Pemain sepak bola wanita timnas Indonesia Carla Bio (tengah) berebut bola dengan pesepak bola India Ashalata Devi Loithongbam (kanan) pada laga persahabatan di Stadion Benteng Taruna, Tangerang, Banten, Minggu (27/1/2019). Timnas Indonesia kalah dengan s | ANTARA FOTO

Olahraga

Ghirah Muda Belia Majukan Sepak Bola Wanita Indonesia

Pemain sepak bola wanita Indonesia harus mengukir prestasi di dunia.

Zahra Naqiyyah Primadi dan Agnes Sintauli Hutapea sudah terbiasa menendang bola sejak kecil. Mereka membawa bola, menggocek lawan bermain, kemudian mengarahkan bola menembus gawang lawan.

"Saya sudah main sepak bola sejak TK. Awalnya karena teman-teman saya yang laki-laki sering main sepak bola di lapangan kompleks rumah saya atau di sekolah," kata Zahra yang masih berusia 16 tahun. Awalnya dia sering diejek, 'kamu kan cewek, kok main bola sih?". Zahra tak peduli, dia terus menendang, menyundul dan mendribel bola.

Kisah relatif sama dialami Agnes yang bersama Zahra adalah murid Sekolah Sepak Bola (SSB) "Goal Aksis Women" di Cimahi, Bandung. "Awalnya karena ikut-ikutan saat kecil dulu, lalu diajak masuk SSB. Dari sini, saya semakin suka kepada sepak bola," kata Agnes kepada Kantor Berita Antara usai latihan bola bersama SSB-nya pada satu sore awal Desember tahun lalu.

Hari itu tak cuma Zahra dan Agnes yang berlatih. Sekitar 12 gadis remaja lainnya turut berlatih sepak bola bersama mereka. Mereka adalah bagian dari ribuan perempuan Indonesia yang memainkan sepak bola, baik untuk tujuan profesional, amatir, maupun sekadar demi "having fun".

Mereka berlatih sama ulet dan kerasnya dengan rekan-rekan mereka yang laki-laki. Namun melatih mereka ternyata membutuhkan keahlian khusus yang tidak ada saat melatih putra.Paling tidak ini disampaikan oleh Fauzi Bramantio dan Lingga Destriasa, dua dari empat pelatih SSB "Goal Aksis Women" yang sore awal Desember itu menyertai belasan remaja putri itu berlatih sepak bola.

"Lebih menantang ketimbang melatih cowok karena harus ekstra sabar dan ini juga melatih kesabaran kita," kata Lingga.

"Ya, ada unsur emosi yang harus dipahami saat melatih putri," sambung Fauzi.

"Ada keunikan lain yang tak ditemui saat melatih putra, salah satunya saat melatih footwalk yang beda dengan anak cowok."

Lingga dan Fauzi tidak menganggap keunikan itu sebagai hambatan, sebaliknya mereka memandangnya tantangan.

Jadi tambah senangMereka berdua merasa tertantang memadukan dan memperlakukan banyak aspek yang tidak ada saat melatih putra, menjadi kekuatan yang menciptakan harmoni dan kekompakan yang menjadi kunci untuk olahraga tim seperti sepak bola.

"Pelan-pelan mereka paham arti penting team work dalam sepak bola," kata Fauzi.

 
Pelan-pelan mereka paham arti penting team work dalam sepak bola.
 
 

Remaja-remaja putri yang mereka latih itu sendiri tak menganggap keunikan mereka sebagai kendala. Sebaliknya, lewat gemblengan pelatih mereka malah menjadi terbiasa mengesampingkan aspek emosional dan moody yang menjadi trademark kaum hawa.

"Kita malah jadi profesional kok," timpal Annisa Putri Triana yang masih duduk di bangku SMA kelas 1, siswa "Goal Asis Women" lainnya.

Terlebih Fauzi dan Lingga memasukkan unsur-unsur sains atau sport science dalam melatih mereka seperti diamanatkan oleh sistem pembinaan olah raga nasional dewasa ini. Sport science secara khusus meningkatkan prestasi olah raga dengan melibatkan aspek fisiologis, psikologis, dan biomekanika saat menggembleng dan melatih atlet.

Aspek fisiologis bertujuan mempelajari bagaimana tubuh merespons dan beradaptasi dengan latihan. Ini salah satunya membantu atlet dalam mengidentifikasi kekuatan dan kelemahannya.

Dari sudut psikologis, pikiran atlet dipelajari guna mengetahui bagaimana motivasi, keyakinan diri dan emosinya. Ini membantu atlet konsisten dan dalam meraih prestasi, selain mengembangkan mental berolahraga. Pada aspek biomekanika, mekanika gerakan tubuh atlet dianalisis yang salah satunya untuk membantu atlet mengidentifikasi teknik-teknik terbaik dalam meningkatkan prestasi olahraga dan menganalisis peralatan olahraga seperti sepatu, bola, lapangan dan sejenisnya.

Fauzi yang tengah mengikuti program master keolahragaan pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung memakai pendekatan ini saat melatih Zahra, Agnes, dan kawan-kawannya di "Goal Aksis Women". Hasil instannya, anak-anak gadis itu menjadi kian merasa senang berlatih sepak bola. "Bikin saya tambah senang dan bikin saya ingin lebih berprestasi," kata Agnes yang merupakan mahasiswi STKIP Pasundan, Padalarang, Jawa Barat.

 
Bikin saya tambah senang dan bikin saya ingin lebih berprestasi.
 
 

Mereka juga menjadi kian terpicu mempelajari teknik-teknik yang tak saja benar dari kaca mata sport, namun juga benar meningkatkan keterampilan dan motivasi secara ilmiah. Antusiasme itu membantu anak-anak gadis itu menajamkan lagi obsesi dan cita-citanya tentang bagaimana mereka harus berada di lingkungan sepak bola.

Ingin sisihkan Thailand

Tidak heran, sekalipun skalanya tidak besar dan mengandalkan masyarakat dalam operasionalisasi aktivitasnya, "Goal Aksis Women" bisa menghasilkan anak-anak didik yang mencatat banyak prestasi, termasuk pada tingkat nasional. Zahra adalah Pemain Tengah Terbaik ASBWI 2017, Agnes menjadi pencetak gol terbanyak Kejurda Piala Ketua DPRD Jawa Barat 2018.

Masih banyak lagi, termasuk Reca Octaviani yang menjadi Pemain Terbaik Piala Menpora U17 Nasional 2019.Zahra dan Reva, serta empat siswa SSB "Goal Aksis Women" lainnya adalah pemain-pemain Persib Bandung. Strategi berlatih dan rangkaian prestasi yang diraih mereka, membuat Zahra dan kawan-kawan ingin terus berada di level yang lebih tinggi.

"Harapan saya, dari latihan seperti ini, dari ilmu yang saya peroleh dari berlatih sepak bola, saya bisa membawa sepak bola nasional ke kancah lebih tinggi," kata Zahra. Dia juga ingin ada kesempatan lebih lapang dan luas dalam berkiprah sepak bola pada berbagai tingkatan.Anak-anak seperti Zahra tidak ingin berhenti pada berlatih dan SSB.

 
Harapan saya, dari latihan seperti ini, dari ilmu yang saya peroleh dari berlatih sepak bola, saya bisa membawa sepak bola nasional ke kancah lebih tinggi.
 
 

Beruntung bagi generasi Zahra, belakangan tahun ini di Indonesia semakin banyak saja diadakan turnamen dan kejuaraan sepak bola putri. Yang terbesar dari semua itu adalah Liga 1 Putri. Kompetisi divisi elite sepak bola putri Indonesia ini baru terwujud 2019 di mana Persib Bandung dinobatkan sebagai yang terbaik di antara sepuluh klub pesertanya.

Dari kompetisi itu pula masyarakat menjadi tahu ada begitu banyak bakat sepak bola putri di negeri ini. Liga 1 Putri 2019 saja menghasilkan 240 nama bakat sepak bola putri yang kebanyakan ternyata masih berusia di bawah 17 tahun atau sepantaran Zahra.

Bakat-bakat sepak bola putri yang terorbit Liga 1 Putri itu sudah tentu menjadi sumber daya penting bagi timnas putri Indonesia yang tengah membidik level regional dan internasional, persis diinginkan Zahra dan banyak lagi bibit unggul sepak bola nasional kita.

"Setidaknya saya ingin Indonesia berada di level sama dengan Thailand di Asia Tenggara," kata Zahra yang mengidolakan Cristiano Ronaldo, dan dua kampiun sepak bola putri dunia, Alex Morgan dan Lieke Martens itu.

"Saya yakin kita bisa melakukannya karena saya lihat bibit-bibit, potensi-potensi pemain sepak bola wanita di Indonesia itu luar biasa besar," pungkas Zahra.

Jika remaja putri berusia 16 tahun seperti Zahra saja bisa berharap, melihat dan memiliki keyakinan sejauh itu, mengapa kita tidak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat