Berbeda dengan Masjid Fatih Amsterdam, Westermoskee Aya Sofya memang diniatkan sebagai masjid sejak awal pembangunannya, bukan sebuah bekas tempat ibadah agama lain. | DOK BEAUTIFUL MOSQUE

Arsitektur

Westermoskee Aya Sofya: Nuansa Utsmaniyah di Belanda

Westermoskee Aya Sofya dibangun dengan dukungan pemerintah kota Amsterdam dan negara Turki.

OLEH HASANUL RIZQA 

Islam merupakan agama terbesar kedua di seluruh Belanda. Menurut rilis CBS Dataportaal pada Agustus 2019, total populasi setempat mencapai sekitar 17 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak lima persen di antaranya atau sekira 850 ribu orang merupakan Muslimin.

Nyaris separuhnya adalah keturunan Turki. Sisanya berturut-turut merupakan imigran asal Maroko (30 persen), Asia (26 persen), dan orang-orang Eropa asli (lima persen).

Umumnya komunitas Islam dapat dijumpai di kota-kota besar, seperti Amsterdam, Rotterdam, Den Haag, dan Utrecht. Di Piri Reisplein, Amsterdam, terdapat sebuah masjid yang menjadi kebanggaan Muslimin setempat, yakni Masjid Barat atau Westermoskee Aya Sofya. Seperti tampak dari namanya, rumah ibadah tersebut memadukan antara unsur kebudayaan Barat (western) dan Turki Utsmaniyah, yang memiliki bangunan ikonik Masjid Hagia Sophia atau Aya Sofya di Istanbul, Republik Turki.

Masjid di tepi kanal itu merupakan hasil karya dua orang arsitek, Marc dan Nada Breitman. Mereka terkenal sebagai perancang bangunan berkarakteristik tradisional dan neoklasikal. Pada 2018 lalu, warga negara Prancis tersebut berhasil menyabet penghargaan Driehaus Prize.

Tidak seperti, umpamanya, Masjid Fatih Amsterdam yang berasal dari konstruksi bekas gereja, sejak awal pembangunannya Westermoskee Aya Sofya dirancang untuk sebuah masjid. Alhasil, kedua arsitek tersebut dapat lebih bebas dalam menampilkan kekhasan Islam pada bangunan tersebut. Mereka pun terbilang sukses dalam memadukan unsur-unsur kebudayaan Barat dan Utsmaniyah pada karyanya.

Lahan yang menjadi tempat berdirinya Westermoskee awalnya dibeli pemerintah Turki. Selanjutnya, tanah tersebut dijual kepada Pemerintah Kota Amsterdam dalam konteks kerja sama kebudayaan. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan tersebut lantas dialokasikan untuk membangun masjid ini.

Pengerjaannya dimulai pada 2013 dan selesai kira-kira dua tahun kemudian. Barulah pada 1 April 2016, tempat ibadah berdaya tampung 1.700 orang itu dibuka untuk umum.

Langkah pemerintah Turki untuk memudahkan masyarakat Belanda, khususnya Amsterdam, agar memiliki sebuah masjid disambut hangat. Mengutip dari laman Facebook resmi Dewan Takmir Westermoskee Aya Sofya, setidaknya sejak 1993 komunitas Muslim setempat sudah mendambakan sebuah tempat ibadah sebagai fasilitas umum. Maka, begitu mendengar otoritas Turki membeli sebidang lahan dengan luas 800 meter persegi di Amsterdam, mereka mendukungnya penuh.

Bahkan, banyak pula yang menjual aset pribadinya untuk kemudian hasilnya disumbang demi pembangunan masjid ini. Begitu pula dengan para remaja dan anak-anak yang menyumbangkan celengan mereka dengan harapan berdirinya sebuah masjid. Dan, pada 2016 impian kolektif itu akhirnya menjadi kenyataan.

Westermoskee Aya Sofya merupakan satu-satunya masjid di Benua Eropa dengan gaya arsitektur Turki Utsmaniyah. Lokasinya sangat strategis karena berada persis di jantung kota Amsterdam. Bukan hanya komunitas Muslimin setempat yang membanggakannya. Umumnya, masyarakat Amsterdam memandang masjid tersebut sebagai sebuah bangunan dengan corak arsitektur yang khas dan indah.

photo
Lorong bagian depan Masjid Westermoskee Aya Sofya, Amsterdam, Negeri Belanda. Masjid ini dengan apik memadukan nuansa arsitektur Utsmaniyah dan Barat, khususnya Gotik. - (DOK BEAUTIFUL MOSQUE)

Masjid terbesar di seluruh Negeri Kincir Angin itu memiliki menara yang menjulang setinggi 42 meter. Bentuknya yang menyerupai sebuah pensil raksasa menunjukkan kekhasan seni bangunan Turki Utsmaniyah. Ada pula kubah besar dengan tinggi hingga 25 meter. Di dekatnya, yakni sisi yang menghadap kanal, terdapat sembilan kubah berukuran lebih kecil. Itu semua berbaris rapi di atas pilar-pilar yang menjadi penyangga atap aula depan.

Adapun sisi yang menghadap arah barat laut memiliki tujuh kubah kecil pada bagian atapnya. Di setiap sudut bangunan utama ada empat buah bentuk semi-kubah. Karena terinspirasi dari arsitektur Utsmaniyah, perancangnya menambahkan 10 rumah burung merpati pos pada sisi timur laut masjid tersebut sebagai tempat hewan itu singgah sebelum terbang. Ya, umumnya masjid di kekhalifahan itu memiliki fasilitas unik demikian untuk keperluan komunikasi jarak jauh.

photo
Masjid Westermoskee Aya Sofya di Amsterdam, Belanda, berdiri sejak 2016. - (DOK WIKIPEDIA)

Di tengah situasi pandemi Covid-19, aktivitas di Masjid Westermoskee Aya Sofya sempat terjeda lama. Namun, penurunan laju kasus infeksi virus korona membuat pemerintah Belanda memberlakukan pelonggaran. Jamaah kembali diperbolehkan untuk beribadah, tetapi mereka diharuskan mengenakan masker, menjaga jarak, dan mengikuti protokol kesehatan standar pencegahan Covid-19.

Bagaimanapun, jumlah jamaah masjid tersebut kurang dari 50 orang pada hari-hari biasa, yakni tiap pelaksanaan shalat lima waktu. Agak berbeda keadaannya ketika shalat Jumat dilangsungkan. Hadirin bisa mencapai puluhan hingga seratusan orang. Kebanyakan jamaahnya adalah Muslimin dari kalangan imigran, khususnya yang berdarah Turki. Karena itu, imam yang menyampaikan ceramah atau khutbah Jumat menggunakan bahasa Turki, di samping bahasa Belanda.

Westermoskee Aya Sofya tidak hanya menjadi tempat ibadah rutin, tetapi juga pusat kegiatan Islam di Amsterdam. Warga Muslimin setempat memakmurkannya dengan berbagai kegiatan sosial dan pendidikan, semisal donasi, belajar membaca Alquran, atau acara-acara open-mosque day. Baru-baru ini, seperti disiarkan akun Facebook resmi masjid tersebut, sejumlah aktivis Westermoskee menyalurkan bantuan kepada masyarakat Belanda yang membutuhkan.

Para penerima donasi itu umumnya adalah keluarga yang terimbas besar wabah Covid-19 di sektor ekonomi. “Dengan ini, kami ingin memastikan bahwa tidak ada seorang pun di kota kami yang kesepian atau terlupakan,” demikian kutipan postingan akun tersebut tanggal 29 Desember 2020.

photo
Masjid Westermoskee menjadi pusat aktivitas kaum Muslimin Amsterdam yang umumnya adalah imigran dari Asia, termasuk Turki. - (DOK Instagram Westermoskee )

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat