Petugas kesehatan membawa kotak pendingin yang berisi vaksin COVID-19 Sinovac saat pendistribusian di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1). | ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Narasi

Bisakah Herd Immunity Tercapai pada 2021?

Upaya mencapai herd immunity tak segampang membalikkan telapak tangan.

Oleh Teropong 2021

OLEH MAS ALAMIL HUDA

Vaksin adalah instrumen yang digunakan untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kerumunan. Syaratnya, ada jumlah tertentu orang yang harus divaksin agar kekebalan kerumunan itu tercapai. Gampangnya, semua orang dalam sebuah populasi akan terlindungi dari ancaman sebuah virus jika vaksinasi berhasil.

Namun, semuanya juga tidak sesederhana itu. Ada banyak hal yang harus dipenuhi sebelum sebuah populasi dinyatakan berhasil melawan virus karena telah ‘kebal’. Makna kebal di sini bukan berarti tidak akan terpapar. Namun, karena antibodi di tubuh manusia sudah kenal virus sebagai musuh melalui rangsangan dari vaksin tadi.

Upaya inilah yang sedang ditempuh oleh hampir seluruh negara di dunia untuk menghentikan penyebaran SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Kehadiran vaksin ini menjadi tumpuan sekaligus harapan dalam mengembalikan ‘kenormalan’ di semua lini kehidupan, termasuk ekonomi yang porak poranda dihantam pandemi.

Sebagai simbol dan percontohan, pada Rabu (13/1), secara resmi dosis pertama vaksin Sinovac diberikan pada orang nomor satu di republik ini, Presiden Joko Widodo. Vaksinasi ini dilakukan setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin Sinovac. Vaksin yang dinamai Coronavac ini disebut memiliki efikasi 65,3 persen dan dinyatakan aman.

Apakah efikasi yang ‘hanya’ 65,3 persen ini berarti keampuhan vaksin Sinovac dalam membendung Covid-19 tak begitu manjur?

Efficacy rate atau tingkat khasiat adalah kinerja pengobatan dalam keadaan ideal dan terkontrol. Efikasi ini terkait dengan efektivitas, yakni hasil kinerjanya setelah digunakan. Dengan kata lain, efektivitas vaksin dapat diketahui setelah dilakukan vaksinasi kepada masyarakat. Sedangkan angka 65,3 persen tersebut adalah estimasi penurunan penyakit Covid-19 seusai pemberian vaksinasi di masyarakat.

Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efficacy rate vaksin harus berada di atas 50 persen. Artinya, efikasi vaksin Coronavac telah lebih dari syarat minimal yang dipatok organisasi kesehatan dunia itu.

Soal keamanan, vaksin Sinovac paling aman dibandingkan vaksin lain, seperti Pfizer maupun Moderna. Dari data ilmiah hasil uji klinis menunjukkan, keunggulan Sinovac ada di aspek keamanan ini. Hanya 0,1-1 persen relawan yang diketahui mengalami efek samping seusai divaksinasi.

Adapun vaksin Pfizer efek sampingnya 1,5 persen. Artinya, ada 1,5 persen dari total relawan yang mengikuti uji klinis vaksin tersebut mengalaminya. Bahkan, untuk vaksin Moderna, efek samping yang ditimbulkan tercatat lebih besar. Relawan yang merasakan efek samping seusai vaksinasi mencapai 4,1 persen.

Tantangan di lapangan

Presiden Jokowi memutuskan akan memberikan vaksin Covid-19 gratis kepada minimal 70 persen penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta orang. Perhitungan tersebut diharapkan sudah bisa membuat kekebalan kerumunan. Jika target 70 persen dari total penduduk divaksin, butuh 364 juta dosis. Sebab, satu orang butuh dua dosis.

Saat ini, kita tahu ada tiga juta dosis vaksin Sinovac dalam bentuk jadi yang diperuntukkan bagi tenaga kesehatan. Ada pula 15 juta dosis bahan baku tiba pada Selasa (12/1) yang akan diproses oleh Bio Farma sebelum bisa digunakan. Vaksin Sinovac yang telah dan akan didatangkan ini tentu belum cukup.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan enam jenis vaksin Covid-19 yang bisa diberikan di Indonesia. Keenam jenis vaksin yang ditetapkan tersebut, yakni vaksin yang diproduksi PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc, dan BioNTech.

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyebut bisa saja pemerintah menambah di luar enam itu. Dan beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia telah mengamankan 100 juta dosis vaksin dari AstraZeneca dan Novavac, masing-masing 50 juta dosis.

Persoalan lain yang membuat upaya untuk mencapai herd immunity tak segampang membalikkan telapak tangan adalah tentang pelaksanaan vaksinasi di lapangan. Proses vaksinasi pun perlu waktu yang tidak sebentar.

Sumber daya tenaga kesehatan kita juga tentu berbatas. Untuk bisa menginjeksikan vaksin secara masif ke target 182 juta orang, juga bukan perkara gampang dan selesai sebulan dua bulan.

Menkes Budi Gunadi Sadikin memperkirakan, vaksinasi terhadap 182 juta orang bisa selesai dalam kurun waktu 15 bulan. Satu orang diberikan dua dosis atau dua kali penyuntikan.

Presiden Jokowi meminta untuk dipercepat menjadi satu tahun atau di akhir tahun ini bisa selesai. Namun, tentu tak semudah itu mempercepatnya. Karena itu, semua terkait sumber daya yang ada. Sebab, memasukkan vaksin ke tubuh manusia tak bisa dilakukan sembarang orang.

Pada akhirnya, perang melawan wabah Covid-19 ini adalah perjalanan panjang dari sebuah ikhtiar. Kita, masyarakat, sebagai bagian dari bangsa ini tentu perlu ikut berperan. Setidaknya dengan mencegah penyebaran melalui cara-cara yang sudah kita mafhumi bersama, mulai dari protokol 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) hingga menjauhi membuat kerumunan.

Dalam menunggu giliran menerima vaksin Covid-19, kita perlu terus melangitkan doa. Allah yang Maha Pembuat Skenario bisa saja dengan mudah melenyapkan pandemi ini dengan cara-Nya yang tak pernah terpikirkan kita. Wallahu a’lam bissawab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat