Suhad Saidam mengerjakan masker di bengkel kerjanya di Gaza City, Senin (14/12). | Adel Hana/AP

Kisah Mancanegara

Kisah Sulaman Tangan dari Gaza

Saidam mengirimkan produk masker buatan bengkel kerjanya ke perusahaan milik warga Palestina di Tepi Barat.

OLEH YEYEN ROSTIYANI

 

Hidup di tengah kepungan blokade, kisah keberhasilan usaha menjadi hal langka di Jalur Gaza. Namun, usaha yang dijalankan Suhad Saidam (43 tahun) termasuk di antara kisah langka itu.

"Kami mengirim ekspor tahap pertama 200 masker dua pekan lalu ke Prancis. Pekan lalu mengirim 300 masker ke Jerman, dan sekitar 300 hingga 400 masker akan dikirim ke Inggris dalam beberapa hari ke depan," ujar Saidam di bengkel kerjanya di Gaza City. 

Masker produksi bengkel kerja Saidam memanfaatkan momen Natal di tengah pandemi Covid-19. Produksi masker yang dibuatnya memang dihiasi sulaman tangan khas Palestina, dengan motif terkait Natal.

Masker dengan hiasan Sinterklas, rusa, dan pohon cemara mencapai pasarnya hingga jauh ke Eropa. Produksi ini cukup meningkatkan penghasilan sejumlah pengrajin di Gaza.

Kisah Saidam memang langka di Gaza. Tingkat pengangguran mencapai kisaran 50 persen dan ekspor dari wilayah ini pun amat dibatasi secara ketat oleh Israel.

Saidam mengirimkan produk masker buatan bengkel kerjanya ke perusahaan milik warga Palestina di Tepi Barat. Perusahaan itulah yang kemudian mengekspor barang ke negara lain. 

photo
Pekerja menjahit masker di bengkel kerja di Gaza City, Senin (14/12). - (Adel Hana/AP)

Saidam harus membuat produksinya bisa diizinkan Israel untuk keluar dari Gaza lalu sampai di Tepi Barat. Salah satu syaratnya adalah semua produknya harus terbuat dari kain saja. Barang elektronik berhias seperti jam tangan pun dilarang, kata Saidam.

Israel memblokade Gaza sejak 2007, sejak Hamas memimpin Gaza. Langkah blokade itu juga dilakukan tetangga Gaza, yaitu Mesir. Israel dan Mesir berdalih, blokade dilakukan karena khawatir terjadi penyelundupan senjata dari luar negeri ke dalam Gaza. 

Populasi Gaza kini berjumlah sekitar dua juta orang. Mayoritas dari mereka adalah Muslim dan ada sekitar 1.000 warga beragama Kristen. Namun, komunitas minoritas ini makin menyusut seiring banyaknya dari mereka yang beremigrasi. Namun, hiasan Natal masih terlihat di depan sejumlah toko dan restoran di Gaza.   

Saidam merintis usaha jahit-menjahit sejak 16 tahun silam. Ia kemudian membuka bengkel kerja pada 2017 dengan bantuan badan kemanusiaan Care International, untuk program penyintas kanker payudara. Saidam termasuk salah seorang penyintas kanker.  

Wanita berjilbab ini merekrut sekitar 40 wanita, sebagian besar adalah penyintas seperti dirinya. Tujuannya, agar mereka bisa bekerja di rumah masing-masing sambil menambah penghasilan.

Masker dengan sulaman pohon Natal dijual seharga 15 hingga 20 shekel atau sekitar 65 ribu hingga 87 ribu rupiah. Di Gaza, penghasilan harian pekerja biasanya pada kisaran 30 shekel atau sekitar 130 ribu rupiah.

Wafa Tarifi, seorang warga Ramallah, Tepi Barat, melihat produk masker bertema Natal dipromosikan di Facebook. Ia pun kegirangan ketika produk itu dijual di sebuah bazaar di Ramallah.

"Saya membeli beberapa buah untuk hadiah kepada guru anak-anak saya yang beragama Kristen dan mereka amat menyukainya," kata Tarifi. 

Jika pandemi Covid-19 mereda, mungkin tak akan banyak lagi pesanan masker dalam jumlah besar. Namun, Saidam mengatakan ia akan terus memperkenalkan sulaman tradisional dalam kesempatan atau acara lain. 

"Kami berpikir tentang konsep bahwa sulam tangan ini adalah ciri khas pada gaun-gaun tradisional Palestina," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat