Sepasang suami istri mengenakan masker. Banyak kaum wanita yang sudah berkeluarga bekerja di luar rumah. | EPA-EFE / ABED AL HASHLAMOUN

Khazanah

Empat Etika Istri yang Bekerja di Luar Rumah

Meski bekerja di luar rumah, seorang istri harus ingat peran dan tanggung jawabnya di rumah.

OLEH MUHYIDDIN

Pada masa kini, sudah menjadi kelaziman seorang istri ikut mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah. Bagaimana Islam memandang hal ini? 

Rupanya, para ulama fikih berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya. Bagi istri yang mencari nafkah untuk keluarganya, terutama jika mengharuskan mereka keluar rumah, sebagian ulama membolehkan dengan memberikan syarat-syarat atau ketentuan yang harus mereka laksanakan.

Terkait hal itu, ada beberapa etika bagi seorang istri yang akan bekerja ke luar rumah. Dalam buku Istri Bekerja Mencari Nafkah? terbitan Rumah Fiqih Indonesia, Ustazah Isnawati Lc MA menjelaskan beberapa etika tersebut. 

Pertama, harus mendapat izin dari suami. Jika suaminya tidak mengizinkan, istri tidak boleh membantahnya dan melakukannya. 

Mematuhi suami, menurut Ustazah Isnawati, merupakan ketaatan utama bagi istri setelah ketaatan terhadap Allah dan Rasul. 

Kedua, tidak mengabaikan urusan di rumah. Seorang istri yang bekerja mencari nafkah, baik dilakukan di rumah, apalagi yang keluar rumah, harus memastikan bahwa dia telah melaksanakan kewajibannya sebagai istri, apalagi jika telah menjadi ibu. 

Meski bekerja di luar rumah, seorang istri harus ingat peran dan tanggung jawabnya di rumah. ‘’Jadi, harus memastikan suami dan anak-anaknya tetap terurus, urusan di rumah tetap dijalankan,’’ ujar Ustazah Isnawati. 

Ketiga, harus bisa menjaga diri dan kehormatan dirinya, keluarganya, dan agamanya. Jika dia keluar rumah, harus berpakaian yang menutup aurat, sopan, dan tidak berlebihan.

Selain itu, seorang istri yang akan keluar rumah juga tidak boleh berhias yang berlebihan, memakai wewangian yang dapat mengundang syahwat laki-laki yang bukan mahramnya, serta tetap menjaga pergaulannya dari pergaulan yang buruk.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, ‘Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka’.” (HR. Ahmad)

Keempat, tidak ada yang terzalimi. Seorang istri yang bekerja keluar rumah, Ustazah Isnawati menambahkan, harus memastikan tidak menzalimi seorang pun dengan dia bekerja. Misalnya, menzalimi orang tuanya, dengan menitipkan anak-anaknya pada orang tuanya, apalagi orang tuanya telah sepuh.

Dengan dia bekerja, harus dipastikan juga tidak akan menzalimi anaknya. Misalkan, sang anak masih bayi, hanya bisa menyusu dari ibunya, maka jika dia bekerja, sang ibu harus memastikan ASI anaknya terpenuhi.

Kemudian, sang istri harus memastikan bahwa suaminya tidak terzalimi dengan dia bekerja, rumah tangganya tetap terurus dan berjalan harmonis. Jika dengan bekerjanya sang istri ada pihak yang terzalimi, hal ini tidak dibenarkan. 

‘’Syariah Islam tidak membenarkan adanya kezaliman, menzalimi, atau terzalimi.’’

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat