Pendukung Presiden AS Donald Trump menggeruduk Gedung Capitol di Washington DC dalam protes perhitungan suara Pilpres AS 2020, Rabu (6/1) waktu setempat. | Jim Bourg/Reuters

Kabar Utama

Hari Kelam Amerika

Trump akhirnya bersedia mengikuti peralihan kekuasaan secara tertib.

 

WASHINGTON DC -- Demokrasi Amerika Serikat (AS) tercoreng dengan tindakan ribuan pendukung Presiden Donald J Trump menggeruduk dan menerobos masuk Gedung Kongres AS alias Capitol di Washington DC. Tindakan menolak peralihan kekuasaan secara konstitusional tersebut jadi titik nadir baru dalam polarisasi politik di AS beberapa tahun belakangan.

Kerusuhan bermula dari kedatangan ribuan pendukung Donald Trump untuk berunjuk rasa di Washington DC pada Selasa (5/1) waktu setempat. Kasus Covid-19 di AS yang mencapai 21,8 juta dengan 370 ribu kematian tak menghalangi mereka berkerumun memprotes penghitungan seremonial electoral college Pilpres AS 2020 yang dimenangkan pesaing Donald Trump, Joe Biden dari Partai Demokrat.

Sistem politik AS mensyaratkan hasil pilpres secara resmi dihitung Kongres AS yang terdiri atas senat dan house untuk kemudian disertifikasi. Pada Rabu (6/1) pagi waktu setempat, Donald Trump bersama pengacaranya Rudy Giuliani memanas-manasi peserta unjuk rasa tersebut.

“Kita tak bisa diam saja dan kemudian terjebak dengan presiden yang kalah telak di pemilihan,” ujar Trump kepada para pengunjuk rasa menggaungkan asumsi bahwa ia dicurangi dalam pilpres November 2020 lalu. 

Ia kemudian meminta Wapres AS Mike Pence sebagai pengawas menolak hasil penghitungan pada Kongres tersebut. Namun, dalam pidato sebelum penghitungan, Mike Pence dan Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Republik Mitch McConnel menampik permintaan tersebut.

Trump kemudian menuliskan kemarahannya terhadap Mike Pence di Twitter. Dari situ, massa tak terbendung. Video-video yang beredar menunjukkan mereka merobohkan barikade polisi, memanjat tembok Capitol, dan berhasil masuk ke dalam gedung dan kantor anggota kongres sembari melakukan perusakan sekitar pukul 14.00 waktu setempat atau Kamis (7/1) dini hari WIB.

“Banyak orang datang dengan membawa senjata dan dengan tujuan untuk terlibat dalam kekerasan dan perusakan. Mereka menembakkan bahan kimia yang mengiritasi, batu bata, botol, dan senjata," ujar Wali Kota Washington DC Muriel Bowser menggambarkan keadaan tersebut, Kamis (7/1). Seruan Trump di Twitter agar para pendukungnya tak menggunakan kekerasan tak digubris.

Seturut kericuhan tersebut, kepolisian menembakkan gas air mata serta menembak mati seorang perempuan yang mecoba memanjat masuk gedung. Tiga orang lainnya juga dilaporkan meninggal “karena kondisi medis” di tengah kerumunan massa. Selain di Washington, aksi unjuk rasa pendukung Trump juga terjadi di sejumlah kota lain, bahkan sampai di Kanada, negara tetangga AS.

Pada petang hari, setelah ribuan Garda Nasional dikerahkan, sedikitnya 53 orang ditangkap dan kerumunan berhasil dihalau keluar Capitol. Kongres kemudian memutuskan melanjutkan penghitungan suara pada pukul 20.00 waktu setempat. Selepas penghitungan, Mike Pence mengumumkan dan menerima sertifikasi perolehan electoral college dengan kemenangan Biden yang berhasil meraih 270 electoral college.

Kejadian kemarin adalah yang terkini menunjukkan perpecahan politik di AS sejak beberapa tahun lalu. Perpecahan itu kian nyata kala Trump sebagai kandidat Pilpres 2016 memainkan sentimen kelompok sayap kanan guna meraih suara dan akhirnya menang pilpres.

Sejak itu, polarisasi liberal yang ke Partai Demokrat dan konservatif yang condong ke Partai Republik kian menunjukkan sisi ekstrem. Slogan Trump pada Pilpres 2016 “Buat Amerika Hebat Lagi” jadi panggilan untuk menolak imigran dan mendiskriminasi kaum minoritas.

Sejak berdirinya, di luar pembunuhan presiden dan pengunduran diri, peralihan kekuasaan di AS selalu berjalan damai melalui pemilihan umum. Kejadian kemarin belum pernah ada presedennya dalam perpolitikan AS.

Tak heran, sejumlah pihak menilai hari kejadian itu sebagai hari terkelam AS. “Sekarang 6 Januari akan dikenang sebagai hari paling kelam dalam sejarah Amerika terkini. Peringatan pamungkas bagi bangsa kita soal konsekuensi dari presiden yang juga seorang demagog,” kata Pimpinan Minoritas Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer dalam pidato di Kongres.

 
Demokrasi kita berada di bawah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak seperti yang pernah kita lihat pada zaman modern.
JOE BIDEN
 

"Demokrasi kita berada di bawah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak seperti yang pernah kita lihat pada zaman modern," ujar Joe Biden setelah insiden kemarin.

Menurut dia, insiden kekerasan dan kekacauan kemarin adalah serangan terhadap supremasi hukum. Ia juga mengecam Trump sebagai presiden yang mengampanyekan perpecahan dan kebencian. Biden berjanji bakal memulihkan persatuan di AS selepas ini.

Menyusul kerusuhan kemarin, Trump akhirnya menyatakan secara terbuka bakal mengakui peralihan kekuasaan secara teratur walau menolak mengakui hasil penghitungan resmi. Tak hanya di pilpres, Partai Republik pada pemilihan kali ini juga gagal menguasai senat dan house.

“Meski ini menandai berakhirnya periode pertama terbaik dalam sejarah kepresidenan, ini juga hanya permulaan perjuangan kita ‘Membuat Amerika Hebat Lagi’!” cicitnya.

Dunia sentil kerusuhan AS

Kerusuhan di Gedung Capitol, Washington DC, mengejutkan dunia. Para pimpinan lembaga tinggi dunia meminta Amerika Serikat mengembalikan muruah demokrasi.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menilai kejadian itu mencoreng sistem demokrasi AS. "DPR RI turut prihatin tindakan anarkistis oleh pendukung kandidat tertentu terhadap rumah parlemen (Capitol Hill) yang berdampak pada diskursus supremasi hukum Amerika. Tindakan para demonstran sangat tidak terpuji serta tidak dapat dibenarkan," ujar Azis lewat keterangan tertulisnya, Kamis (7/1).

Azis mengatakan, Amerika Serikat adalah negara yang memiliki fondasi demokrasi yang sangat kuat, sehingga sangat disayangkan ada tindakan anarkistis yang dilakukan oleh sekelompok pihak. "Kita harapkan legitimasi proses hukum pengumpulkan hasil Pilpres AS tahun 2020, dapat segera teratasi sesuai dengan norma-norma demokrasi dan mekanisme hukum setempat," ujarnya.

Azis beranggapan isu Pilpres 2020 sepenuhnya adalah urusan dalam negeri Amerika Serikat. Walau demikian, sebagai negara sehabat, ia mengharapkan para kandidat dapat legawa dan saling merangkul terlebih pada masa berat pandemi Covid-19.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, yang memiliki hubungan baik dengan presiden Trump juga mendesak diakhirinya, apa yang dia sebut insiden memalukan di Kongres AS. "Amerika Serikat mewakili demokrasi di seluruh dunia, dan sekarang penting bahwa harus ada transfer kekuasaan yang damai dan teratur," tulis Johnson di akun Twitter resmi terverifikasinya, Kamis (7/1).

Dalam nada serupa, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, Washington menyaksikan pemandangan yang mengejutkan. Dia mengatakan, hasil dari pemilihan demokratis harus dihormati.

photo
Pendukung Donald Trump berkumpul di luar gedung Senat setelah lolos dari pengawasan pihak keamanan gedung Capitol Hill, di Washington, DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) - (EPA-EFE/JIM LO SCALZO)

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, juga mengutuk 'adegan menyedihkan' yang terjadi di Capitol. "Pemandangan yang sangat menyedihkan di Kongres AS. Kami mengutuk tindakan kekerasan ini dan menantikan pengalihan pemerintahan secara damai ke pemerintahan yang baru terpilih dalam tradisi besar demokrasi Amerika," ujarnya.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau memantau situasi dengan cermat. "Jelas kami prihatin dan kami mengikuti situasi dari menit ke menit," kata Trudeau kepada stasiun radio News 1130 Vancouver. "Saya pikir lembaga demokrasi Amerika kuat, dan mudah-mudahan semuanya akan segera kembali normal."

Menuding Trump, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menyalahkan kekerasan tersebut sebagai retorika yang menghasut. "Musuh demokrasi akan senang dengan gambar-gambar mengerikan dari Washington DC," tulisnya pada Rabu (6/1). "Trump dan pendukungnya harus menerima keputusan para pemilih Amerika pada akhirnya dan berhenti menginjak-injak demokrasi."

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, juga meminta pendukung Trump untuk menghormati pemungutan suara tersebut. Presiden Parlemen Eropa David Sassoli yang memimpin salah satu badan legislatif terbesar di dunia juga mengecam kerusuhan di Capitol Hill.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat