Foto udara daerah padat penduduk di kawasan Pasar Baru, Jakarta, Kamis (21/1). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, berdasarkan hasil sensus penduduk hingga bulan Septamber 2020, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 270,20 juta jiwa. | h2_Keterisian TPU Srengseng Sawah Mencapai 95

Opini

Ceruk Bonus Demografi

Indonesia memasuki periode ceruk terdalam bonus demografi.

SIDIK EDI SUTOPO, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat

Indonesia memasuki periode ceruk terdalam bonus demografi. Ternyata, periode masa bonus demografi yang diprediksi berakhir setelah 2035, mencapai puncaknya pada tahun ini. Meskipun begitu, tak menutup kemungkinan ceruk semakin dalam pada tahun berikutnya.

Ini terungkap dari rilis hasil Sensus Penduduk 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) pada 21 Januari 2021. BPS merilis, penduduk Indonesia 270,2 juta jiwa pada September 2020. Sebanyak 70,72 persen di antaranya penduduk usia kerja (15-64 tahun).

Kondisi ini menunjukkan tingginya potensi jumlah penduduk usia produktif pada masa puncak bonus demografi. Rasio ketergantungan penduduk 41,4. Artinya, terdapat 41,4 usia muda dan lansia yang menjadi tanggungan setiap 100 orang penduduk usia kerja.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan rasio ketergantungan pada proyeksi penduduk hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, yang mencapai 45,4. Jumlah penduduk usia kerja sangat mendominasi populasi penduduk.

 
Semakin rendah rasio ketergantungan, penduduk usia produktif akan menanggung penduduk usia muda dan lansia relatif lebih sedikit.
 
 

Teori menunjukkan, pada masa ini rasio ketergantungan berada di titik terendah. Indonesia telah berada dalam periode “Jendela Peluang”.  Dengan kata lain, Indonesia berada pada ceruk terdalam dari tren rasio ketergantungan.

Rasio ketergantungan adalah rasio yang membandingkan penduduk usia muda (0-14 tahun) dan lansia (65 tahun ke atas) terhadap penduduk usia kerja (15-64 tahun). Angka ini indikator yang menggambarkan kondisi bonus demografi.

Semakin rendah rasio ketergantungan, penduduk usia produktif akan menanggung penduduk usia muda dan lansia relatif lebih sedikit.

Indonesia bisa meraup untung dalam proses pembangunan di tengah turunnya produktivitas negara maju, yang sudah masuk "ageing society" atau perubahan populasi akibat banyaknya usia lanjut. Ketersediaan penduduk usia produktif di Indonesia melimpah.

Kelompok inilah yang bisa dimanfaatkan sebagai penggerak roda perekonomian. Mampukah kita memanfaatkan momentum ini?

Pergeseran struktur umur

Berlimpahnya penduduk usia produktif menjadi daya tawar kuat. Laju pertumbuhan penduduk pun relatif rendah, bahkan cenderung melambat.

 
Program keluarga berencana yang dicanangkan sejak 1980-an, keberhasilannya nyata tergambar dari angka LPP per tahun kurun 2010-2020.
 
 

Laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia periode 2010- 2020 sebesar 1,25 persen per tahun. Kurun waktu 10 tahun telah menurunkan LPP sebesar 0,24 persen poin dari 1,49 persen pada periode 2000-2010.

Perlambatan ini disinyalir sebagai keberhasilan pemerintah menekan angka kelahiran. Program keluarga berencana yang dicanangkan sejak 1980-an, keberhasilannya nyata tergambar dari angka LPP per tahun kurun 2010-2020.

Kita ketahui, pertumbuhan penduduk suatu bangsa dipengaruhi faktor kelahiran, kematian, dan migrasi. Jumlah penduduk bertambah karena kelahiran dan migrasi masuk, serta akan berkurang karena  kematian dan migrasi keluar.

Berkurangnya angka kelahiran berdampak pada penurunan persentase penduduk usia muda. Pada 2020, persentase kelompok ini turun 5,54 persen poin menjadi 23,33 persen, dibandingkan 2010 (28,87 persen).

Dampaknya, persentase penduduk usia kerja meningkat (naik 4,63 persen poin). Di sisi lain, penambahan persentase penduduk usia lanjut relatif kecil, hanya 0,91 persen poin.

Ini menunjukkan perubahan struktur umur penduduk antara penduduk usia muda dan usia kerja, yang memperdalam ceruk tren rasio ketergantungan pada periode bonus demografi Indonesia.

 
Di luar masa pandemi, daya beli masyarakat terus meningkat. Kondisi ini perlu segera dikembalikan.
 
 

Masa ini berlangsung singkat. Hanya terjadi satu kali dalam sejarah suatu bangsa. Maka itu, hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya. Momentum ini hendaknya  diikuti peningkatan kualitas hidup manusia.

Pada 2020, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) mencapai 71,94. Hanya meningkat 0,02 poin dibanding pada 2019.

Covid-19 berkontribusi atas melambatnya kualitas pembangunan penduduk Indonesia. Ekonomi masyarakat paling mengalami tekanan. Upaya meningkatkan IPM lewat perbaikan mutu kesehatan, pendidikan, dan peningkatan pendapatan harus menjadi prioritas.

Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia produktif besar. Di luar masa pandemi, daya beli masyarakat terus meningkat. Kondisi ini perlu segera dikembalikan. Jangan sampai daya beli masyarakat terus merosot.

Berkaca pada hasil Sensus Penduduk 2020, kita perlu menilik ulang berbagai kebijakan yang telah direncanakan. Bagaimana percepatan pemulihan ekonomi nasional dilakukan? Data BPS menunjukkan, penduduk Indonesia didominasi generasi X, milenial, dan generasi Z.

 
Penguatan SDM adalah faktor utama membangun bangsa, yang sesungguhnya selain infrastruktur. 
 
 

Sudahkah program mempercepat pemulihan ekonomi melirik kaum ini?

Dengan mendominasinya kelompok ini, perekonomian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi adalah keniscayaan. Pemerintah perlu memperkuat penyediaan lapangan kerja yang “ramah” generasi ini. Intinya, pembangunan generasi muda diperkuat.

Pergeseran struktur umur penduduk semestinya, menjadi perhatian karena menggeser kebutuhan prioritas. Perencanaan pembangunan yang berfokus pada penguatan SDM perlu diperkuat dengan data kependudukan yang up to date.

Penguatan SDM adalah faktor utama membangun bangsa, yang sesungguhnya selain infrastruktur. Dengan segala keterbatasan aktivitas pada masa pandemi, kita wajib optimistis. Kita punya peluang. Indonesia mampu mereguk bonus demografi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat