Masjid Baitul Mughni, Jakarta, menempati areal 6.000-an meter persegi di lokasi amat strategis di Kavling 26 Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, merupakan wakaf dari Guru Mughni, ulama kondang Betawi tahun 1940-an | DOKREP

Khazanah

IWN Dorong Perkembangan Wakaf

Riset mengenai Indeks Wakaf Nasional (IWN) terjalin atas kerja sama empat kampus

JAKARTA -- Dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Syariah Dr Irfan Syauqi Beik mengungkapkan, belum adanya indikator yang menjadi acuan kondisi perwakafan di Indonesia, baik secara mikro maupun makro, membuat wakaf sulit berkembang.

Irfan pun mengusulkan adanya Indeks Wakaf Nasional (IWN) untuk menyelesaikan berbagai permasalahan wakaf, seperti kurangnya profesionalisme nazir, minimnya dukungan anggaran negara, dan sedikitnya data serta perkembangan wakaf antarwilayah dan waktu yang tak bisa dibandingkan.

Padahal, dia menyebut Indonesia memiliki potensi wakaf yang besar. Menurut Kementerian Agama, wakaf tanah di Indonesia pada 2020 memiliki potensi seluas 52.475 hektare, sedangkan potensi wakaf uang senilai Rp 3 triliun.

"Untuk meningkatkan kinerja, kita perlu alat ukur atau measurement standar yang bisa dijadikan sebagai referensi sekaligus sebagai alat untuk menilai aspek pertanggungjawaban, akuntabilitas, dan transparansi yang ujungnya nanti akan meningkatkan kepercayaan publik,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, kemarin.

Suatu indeks diperlukan sebagai panduan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan wakaf yang efektif yang didasarkan research-based policy. Kebijakan itu harus didasarkan pada studi mendalam, efektif, dan tepat serta memberikan dampak yang positif. “Kami melakukan riset serta mengembangkan indeks wakaf nasional,” kata dia menjelaskan.

Riset mengenai Indeks Wakaf Nasional (IWN) merupakan Riset Kolaborasi Indonesia (RKI) yang terjalin atas kerja sama empat kampus, yaitu IPB University, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, serta Universitas Airlangga. Gagasan IWN ini juga didasarkan pada pertumbuhan yang terjadi dalam gerakan zakat.

Dalam kurun empat tahun ( 2015-2019) terjadi lonjakan hampir tiga kali lipat pengumpulan zakat. Hal ini disebabkan desain sistem kelembagaan zakat didasarkan pada measurement standar yang disebut Indeks Zakat Nasional (IZN).

 

 

Hari ini PR besarnya wakaf itu adalah sosialisasi konten wakaf ke masyarakat

 

 

IRFAN SYAUQI BEIK, Dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Syariah 
 

 

IZN memiliki banyak komponen yang menjadi fokus dalam pengembangan kebijakan pengelolaan zakat yang ujungnya mengarah pada upaya optimalisasi pengelolaan zakat itu sendiri. Dia menilai, penyusunan indeks wakaf harus dilakukan sejumlah prinsip agar pada saat diimplementasikan dapat memberikan dampak seperti yang diharapkan.

“Kami mendasarkan pada lima prinsip yang kita singkat "SMART" yaitu Specific, Measurable, Applicable, Reliable dan Timely,” kata dia.

Irfan berharap riset tentang IWN ini dapat merefleksikan kinerja sistem perwakafan nasional secara komprehensif. Dia pun meminta dukungan dari Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengenai hasil studi ini agar bisa diadopsi otoritas terkait.

"Ini bisa memperkuat literasi wakaf dan penguatan keilmuan wakaf sebagai dasar penguatan kelembagaan nazir wakaf serta mendorong penguatan database wakaf nasional,” ujar dia menjelaskan.

Ketua Forum Zakat (FoZ) Bambang Suherman menilai, gagasan indeks wakaf nasional (IWN) merupakan langkah yang sangat produktif jika terealisasi. Adanya IWN dinilai mampu membuka ruang literasi kepada masyarakat tentang wakaf. Keberadaan indeks tersebut akan melengkapi informasi wakaf yang dibutuhkan.

"Itu akan melengkapi banyak informasi yang nanti pada akhirnya dibutuhkan, meski memang hari ini PR besarnya wakaf itu adalah sosialisasi konten wakaf ke masyarakat," ujar dia, Ahad (27/12).

Bambang mengatakan, ada beberapa lembaga amil yang berdiri di bawah FoZ yang memilih fokus pada wakaf. Secara umum lembaga-lembaga amil itu dalam proses belajar menumbuhkan organisasi. Pola belajar, baik di zakat maupun wakaf, secara kultural adalah melihat atau mencontoh lembaga-lembaga yang lebih dulu eksis.

"Kalau nanti dilihat dan ternyata memberi efek produktif pada kepercayaan publik terhadap lembaga, teman-teman anggota FoZ akan ikut alur ini atau model ini," ujar dia.

Untuk saat ini, lanjut Bambang, lembaga amil yang dapat dijadikan contoh dalam mengembangkan wakaf, di antaranya Dompet Dhuafa, Daarut Tauhid Peduli Umat, dan Al-Azhar Peduli Umat. Namun, ketiga lembaga tersebut pun belum menggunakan indeks wakaf.

Menurut dia, belum ada pola yang baku dalam pengembangan wakaf. Bambang mencontohkan, fokus Dompet Dhuafa dalam mengembangkan wakaf, yaitu memastikan setiap aset wakaf yang masuk dikelola secara produktif.

Tujuan utamanya menghasilkan portofolio pengelolaan aset wakaf. Semua aset wakaf diarahkan untuk memiliki aliran pendapatan sendiri agar bisa tumbuh menjadi salah satu faktor penting dalam menumbuhkan perekonomian negara karena menciptakan ruang masuknya investasi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat