Sayuran kerap dikonsumsi vegetarian. | ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Khazanah

Vegetarian dalam Pandangan Islam

Jika menjadi vegetarian tanpa mengharamkan diri dan orang lain, itu masih dibenarkan.

OLEH ALKHALEDI KURNIALAM

Saat ini, tak sedikit orang yang memilih menjadi vegetarian. Artinya, orang itu hanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan alias tidak makan bahan pangan hewani.

Alasan menjadi vegetarian juga cukup beragam. Ada yang karena kepercayaan, gaya hidup, bahkan alasan menjaga lingkungan. Lantas, bagaimana Islam memandang praktik vegetarian ini?

Ulama terkemuka Tanah Air yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, mengatakan, panduan dan teladan hidup seorang Muslim adalah Alquran dan sunah Nabi Muhammad SAW.

Menjadi seorang vegetarian, menurut Kiai Nasaruddin, akan banyak bertentangan dengan ajaran Islam. Ia mencontohkan, kewajiban berkurban pada Idul Adha, anjuran untuk melakukan akikah dengan memotong kambing, hingga sunah Rasulullah yang mengonsumsi sumber makanan hewani.

“Ada beberapa syariat yang menganjurkan memotong hewan lalu dimakan. Kalau kita melarang orang makan daging, akan bertentangan dengan yang disyariatkan Islam,’’ kata dia kepada Republika, pekan lalu.

“Lebih terlarang lagi, kalau berkurban, tapi ternyata tidak dimakan dagingnya dan dibuang, itu mubazir,” kata dia menambahkan.

Ia menerangkan, dua hari raya umat Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha, memiliki hikmah yang salah satunya adalah agar umat Islam memberi asupan tubuh dengan gizi seimbang. Kewajiban zakat dengan bahan makanan pokok saat Idul Fitri berarti seorang Muslim harus terpenuhi asupan karbohidratnya dan Idul Adha yang diwajibkan berkurban hewan berarti seorang Muslim harus memenuhi asupan proteinnya.

“Islam itu menganjurkan keseimbangan gizi, keseimbangan antara protein dan karbohidrat. Tanpa protein, tubuh lema. Kalau protein tanpa karbohidrat, akan ada masalah juga,” ujar dia.

Kendati demikian, jika pilihan menjadi vegetarian karena selera saja tanpa mengharamkan diri dan orang lain untuk memakan daging, itu masih dibenarkan. Alasan seorang menjadi vegetarian karena memiliki masalah kesehatan juga bisa dibenarkan.

“Tapi, kalau mengharamkan yang dihalalkan Allah, itu nggak boleh. Kalau nggak mau makan, jangan suruh orang berhenti makan, tidak boleh melarang orang makan daging karena Nabi makan daging,” katanya.

Terkait hal itu, Kiai Nasaruddin kemudian mengutip surah al-Maidah ayat 87: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."

photo
Tenaga pelaksana gizi desa mengenalkan jenis sayuran dan buah bergizi kepada anak saat peluncuran rumah gizi desa, di Desa Blang Panyang, Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (28/11/2020). Peluncuran rumah gizi itu gerakan masyarakat mekampanyekan hidup sehat (Germas) melalui akses pangan bergizi dan praktik pengasuhan gizi ibu dan anak untuk mencegah gagal tumbuh pada anak balita (stunting) akibat kekurangan gizi kronis terutama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) - (ANTARA FOTO/Rahmad)

Adapun pendapat yang menyebut pilihan menjadi seorang vegetarian adalah untuk menjaga kelestarian hewan atau menjaga lingkungan, menurut dia, hal itu tidak bisa dibenarkan. Hal ini karena ajaran Islam hanya membolehkan mengonsumsi hewan-hewan yang cara berkembang biaknya mudah, seperti sapi, kambing, dan ayam.

"Allah itu Maha Adil, jadi hewan yang boleh dikonsumsi orang biasanya cepat perkembangannya. Kalau hewan langka, seperti harimau, itu tidak boleh dimakan. Jadi, alam ini tidak akan menderita jika yang memakannya adalah manusia, tapi kalau dimusnahkan begitu saja tanpa dimakan, itu yang akan menjadi masalah."

Pengertian

Penggunaan Istilah vegetarian diketahui sudah sejak 1839, Kata ini diambil dari ‘vegetus’, yang berasal dari bahasa Latin, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (namun banyak yang mengaitkannya dengan kata vegetable (sayur) dan penambahan sufiks -arian).

Awal mula kemunculan istilah ini, terkait dengan Alcott House, yaitu sebuah tempat edukasi yang berlokasi di sebelah utara dari Ham Common, London, yang dibuka pada bulan Juli 1838 oleh James Pierrepont Greaves, yang pada tahun 1841 dikenal sebagai Concordium, atau Industry Harmony College, yang ketika itu lembaga ini mulai menerbitkan pamflet-pamflet mereka sendiri yang berjudul "The Healthian", yang diyakini merupakan kemunculan terawal penggunaan istilah 'vegetarian'.

 

 

Pada prinsipnya, segala makanan itu halal kecuali yang diharamkan, jangan dibalik menjadi segala sesuatu itu haram kecuali yang dibolehkan.

 

PROF DR NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal
 

Sebelum tahun 1847, mereka yang tidak makan daging secara umum dikenal sebagai Pythagorean dan kegiatan atau gaya hidupnya disebut sebagai Sistem Pythagorean, sesuai dengan Pythagoras 'vegetarian' dari Yunani kuno.

Istilah vegetarisme diciptakan pada tahun 1847. Pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September tahun itu oleh Joseph Brotherton dan lain-lain, di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu adalah pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris.

Definisi asli dari vegetarisme adalah dengan atau tanpa telur dan hasil ternak perah, dan definisi ini masih digunakan oleh Vegetarian Society hingga sekarang. Meskipun begitu, kebanyakan vegetarian di India tidak memasukkan telur ke dalam diet mereka, seperti juga mereka dari wilayah Mediterania klasik.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat