Adegan dalam film Nougat. | Erdy Nasrul/Republika

Geni

Film Nougat: Kisah Epik di Balik Karantina Covid-19

Film Nougat menjadi debut Dian Sastrowardoyo menjadi sutradara di tengah pandemi Covid-19.

Lima sutradara membuat lima karya film pendek tentang pengalaman selama karantina pandemi Covid-19. Film Omnibus Quarantine Tales ini dibuat oleh Aco Tenri, Dian Sastrowardoyo, Ifa Isfansyah, Jason Iskandar, dan Sidharta Tata. 

Film yang mulai tayang di platform bioskoponline.com pada 18 Desember itu dimulai dari kisah yang ditulis oleh Dian Sastrowardoyo. Film pendek berjudul Nougat ini menceritakan tiga orang kakak beradik, yaitu Ajeng (Adinia Wirasti), Ubay (Marissa Anita), dan Deno (Faradina Mufti).

Sejak orang tuanya meninggal pada 2010, ketiganya memiliki kehidupan masing-masing dan terbiasa melakukan komunikasi via panggilan video saja. Mereka hampir tidak pernah bertatap muka. Adinia menjelaskan, selain sangat erat dengan kondisi pandemi, perannya juga memiliki banyak makna, terutama tentang hubungan dalam keluarga. 

Menurut dia, karakter Ajeng yang diperankannya cukup unik sebab Nougat merupakan film pendek, tapi dunianya luas. "Ini bukan hanya bisa dilihat dari sisi pandemi, melainkan juga bagaimana Ajeng menjadi jembatan di keluarganya," ujar Adinia dalam konferensi pers virtual pada Rabu (16/12).

Ini debut Dian Sastrowardoyo menjadi sutradara film. Dia dan tim harus menjalani syuting dengan mematuhi protokol kesehatan. Meski serbaterbatas, semua pihak yang terlibat tetap maksimal memberikan yang terbaik. 

"Kami lumayan sadis, memastikan area bersih, mewajibkan hasil swab dan tetap pakai masker. Semua jadi nyaman banget. Kru dan aktor sama-sama enak kerjanya," kata Dian.

photo
Artis Dian Sastrowardoyo - (Muhammad Adimaja/Antara)

Film Prankster

Sementara, film pendek yang ditulis dan disutradarai oleh Jason Iskandar berjudul Prankster. Sinema ini diperankan oleh Roy Sungkono sebagai Didit Iseng dan Windy Apsari sebagai Aurel. 

Bagi Roy, tantangan dalam film ini bukan terkait kondisi pandemi, melainkan justru tentang karakter yang dia mainkan. Dia berperan sebagai seorang Youtuber terkenal dengan konten prank-nya.

"Yang menjadi tantangan adalah menjaga energi di film ini karena nanti ceritanya lagi live dan harus bisa membawa itu, harus bisa menjaga dan menyampaikan energinya," ujar Roy. 

Meski memiliki garis besar tentang pandemi, kelima cerita Quarantine Tales memiliki warna masing-masing.

Rangkaian film pendek berikutnya adalah Cook Book yang disutradarai Ifa Isfansyah. Saat virus mengancam kehidupan manusia, semua harus menjalani karantina di dalam rumah. Halim (Verdi Soelaiman) seorang chef masakan Cina berusia 50 tahun mengisi masa karantina dengan menulis sebuah buku resep.

Lantas, bagaimana jadinya jika seusai buku tersebut selesai justru membawanya pada sebuah pertemuan virtual dengan wanita berusia 18 tahun bernama Li (Brigitta Cynthia) Li mengatakan bahwa dirinya dan Halim adalah dua manusia yang tersisa di dunia. Mereka harus bersama untuk melahirkan keturunan dan menciptakan peradaban baru. 

Fenomena giveaway juga ditumpahkan dalam film pendek keempat. Sinema berrjudul Happy Girls Don't Cry disutradarai Aco Tenri. Film ini berkisah tentang Adin (Arawinda Kirana) yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dia mendapat hadiah iMac dari Youtuber favoritnya.

Di tengah kebahagiaannya, Adin dihadapkan pada kondisi kedua orang tuanya yang kehilangan pekerjaan karena pandemi. Apa yang akan dilakukan Adin jika kedua orang tuanya memintanya menjual iMac tersebut untuk biaya bertahan hidup selama pandemi.

Penutup rangkaian film omnibus ini adalah The Protocol karya Sidharta Tata. Kisah ini bermula saat Sang Perampok (Abdurrahman Arif) panik ketika mitranya, Icuk (Kukuh Prasetya), mendadak tewas setelah batuk-batuk.

Sang perampok dihantui kebingungan. Di satu sisi, dia takut tertular virus mematikan dan ingin meninggalkan Icuk. Di sisi lain, ia tak tega membiarkan sang kawan begitu saja. 

Menguburkan Icuk di sebuah hutan adalah pilihan yang diambil sang perampok. Namun, apa yang terjadi jika ternyata lokasi yang dipilih sebagai tempat menguburkan Icuk adalah hutan berhantu?

 
Apa yang terjadi jika ternyata lokasi yang dipilih sebagai tempat menguburkan Icuk adalah hutan berhantu?
 
 

Quarantine Tales rupanya memiliki tantangan cukup sulit bagi beberapa pemain. Salah satu pemeran film Nougat, Adinia Wirasti, menyebut ada hubungan menarik antara tiga kakak beradik dalam tersebut. Ketiganya sudah berada di 'tengah'. Artinya, menganggap teknologi sudah biasa saja.

"Jadi, ya sudah tidak apa-apa kalau enggak ketemu karena punya kesibukan masing-masing. Ketemunya nanti-nanti terus, akhirnya sebulan setahun, 10 tahun," ujar Adinia.

Menariknya, ketiga karakter ini jadi menemukan kenyamanan berkomunikasi secara virtual. Teknologi membuat mereka menganggap remeh sebuah pertemuan dan menilai semua bisa dilakukan virtual. "Itu yang sangat menarik. Dian berani banget bikin film pendek isinya epik," ujarnya.

Film ini merupakan debut pertama Dian Sastrowardoyo sebagai seorang sutradara. Bahkan, di debut pertamanya saja, Dian memberikan tantangan sulit bagi Adinia sebagai seorang aktris. Salah satunya ketika harus bicara pada lawan main, tapi lewat virtual.

 
Dian Sastrodoyo memberikan tantangan sulit bagi Adinia sebagai seorang aktris.
 
 

Itu menjadi pengalaman sangat berkesan bagi Adinia karena dia harus punya virtual feeling sebagai saudara kandung. Begitu pula saat menjalani produksinya, mereka melihatnya ke kamera bukan bertatapan langsung. 

Baik Adinia, Marissa, maupun Faradina hanya bertemu lewat layar. Begitu pula saat pembacaan naskah dilakukan di kediaman masing-masing. "Saya harus berterima kasih kepada Dian untuk pengalaman ini," kata dia.

Banyaknya tawaran syuting film kepada Marissa Anita membuatnya harus menenangkan pikiran dulu sebelum lompat ke film berikutnya. Bahkan, dia harus meminta beristirahat dulu untuk melepas karakter sebelumnya agar bisa total mengerjakan syuting.

Marissa muncul pada bagian Nougat dan Happy Girls Don’t Cry. Muncul dua kali pada dua cerita berbeda menghadirkan tantangan tersendiri baginya. "Jadi, sebelum produksi ini aku sudah ngobrol sama Dian dan Aco," kata dia.

Sebelum syuting dengan Dian, Marissa baru saja selesai syuting film lainnya. Dia meminta Dian tidak langsung melaksanakan syuting dengannya karena Marissa harus melepas karakter dari film sebelumnya untuk masuk ke dalam karakter film Dian.

"Soalnya takutnya karakternya nyatu (belum lepas) gitu. Untung Dian berbaik hati agar aku bisa mengistirahatkan karakterku yang sebelumnya," ujar pemain film Perempuan Tanah Jahanam itu.

 
Untung Dian berbaik hati agar aku bisa mengistirahatkan karakterku yang sebelumnya.
MARISSA
 

Dalam film Nougat, Marissa memainkan karakter sebagai perempuan dewasa dan sosialita. Sementara di film Happy Girls Don't Cry, dia berperan sebagai ibu dari keluarga miskin dan kurang berpendidikan. Happy Girls Don’t Cry memperlihatkan adanya kesenjangan generasi antara ibu dan anak. Sang ibu terlihat gagap teknologi, selalu plonga-plongo ketika sang anak sedang membuat vlog

Hubungan ibu dan anak itu sebelumnya dekat. Namun, saat anak beranjak remaja, dia berkembang jadi manusia berbeda. "Film ini tuh kayak bikin mikir, 'Oh, iya ya benar juga' lalu ketawa tapi bikin meringis," kata Marissa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat