Tenaga kesehatan menunjukkan pesan singkat penerima vaksin di RSIA Tambak, Jakarta, Selasa (5/1). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

MUI Terima Data Sinovac

Data-data yang dibutuhkan MUI dari Sinovac yang beroperasi di Cina juga sudah diterima.

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terkait vaksin Covid-19 buatan Sinovac pada Selasa (5/1). Data-data yang dibutuhkan MUI dari Sinovac yang beroperasi di Cina juga sudah diterima.

“Alhamdulillah, hari ini Selasa (5/1) tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapngan terhadap vaksin Sinovac, mulai di peruhaan Sinovac di Beijing dan yang terakhir, di Bio Farma Bandung,” ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan kepada Republika, Selasa (5/1).

Menurutnya, pelaksanaan audit lapangan kemarin dilanjutkan dengan diskusi pendalaman dengan direksi PT Bio Farma dan tim auditor. Selain itu, menurut Asrorun, dokumen yang dibutuhkan oleh tim auditor guna menuntaskan kajian, juga sudah diterima dari Sinovac sekira pukul 14.30 WIB kemarin via surat elekronik.

Selepas menerima data itu, tim auditor akan selekasnya bekerja merampungkan kajian dan akan dilaporkan ke dalam Sidang Komisi Fatwa. “Komisi Fatwa akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syar’i setelah menerima laporan, penjelasan dan pendalaman dengan tim auditor,” kata Asrorun.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Muti Arintawati menuturkan, penerbitan fatwa halal terkendala sejumlah data yang masih harus dilengkapi perusahaan Cina tersebut.

"Proses auditnya memang sudah selesai. Informasi yang dibutuhkan secara bertahap sudah dipenuhi perusahaan, tetapi masih ada sedikit lagi informasi yang harus dilengkapi," kata dia dalam diskusi daring bertajuk “Kehalalan dan Keamanan Vaksin Covid-19”, Selasa (5/1).

Muti menambahkan, auditor halal MUI telah meninjau tempat produksi vaksin Sinovac di Cina. Dia mengakui, proses itu tak mudah karena auditor harus dikarantina selama dua pekan sebelum bisa melakukan audit. "Karena pihak produsen membeli bahan-bahan yang digunakan melalui pihak ketiga, supplier, maka masih ada informasi yang harus dilengkapi dari perusahaan setelah audit lokasi dilakukan," ujar dia.

Menurut dia, fatwa Komisi Fatwa MUI juga bergantung pada hasil keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari aspek izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA).

Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) H Sarmidi Husna juga menyampaikan, pihaknya turut melakukan kajian terhadap kehalalan vaksin Sinovac. Kajian itu digelar dengan mengundang PT Bio Farma selaku distributor dan produsen di Tanah Air serta BPOM.

"LBM sudah beberapa kali, dua kali, melakukan kajian terkait vaksin Covid-19. Dan juga sudah mengundang Bio Farma dan BPOM untuk menjelaskan bahan atau komponen vaksin Sinovac karena yang kita kaji adalah Sinovac," kata dia dalam diskusi, Selasa (5/1).

Namun, Sarmidi mengakui, sulit untuk mendapatkan informasi mengenai komponen atau bahan yang digunakan dalam proses memproduksi vaksin Sinovac. "Sulit sekali, dan Bio Farma juga belum menyampaikan apa komponennya sehingga kami sampai sekarang belum memutuskan terkait keputusan Bahtsul Masail tentang vaksin Covid-19 ini," tuturnya.

Sarmidi dalam kesempatan itu menjelaskan, vaksin pada dasarnya harus halal dan suci. Haram hukumnya menggunakan vaksin yang berbahan haram dan najis. Namun, dia menambahkan, penggunaan vaksin tersebut dapat dibolehkan jika dalam kondisi darurat dan tidak ada vaksin yang halal dan suci.

"Vaksinasi hukumnya wajib bagi orang yang jika tidak divaksinasi akan menyebabkan penyakit berat yang mengancam jiwa berdasarkan pertimbangan ahli," tuturnya.

BPOM hingga kemarin belum mengeluarkan EUA bagi vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Meski begitu, menurut Juru Bicara Vaksinasi BPOM Rizka Andalusia, pihaknya mematok target EUA bisa dirilis sebelum jadwal vaksinasi yang disiapkan pemerintah pada pertengahan bulan ini.

BPOM melakukan pengujian untuk penerbitan EUA berdasarkan hasil uji klinis di Bandung, Jawa Barat, Turki, dan Brasil. Sejauh ini, efikasi vaksin berdasarkan uji klinis di Bandung belum diumumkan. Meski begitu, uji klinis di Turki digadang-gadang mencapai efikasi 90 persen dan di Brasil melampaui 50 persen. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan penggunaan vaksin hanya boleh jika efisiensinya di atas 50 persen.

Sedangkan, Kepala BPOM Penny K Lukito kemarin menyatakan, Coronavac, nama vaksin Covid-19 produksi Sinovac, terbuat dari bahan-bahan yang aman bagi manusia. "Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, Badan POM dapat memastikan bahwa vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya," kata Penny di Jakarta, Selasa (5/1).

Ia mengatakan, untuk menjamin mutu Coronavac, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin. Evaluasi mencakup pengawasan dari bahan baku, proses pembuatan, hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.

BPOM bersama tim, kata dia, telah melakukan inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin Coronavac di Cina. Ia menegaskan, BPOM akan terus mengawal keamanan vaksin tersebut meski nanti sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau EUA.

Dalam proses itu, lanjut dia, BPOM berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan serta Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) untuk melakukan pemantauan.

Pemantauan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), kata dia, dilakukan terhadap pelaporan yang diterima dari tenaga kesehatan atau industri farmasi pemilik vaksin atau masyarakat untuk memastikan keamanan vaksin setelah beredar.

Kepala BPOM mengatakan, sesuai pedoman WHO, kejadian ikutan dengan perhatian khusus (KIPK) dari vaksinasi Coronavac akan diamati secara aktif oleh Kementerian Kesehatan, Komnas/Komda PP KIPI dan WHO.

"Jika ada efek samping serius maka laporan harus disampaikan ke Badan POM dalam waktu 24 jam sebagai laporan awal sejak mengetahui adanya informasi tersebut. Industri farmasi pemilik EUA juga harus memastikan terlaksananya pelaporan oleh distributor dan rumah sakit/puskesmas," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat