Pegiat dakwah konsultasi keluarga Ustazah Nurul Hidayati | Dokumen pribadi

Opini

Suka Duka Dakwah Konsultasi Keluarga

Banyak sekali persoalan di tengah masyarakat bersumber dari keluarga yang tidak kokoh.

 

USTAZAH NURUL HIDAYATI

Pegiat dakwah keluarga

 

Sekitar tahun 2014, ada kiriman chat WA dari seorang ibu. Dia mengajak bertemu. Ia mengenal saya di sebuah majelis. Kebetulan bahasan waktu itu  tentang mitsaaqul usrah dalam Islam. Tema tentang keluarga.

Saya ajak dia bertandang ke rumah saya di Perumnas Teluk Jambe Karawang. Di sana  si wanita ini mulai bercerita tentang permasalahan yang sedang dialami.

Sambil menangis dan sesekali menyeka air mata. Lalu tetiba ia menyingkap lengan bajunya. Ya Allah ya Rabbi, saya terperanjat. Hati saya nyeri melihatnya. Tampak bekas pukulan biru lebam yang cukup banyak. Rupanya terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tak hanya fisik, kejahatan ini juga berlangsung secara psikis yang membuat si wanita ini mengalami demotivasi. 

Setelah konsultasi, si ibu ini memilih berdamai dengan keadaan. Memilih bertahan walau sering tersakiti. Masya Allah, kesabarannya itu ternyata berbuah manis. Suaminya perlahan berubah makin baik dan keluarga mereka selamat dari perpisahan. Alhamdulillah.

Di sini saya teringat pesan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali (1058-1111 M). Dalam Minhajul Abidin, dia mengimbau pembacanya (atau umat Islam secara keseluruhan) untuk bersabar (Alayka bis shabri/ عَلَيْكَ بِا لصَّبْر). Fungsi sabar adalah untuk mencapai esensi ibadah (التَّوَصُّلُ اِلَى الْعِبَادَةِ وَ حُصُوْلُ الْمَقْصُوْدِ مِنْهَا). Sebab seluruh perkara ibadah dibangun dengan dasar sabar dan kesulitan (مَبْنَى أَمْرِ الْعِبَادَةِ كُلُّهُ عَلَى الصَّبْرِ وَ احْتِمَالُ الْمَشَقَّاتِ). Kemudian di dalam akhlak terpuji ini terkandung kebaikan dunia dan akhirat. Dengan kesabaran, seseorang akan memperoleh keselamatan dan kesuksesan.

 

 

Dunia merupakan tempat segala cobaan (darul mihnah). Mereka yang tinggal di dalamnya harus menghadapi ujian dengan segala kompleksitasnya.  

 

HUJJATUL ISLAM IMAM AL-GHAZALI dalam Kitab Minhajul Abidin
 

Sabar bisa berarti menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum Islam. Menahan diri dalam keadaan lapang dan keadaan sempit dan dari hawa nafsu yang menggoyahkan iman, meninggalkan kebahagiaan dan kenikmatan sesaat. Intinya adalah mengendalikan diri kita, tetap berpikir jernih, strategis, dan taktis dalam menghadapi tantangan hidup, dengan disertai serah diri kepada Allah.

Dalam hubungan suami-istri, di antara bentuk sabar adalah mengendalikan, bahkan menahan emosi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Sehingga tidak memukul dan melukai pasangan tercinta. Kemudian mengarahkannya dengan hikmah dan nasihat kebaikan. Kalau pun berdebat, maka hal itu dilakukan dengan cara yang baik, tetap menggunakan nalar, menjauhkan ego, dan melihat kemaslahatan keutuhan keluarga.

Pengalaman dakwah ini memotivasi saya untuk membaca lebih banyak literatur. Saya sendiri bukan psikolog. Tidak punya ilmu tentang kejiwaan. Saya hanya punya telinga untuk mendengarkan, lisan untuk bertutur sedikit menghibur, dan pelukan hangat untuk sekadar membuat mereka merasa punya tempat untuk berbagi.

Mungkin cara ini si ibu yang curhat kepada saya tadi merasa dimanusiakan di saat dirinya dipojokkan pasangan hidupnya. Kemudian merasa senang. Gairah hidupnya bangkit kembali. Lalu bersabar dan bertawakkal kepada Allah.   

Seiring perjalanan waktu, ternyata banyak kasus keluarga yang dikonsultasikan. Ini menuntut saya harus belajar hal-hal baru. Saya mulai mempelajari  UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Alhamdulillah, kadang ada kesempatan mengikuti acara sosialisasi dan penjelasan dari dinas terkait. Baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Jadi bertambah ilmu. 

Saya juga belajar dari teman-teman di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) tentang bagaimana mendampingi klien ke dokter forensik di rumah sakit, bagaimana alur untuk pelaporan ke unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) kepolisian resor (Polres) dan satuan remaja, anak, dan wanita (Renakta) di tingkat kepolisian daerah (Polda).

Juga bagaimana proses mediasi di pengadilan agama. Hingga pernah menjadi saksi ahli di ruang sidang. Masya Allah, pengalaman-pengalaman tersebut sungguh menjadi guru berharga. Saya tak pernah merencanakan untuk bisa melakukan itu semua. Saya jalani saja seperti air mengalir yang gemericiknya menenangkan hati orang-orang di sekitarnya.

photo
Keluarga nelayan (kiri) menyambut kedatangan salah seorang dari empat Anak Buah Kapal (ABK) KM Rajawalet 02 yang terdampar di perairan Myanmar saat tiba di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/12/2020). Kapal ikan KM Rajawalet 02 mengalami kerusakan mesin dan hanyut terbawa arus ke perbatasan perairan Myanmar sejak 18 Desember 2020 dan kemudian diselamatkan kapal ikan KM Pusaka Esa - (AMPELSA/ANTARA FOTO)

Tak sekadar empati

Menjadi konselor keluarga rupanya tidak cukup berbekal empati, tapi harus juga memahami konsep Islam tentang kehidupan berumah tangga. Karena pernikahan adalah Ibadah yang paling lama. Dari mulai akad sampai ajal tiba. Perlu bekal ilmu untuk mengarunginya agar sesuai dengan aturan syariat. Surah At-Tahrim ayat 6, adalah bekal mendasar untuk berkeluarga 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Dalam satu kesempatan lain, ada pasangan suami istri yang menemui kami. Istrinya menyampaikan bahwa suaminya sangat mudah mengucapkan kata "talak". “Sudah tidak terhitung,” katanya. Sang Istri takut hubungan mereka tidak sah dan mereka berzina selama ini. Ketika saya tanya suaminya kenapa mudah mengucapkan kata talak, ia mengatakan tidak tahu ilmunya dan sulit mengontrol emosi. 

Dalam kondisi seperti ini tentu tidak cukup hanya menjadi pendengar. Saya harus mengarahkan mereka. Tentu ini butuh ilmu tentang syariat dan fikih. Sementara latar belakang pendidikan saya "Pendidikan Agama Islam" tidak memadai kalau menyangkut ranah hukum Islam. Mau tak mau saya harus terus belajar lagi.

Saya jadi sering konsultasi dengan guru-guru saya yang pakar di bidangnya. Saya mulai mendalami buku-buku fikih. Terutama tentang  fikih munakahat. Tak terasa kitab Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1915-2000) yang empat jilid itu selesai dibaca. Bahkan saya membaca beberapa bab berulang-ulang untuk dibahas di beberapa majlis. Awalnya karena dipaksakan, tapi akhirnya saya terbiasa dan menyelami samudera permasalahan keluarga.

Perhatian pemerintah tentang persoalan keluarga juga semakin besar. Mengingat keluarga adalah basis paling dasar dari ketahanan sebuah negara. Jawa Barat mempunyai Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

Tujuannya untuk mewujudkan dan meningkatkan kemampuan, kepedulian, serta tanggung jawab pemerintah daerah, keluarga, masyarakat, dan dunia usaha dalam menciptakan, mengoptimalisasi keuletan dan ketangguhan keluarga. Kabupaten Karawang juga membuat Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

Kebijakan tersebut menggerakkan masyarakat untuk lebih intens menjaga keutuhan keluarganya. Mendidik anggota keluarga sebaik mungkin, sehingga berakhlak mulia dan berpengetahuan luas. 

Namun kebijakan tersebut belum berjalan maksimal. Banyak sekali persoalan di tengah masyarakat bersumber dari keluarga yang tidak kokoh, baik secara spiritual, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Membenahi keluarga Indonesia menjadi keniscayaan. Sebab dari sinilah sumber daya manusia dan masa depan bangsa ini berasal. Mereka harus menjadi manusia beriman, berakhlak mulia, peduli sesama, menjaga persatuan dan membangun bangsa. Di sanalah seorang konselor punya peran cukup penting. Di antaranya untuk memberi input strategis yang mempertahankan, membangun, dan memaksimalkan potensi keluarga. 

 

Disalahkan

Sebuah kasus lain, ada suami istri yang rumah tangganya di ujung perceraian. Alasannya cukup sepele. Mereka tidak nyambung jika berkomunikasi. Beberapa kali konsultasi, tetapi tidak menunjukkan progres yang bagus. Sampai saya ajak mereka berdua untuk konsultasi kepada Psikolog profesional. Saya dampingi mereka dengan harapan sumber masalah bisa terurai.

Hingga jelang dini hari saya baru sampai rumah. Tiba-tiba pagi hari bakda subuh si istri mengirim pesan WA ke saya dengan nada marah. Katanya "Ibu bawa kami ke psikolog bukan menyelesaikan masalah tapi membuat masalah kami makin berat, suami saya malah jadi yakin untuk bercerai!." Ya Rabb...jadi konselor tidak cukup bermodal niat baik, tapi juga kadang siap disalahkan.

Akhirnya saya hubungi lagi pasangan ini dan janjian malamnya untuk bertemu lagi. Saya juga didampingi suami yang alhamdulillah mendukung dakwah saya dengan cinta. Di tengah kesibukannya mengaktualisasikan diri, suami saya mau, bahkan sering terlibat juga dalam dakwah saya ini. Dia memberikan sudut pandang tentang keutuhan keluarga berdasarkan pandangan sebagai suami.

Kami habiskan malam itu untuk membedah hubungan mereka selama ini. Juga tentang keegoisan masing-masing. Kami singgung nasib putri cantik mereka dan segala hal yang menjadi makna hidup mereka. Sesuatu yang berharga dan mereka bela bersama.

Hingga pertemuan di cafe malam itu berakhir jelang dini hari. Ending-nya? Alhamdulillah keluarga ini tetap utuh hingga hari ini. Mudah-mudahan menjadi lebih baik lagi.

Berada di dunia konseling keluarga ini membuat proses belajar tiada pernah berhenti. Kami mulai akrab dengan istilah-istilah psikologi. Alhamdulillah, banyak pelatihan dan seminar yang memasilitasi kami. Dari RKI atau lembaga yang lain.  Saya belajar tentang tahapan penyesuaian terhadap krisis mulai denial (penyangkalan), anger (kemarahan), depresion (depresi), bargaining (negosiasi), acceptance (penerimaan), hope (harapan). Ilmu-ilmu ini semakin membuat kami percaya diri saat mendampingi orang-orang yang sedang mengalami krisis, tertekan, atau berada dalam kegentingan.

Saya juga belajar bagaimana manusia menempatkan diri sesuai dengan fitrahnya. Beruntung saya bisa ikut kelas belajar Fitrah Based Education bersama Ust Hari Santosa, juga tentang Maskulinitas dan Femininitas Bunda dari psikolog Ust Adriano Rusfi. Rupanya semakin banyak kita belajar, rasanya semakin haus ilmu dan menyadari betapa luas ilmu Allah. Hikmahnya, ketika menghadapi banyak masalah dari klien, saya bisa melihat dari berbagai sudut pandang.

Lelah……?

Kadang saya merasa lelah menampung banyak keluhan orang. Kata guru saya yang juga aktif dalam konsultasi keluarga Cahyadi Takariawan, menjadi konselor itu seperti tong sampah. Harus mau menampung 'sampah' keluh kesah dan masalah orang. Karena itu harus sering dibersihkan.

Di satu sisi kita sendiri punya masalah, dan pada waktu bersamaan juga harus menampung dan ikut memikirkan masalah orang lain.  Tetapi janji Allah selalu kami ingat, sebagaimana disabdakan Rasulullah dari Abu Hurairah, "Jika kita memudahkan/ membantu urusan orang lain maka Allah akan memudahkan semua urusan kita pada hari kiamat nanti." (HR Muslim) 

Maka saya  dituntut belajar mengelola diri dan keluarga sendiri. Bersyukur saya punya suami dan anak anak yang selalu mendukung dakwah ini. Inilah bagian dari kontribusi keluarga kami, berkhidmat melayani ummat dengan membantu keluarga-keluarga lain. Sebuah kebahagian tak terhingga ketika pasangan-pasangan suami istri itu bisa melewati masa krisisnya kemudian keluarganya menjadi harmonis. Anak-anaknya tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih.

Saat lelah dan jenuh datang, teringat sabda Rasulullah SAW, yang artinya "Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia lain. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh." (HR. Thabrani) Syaikh Al Albani mengatakan hadis ini hasan (baik).

Ya, berawal dari modal telinga. Rupanya bisa menjadi wasilah keluarga-keluarga mendapat hidayah. Agar kembali ke pangkuan Islam. Membangun surga di dunia. Menjadi madrasah generasi peradaban masa depan.

Semoga ini menjadi inspirasi bagi pembaca. Untuk para ibu teruslah belajar dan bermanfaat, karena kita adalah rahim generasi penerus bangsa ini. Mari terus menggapai  ilmu Allah, dan menjadi wasilah hidayah bagi orang lain.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat