Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

Kisah Dalam Negeri

Kopi dan Politisi

Sukarno mengaku bisa mendapat inspirasi selama menyeduh kopi.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Demi mendapat pengakuan kemerdekaan, Indonesia bersedia mengalah dengan menerima perjanjian yang disepakati di Konferensi Meja Bundar (KMB). Perjanjiannya, Indonesia bersedia membayar ganti rugi kepada Belanda.

Semula Belanda meminta ganti rugi untuk aksi militer senilai 6,5 miliar gulden, tetapi dinilai terlalu memberatkan oleh utusan PBB, sehingga disepakati hanya 4,5 miliar gulden.

Pada 1950, pembayaran sudah mulai dicicil, tapi kemudian pada 1951 Indonesia mencoba membuka perjanjian damai dengan Jepang, sehingga dikhawatirkan akan mengingkari kesepakatan KMB. Tak kurang dari Natsir, Sutan Sjahrir, dan Moh Roem, serta Partai Komunis Indonesia, memprotes rencana ini.

Natsir adalah mantan perdana menteri Kabinet Masyumi dan Roem menjadi menteri luar negerinya. Sutan Sjahrir merupakan perdana menteri pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan. Kabinet Natsir dibubarkan pada Maret 1951 karena mosi dari PNI.

photo
Konferensi Meja Bundar - (DOK Wikipedia)

Langkah Natsir membatalkan peraturan pemerintah tentang DPRD/DPRDS dinilai PNI lebih banyak menguntungkan Masyumi, sebagai partai yang memiliki wakil terbanyak di parlemen saat itu. Bongkar-pasang kabinet di masa itu akibat mosi-mosi di parlemen, membuat parlemen dijuluki sebagai kedai kopi.

Kabinet koalisi Masyumi-PNI pimpinan Sukiman-Suwiryo-lah yang mendapat protes mengenai rencana perjanjian damai dengan Jepang itu di dalam negeri. Bagi PKI, Jepang adalah negara fasis yang tak perlu diajak berdamai.

Di sebuah acara Masyumi di Medan, Roem menegaskan, salah satu poin kesepakatan KMB adalah Indonesia memberi ganti rugi kepada Belanda. Jika Indonesia mengingkari kesepakatan ini, Roem mengkhawatirkan, akan muncul pertanyaan dunia internasional.

photo
Untuk mengenang jasa-jasa sang pahlawan nasional Mohammad Natsir dalam pemulihan negara kesatuan, banyak pihak mengusulkan agar tanggal 3 April diperingati sebagai Hari NKRI. - (DOK REPRO Pak Natsir 80 Tahun )

Namun, Jepang dianggap memiliki pampasan perang yang besar, yang diambil oleh periarangan tentara Jepang selama masa pendudukan.

Perjanjian damai itu, di antaranya untuk meminta ganti rugi pampasan perang itu. Nilai yang disetujui Jepang 80 juta gulden, 8 juta gulden di antaranya dibayarkan ke Belanda sebagai bagian dari angsuran ganti rugi Indonesia ke Belanda.

Perjanjian dengan Jepang yang kemudian jadi ditandatangani, mewajibkan Jepang membayar pampasan perang senilai 80 juta gulden. Kekhawatiran Roem terobati karena Indonesia tetap mengangsur hingga 1956.

photo
Foto Mohammad Natsir, Mohamad Roem dan Kasman Singodimejo (dari kiri ke kanan). - (wikipedia.org)

Pada 1956 itulah, Sukarno kemudian memutuskan menolak membayar lunas ketika masih ada sisa tunggakan 650 juta gulden.

Kabinet Sukiman dipuji Amerika Serikat. Langkah perdamaian dengan Jepang dinilai Amerika Serikat sebagai langkah yang bagus karena Amerika Serikat juga mendapat keuntungan darinya.

Meski Natsir dan Sukiman sama-sama Masyumi, akhirnya mereka berseberangan. Ini terkait dengan keputusan pemberantasan aksi-aksi makar yang muncul saat itu. Bahkan, Natsir bergabung ke PRRI. Di kemudian hari, Masyumi dibubarkan karena keterlibatan di PRRI ini.

Pada tahun 1956, suasana di Istana pun juga masih bisa santai, kendati situasi perpolitikan masih belum stabil. Rahmi Hatta juga menjamu dengan minum kopi.

Pilihan ngopi juga dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang merupakan wakil perdana menteri sekaligus koordinator keamanan di Kabinet Natsir pada Agustus 1951. Ia juga menjauh dari kabinet Sukiman.

Sebagai Sultan Yogyakarta, ia berhak menghadiri perayaan kemerdekaan di Istana pada Agustus 1951. Namun, ia memilih ngopi di kafe bandara bersama Abdul Halim, menteri pertahanan di masa Kabinet Natsir (Masyumi).

Banyak yang menilai ini bukan karakter Sri Sultan yang masih muda untuk tidak terlibat aktif di pemerintahan. Namun, ia sudah tidak dianggap teman oleh Sukiman-Suwiryo. Sri Sultan telah menempatkan dirinya seperti halnya Natsir dan Roem, yang berseberangan dengan Sukiman. Roem juga dari Masyumi.

Namun, Sukarno sebagai Presiden masih bisa bersantai dengan aktivitas ringan di Istana menghadapi riak-riak setelah revolusi kemerdekaan itu. Ia masih rutin menyeduh kopi sendiri.

 
Sukarno sebagai Presiden masih bisa bersantai dengan aktivitas ringan di Istana menghadapi riak-riak setelah revolusi kemerdekaan itu. Ia masih rutin menyeduh kopi sendiri.
 
 

Dua sendok teh bubuk kopi dituangkan ke cangkir, lalu ditambah gula satu sendok teh. Setelah air mendidih dituang, ia menyeduhnya sendiri. Ia mengaku bisa mendapat inspirasi selama menyeduh kopi.

Untuk makan, ia juga biasa menyiapkan sambal sendiri. Ia tak mau cabai digerus halus. Menu makan siang dan malam adalah tempe, sayuran dan kacang-kacangan, dengan lauk daging ayam dan ikan. Buah-buahan ada mangga, pisang, dan jeruk. Untuk sarapan, ia terbiasa dengan telur, pisang rebus, jagung, sandwich, dan jus jeruk.

Saat Putri Beatrix menikah 10 Maret 1966, Sukarno mengirimi hadiah berupa set alat minum kopi --produk kerajinan perak Yogyakarta-- yang diserahkan oleh Duta Besar Indonesia di Belanda, Soedjarwo Tjondronegoro. Ini yang kemudian membuat Sukarno dipoyoki media Belanda.

Sebuah karikatur dibuat, menggambarkan sosok Sukarno dengan baju kebesarannya lengkap dengan tanda jasa di dada dan berpeci, membawa baki set kopi dengan muka masam. Di baki dicantumkan tulisan 'Kopi Melayu'....sekarang dengan konfrontasinya, ia datang untuk minum kopi," demikian tertulis di karikatur koran Belanda Het Vrije Volk itu pada 13 Agustus 1966, enam bulan sebelum Sukarno diberhentikan MPRS sebagai presiden.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat