Ilustrasi shalat shubuh. | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Khazanah

Menakar Waktu Shalat Subuh

Fajar shadiq adalah penentu waktu shalat Shubuh.

OLEH UMAR MUKHTAR

Shalat adalah ibadah fardhu terjadwal yang sudah ditetapkan syariat. Karena itu, amat penting ketepatan waktu kapan dimulai dan berakhirnya shalat yang dijalankan setiap hari, termasuk shalat Subuh.

Pakar Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Hasanudin Abdul Fatah MA, menjelaskan, waktu shalat Subuh yaitu pada saat terbitnya fajar shadiq. "Waktu shalat telah dijelaskan dengan rinci, (yaitu dari) terbitnya fajar sampai terbenam matahari. Nash-nya kan begitu. Dan, waktu Subuh itu adalah pada waktu fajar shadiq," tutur dia kepada Republika, Ahad (27/12).

Karena itu, Hasanudin menyampaikan, bila menunaikan shalat Subuh sebelum adanya fajar shadiq, tidak sah shalat tersebut. "Tidak sah karena salah satu syarat sah itu adalah masuknya waktu yang telah ditetapkan," ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Hasanudin menanggapi perbedaan pendapat terkait penetapan waktu shalat, dalam hal ini shalat Subuh. Menurut dia, sejauh ini tidak ada perbedaan pendapat terkait perhitungan derajat penetapan waktu shalat Subuh. Ia menambahkan, perhitungan manusia terkait derajat matahari sesuai dengan ketentuan masing-masing.

“Kalau keyakinan mereka itu sekian derajat di bawah ufuk, misalnya, sedangkan yang lain sekian derajat, ya itu ijtihad mereka. Secara hisab, saya kira tidak ada perbedaan pendapatnya," kata dia menjelaskan.

Masyarakat Muslim, Hasanudin menambahkan, diperbolehkan mengikuti pendapat mana pun asalkan pendapat itu berdasarkan dalil, dasar atau argumen, dan ilmu. Dia mengatakan, perbedaan pendapat dalam fikih ibarat memasuki warung masakan Padang di mana terdapat banyak menu yang bisa dipilih. Jika datang bersama satu keluarga, tentu semuanya akan memilih menu yang berbeda-beda.

"Masalah fikih ijtihadi itu terserah mau memilih yang mana. Tidak masalah berbeda pendapat. (Shalatnya) sah, asalkan kembali pada nash. Sudah terbit fajar shadiq belum? Kalau patokan mereka adalah fajar shadiq, dan menurut perhitungan mereka bahwa fajar shadiq di sekian derajat itu sudah terbit, ya itu tanggung jawab mereka, itu ilmu mereka," tutur dia.

Hasanudin menambahkan, hal yang salah dalam hal ini adalah ketika berpatokan pada fajar kazib saat menentukan waktu shalat Subuh. “Fajar kazib ini fajar pertama sebelum fajar shadiq. Belum terang betul," ujar dia menjelaskan.

Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Prof Dr Huzaemah T Yanggo MA menjelaskan, tentu tidak sah jika shalat sebelum masuk waktunya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah an-Nisa ayat 103, “…Tegakkanlah shalat (karena) sesungguhnya shalat itu atas orang yang beriman (kepada Allah) adalah suatu ketetapan yang ditentukan waktunya ...."

"Alquran bilang begitu, sesuai dengan waktunya, waktunya tertentu. Kalau ada perbedaan pendapat, tentu kita mengambil mana pendapat terkuat," tutur dia.

Menurut Huzaemah, tidak masalah jika memundurkan waktu shalat sekitar lima menit untuk menjaga kehati-hatian sekaligus untuk menghilangkan perbedaan pendapat terkait penetapan waktu shalat.

“Bisa dibilang dimundurkan sedikit, sedikit saja, jangan banyak-banyak juga. Kalau sampai 1 jam, tidak benar juga. Orang-orang yang azan di masjid kita itu kan selalu 5 menit lebih lambat dari waktu yang ditentukan karena mungkin untuk menjaga kehati-hatian untuk menghilangkan perbedaan pendapat," kata dia.

Terlepas dari hal itu, Huzaemah mengatakan, bagi setiap Muslim sudah seharusnya mengikuti apa yang telah ditentukan oleh ahli ilmu falak dalam hal ketetapan waktu shalat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat