Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian saat wawancara bersama Republika di Jakarta, Kamis (31/10). | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

BSSN Sebut Serangan Siber Melonjak Drastis

Serangan siber teknikal merupakan serangan siber yang mentarget sistem informasi.

JAKARTA — Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, selama periode Januari-November 2020, terjadi lebih dari 423 juta serangan siber. Jumlah ini lebih banyak hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2019. 

Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengatakan, ada dua jenis serangan siber yang terjadi di Indonesia. "Yakni serangan siber yang bersifat teknikal dan serangan siber yang bersifat sosial," kata Hinsa dalam keterangannya yang diterima Republika, Senin (14/12). 

Serangan siber teknikal merupakan serangan siber yang mentarget sistem informasi. Serangan model ini bertujuan mendapatkan akses ilegal ke dalam jaringan dan sistem guna menghancurkan, mengubah, mencuri, atau memodifikasi informasi.

Sementara serangan siber yang bersifat sosial, menarget social networking. Yakni, upaya memengaruhi manusia yang erat kaitannya dengan peperangan politik, peperangan informasi, peperangan psikologi, dan propaganda. 

"Target utama dari serangan siber yang bersifat sosial ini adalah cara pikir, sistem kepercayaan, dan sikap tindak dari manusia yang berinteraksi dengan ruang siber," katanya. 

photo
Sejumlah tersangka dihadirkan saat rilis pengungkapan kasus kejahatan siber di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/10). Bareskrim Polri menangkap sindikat pembobol akun nasabah bank dan aplikasi transportasi daring Grab dengan kerugian mencapai Rp 21 miliar. - (SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO)

Hinsa menegaskan, senjata utama serangan social networking adalah informasi yang direkayasa. Tujuannya untuk mendukung dan memperbesar dampak dari aktivitas lainnya yang dilakukan penyerang.

Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Himawan Bayu Aji juga  mengungkapkan, jumlah kejahatan siber yang melonjak signifikan sepanjang Januari-November 2020 sebanyak 4.250 kejahatan. Kejahatan siber yang berkaitan erat dengan tindak pidana pencucian uang terbagi dua kategori yakni penipuan dan akses ilegal.

"Kalau dihubungkan TPPU, penipuan dan akses ilegal sangat erat hubungannya, Januari-November terus meningkat, November kejahatan siber 4.250 kejahatan, dan diperkirakan akan terus meningkat sampai akhir tahun," ujar Himawan, beberapa waktu lalu.

Himawan mengatakan, hal yang membuat kejahatan siber terus meningkat lantaran penggunaan transaksi menggunakan internet terus meningkat. Apalagi, kata dia, pandemi Covid-19 membuat kegiatan transaksi internet meningkat daripada biasanya.

"Kita melihat dalam pengguna internet terus meningkat sampai hari ini yang menggunakan mobile phone hampir 338 juta melebihi jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kejahatan teknologi informasi juga meningkat karena ada beberapa masyarakat 2-3 punya lebih satu mobile phone untuk transaksi online," ungkapnya.

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun mencatat laporan aliran dana yang masuk terkait kejahatan siber meningkat secara signifikan. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, pada 2014, PPATK baru menerima 246 laporan, sementara pada 2018 sudah mencapai 4.526 laporan.

"Seharusnya kita bergerak lebih cepat dari itu, aliran dana yang masuk PPATK soal kejahatan siber makin meningkat tahun ke tahun," ujar Dian. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat