Petugas KPPS meneteskan tinta kepada pemilih usai melakukan pencoblosan di TPS 10 Pangauban, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Rabu (9/12). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Tajuk

Pilkada Aman Covid!

Kita berkomitmen agar pelaksanaan Pilkada 2020 ini tak menjadi klaster baru penyebaran virus Covid-19.

 

Pesta demokrasi telah digelar. Hari pencoblosan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara serentak dilaksanakan di 270 daerah pada Rabu (9/12).

Warga di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota telah menentukan kepala daerah pilihan mereka untuk periode lima tahun ke depan. Tercatat 100.359.152 pemilih terdaftar memberikan suaranya di 298.852 tempat pemungutan suara (TPS).

Sejumlah hitung cepat lembaga survei pun telah dirilis. Quick count tersebut mesti disikapi sebagai informasi pendahuluan mengenai pasangan calon yang diunggulkan. Sebab, hasil resmi pemenang pilkada tetap menjadi kewenangan KPU RI.

Tahapan pilkada ini juga tidak berhenti pada hari pencoblosan. Masih ada tahapan penghitungan manual dan penetapan calon pemenang. Berikutnya, perselisihan hasil pilkada. Pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan perselisihan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

Ini berarti tahapan pilkada belum usai. Sebagaimana belum usainya tahapan pilkada ini, ancaman gangguan keamanan sosial dan politik tetap terbuka. Kendati sejauh ini belum ada gangguan keamanan sosial dan politik yang cukup berarti, sebagaimana dinyatakan Menko Polhukam Mahfud MD pada jumpa pers Rabu (9/12) sore.

 
Jika pilkada sebelumnya identik dengan kerumunan massa, justru pilkada tahun ini kerumunan massa itu yang harus dihindari.
 
 

Pelaksanaan pilkada di sebagian besar wilayah berjalan dengan aman dan terkendali. Gangguan berupa kekurangan surat suara, kecurangan, serangan fajar, dan lainnya belum dilaporkan terjadi secara masif, terstruktur, dan sistematis.

Mungkin ada laporan mengenai hal ini, tapi kasuistik dan terjadi secara acak. Kita berharap laporan negatif soal pilkada tidak ada penambahan. Namun, ada tahapan pilkada yang masih berlanjut tetap terbuka kemungkinan gangguan keamanan sosial dan politik.

Apalagi, tantangan pilkada serentak tahun ini tak hanya dari gangguan keamanan sosial dan politik. Pilkada kali ini menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni pagebluk penyebaran virus korona.

Pilkada di tengah pandemi Covid-19 tentu memiliki nuansa ataupun tata cara berbeda. Jika pilkada sebelumnya identik dengan kerumunan massa, justru pilkada tahun ini kerumunan massa itu yang harus dihindari.

Pilkada pada era Covid-19 membuat pemilih, peserta, dan penyelenggara pemilu menyesuaikan seluruh tata cara, teknis, dan mekanisme pemilihan agar seturut protokol kesehatan. Tentu saja, guna memenuhi ini, berimplikasi pada penambahan anggaran.

Penyediaan hand sanitizer ataupun masker dan baju hazmat bagi petugas pemilu untuk membantu pemilih terpapar Covid-19 jelas tidak teranggarkan pada pilkada tahun-tahun sebelumnya.

Jika sebelum pelaksanaan Pilkada 2020 digelar ramai kontroversi terhadap potensi penularan Covid-19 yang makin merebak, kita mengharapkan kekhawatiran itu tidak mewujud.

Secercah harapan mengenai ini setidaknya didasarkan pada laporan Satgas Penanganan Covid-19, yang memaparkan tingkat ketaatan pemilih pada protokol kesehatan di daerah yang digelar pilkada rata-rata berada di level 92 persen.

Artinya, mayoritas pelaksanaan pilkada memenuhi persyaratan protokol kesehatan. Data tersebut patut disyukuri. Namun, rasa syukur ini harus diikuti kewaspadaan yang terus ditingkatkan.

 
Alhasil, siap kalah dan siap menang dalam pilkada adalah keniscayaan, tapi menang melawan Covid-19 adalah kemestian. 
 
 

Sebab, euforia hasil hitung cepat bisa meluapkan kegembiraan, yang menihilkan penjarakan fisik ataupun penggunaan masker.

Kebiasaan pada masyarakat kita, rasa syukur dan gembira kerap dirayakan dengan makan-makan, kumpul-kumpul, ngobrol berbagi cerita lika-liku pilkada. Tak ada yang salah dengan bentuk kesyukuran ini, tapi pada masa pandemi beragam kegembiraan ini mesti berbeda.

Bagi yang merasa dirugikan dalam pilkada, bisa jadi juga melakukan kumpul-kumpul tanpa jaga jarak, berbagi skenario apa yang mesti dilakukan, dan strategi lainnya yang memerlukan pertemuan tatap muka. Pun hal ini tidaklah dilarang.

Namun, berbagai perencanaan yang disusun dalam rapat-rapat secara tatap muka, tetap haruslah memperhatikan protokol kesehatan.

Tentu kita berkomitmen agar pelaksanaan Pilkada 2020 ini tak menjadi klaster baru penyebaran virus Covid-19. Alhasil, siap kalah dan siap menang dalam pilkada adalah keniscayaan, tapi menang melawan Covid-19 adalah kemestian. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat