Hati dan perasaan kita agar selalu khusyuk dan penuh harap.

Tuntunan berdoa yang diajarkan Nabi SAW (adalah), mulailah dengan memuji Allah SWT dan bershalawat kepada Rasulullah SAW. Arahkan diri kita menghadap kiblat dan angkatlah kedua tangan kita. Di samping itu, carilah waktu-waktu mustajab doa. Misalnya, bulan suci Ramadhan, waktu sahur, Hari Arafah, atau sepertiga malam terakhir.

photo
Ustaz Ahmad Hatta mengajak Muslimin untuk menguatkan doa dan munajat kepada Allah SWT, terlebih dalam masa pandemi kini. - (DOK IST)

Menumbuhkan Harapan di Kampung Maghfirah

Bagi Ustaz Ahmad Hatta, dakwah adalah pekerjaan yang paling mulia. Sebab, tujuan berdakwah adalah meraih ridha Allah SWT. Lelaki asal Palembang, Sumatra Selatan, ini sejak kecil menempuh pendidikan formal keagamaan.

Dimulai dari SD Muhammadiyah Plaju Palembang, rihlah keilmuannya berlanjut hingga ke Pulau Jawa. Tepatnya, Pondok Pesantren Modern Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.

Lulus dari pesantren kenamaan itu, dirinya berkesempatan meneruskan studi pendidikan tinggi ke luar negeri. Universitas Madinah di Arab Saudi menjadi tempat pertamanya menekuni bidang ilmu hadis hingga sukses menyabet gelar sarjana. Setelah itu, mubaligh kelahiran tahun 1969 ini mendapatkan gelar master dari Punjab University di Pakistan pada 1995. Gelar doktor berhasil disandangnya dari American University di negara yang sama pada 1997.

Kembali ke Indonesia, Ustaz Ahmad memutuskan untuk terjun ke dunia dakwah. Ia lantas bergabung dengan Ikatan Dai Indonesia (Ikadi). Bahkan, dirinya sempat menjadi pengurus inti di organisasi tersebut. Hingga awal abad ke-21, pakar bahasa Arab ini telah berdakwah di berbagai daerah di Tanah Air.

Pada 2001, bersama rekannya ia mendirikan perusahaan biro perjalanan haji dan umrah, Maghfirah Travel. Tiga tahun kemudian, bisnisnya melebarkan sayap hingga ke dunia literasi. Pada 2004, PT Maghfirah Pustaka resmi berdiri.

photo
Pondok Pesantren Kampung Maghfirah berlokasi di Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Suasana yang asri mendukung kegiatan belajar mengajar di lembaga rintisan Ustaz Ahmad Hatta itu. - (DOK IST)

Tampaknya, passion sebagai pengajar lebih kuat daripada pebisnis di lapangan. Sejak 2016, ia mendirikan Yayasan Maghfirah Bina Umat dan kemudian duduk sebagai ketua dewan pembina.

Di bawah bendera yayasan itu, berbagai institusi pendidikan didirikan. Di antaranya adalah Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Islam (STIPI) Maghfirah serta Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Maghfirah Islamic Leadership Boarding School (MiLBoS). Sekolah-sekolah itu menyediakan fasilitas asrama sehingga tak ubahnya pondok pesantren.

“Pondok pesantren yang kami dirikan bernama Kampung Maghfirah. Nama itu sesuai dengan harapan kami untuk membangun kehidupan Islami yang lengkap,” ujar Ustaz Ahmad kepada Republika baru-baru ini.

Saat ini, jumlah mahasiswa STIPI Maghfirah mencapai 300 orang. Mereka berasal dari pelbagai daerah Indonesia. Para calon peserta didik mesti melalui seleksi yang cukup ketat sebelum diterima.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by DR. Ahmad Hatta, MA (ahmadhattaofficial)

Sebagai contoh, pada 2020 lalu ada sekitar 1.500 pendaftar. Dari jumlah tersebut, “hanya” 230 orang yang dinyatakan lolos dan diterima. Setengahnya merupakan mahasiswi.

“Kami ingin seluruh lulusan sekolah ini dapat memiliki jiwa kepemimpinan. Tak hanya pemimpin dalam artian politis, tetapi juga di segala bidang, baik itu keagamaan sebagai pendakwah, saintis, maupun bidang-bidang lain,” jelasnya.

Kampung Maghfirah berlokasi di Desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Suasana kompleks tersebut sangat sejuk sehingga kondusif untuk proses belajar-mengajar. "Karena kami ingin mewujudkan sebuah kampung yang lengkap. Maka nantinya ketika guru-guru di sana menikah dan kemudian memiliki anak, mereka dapat sekolah sini. Rencana kami selanjutnya, membangun PAUD dan TK,” kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat