Pewarta mengambil gambar terdakwa mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang sedang menjalani sidang pembacaan vonis melalui layar virtual di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (24/08). | Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Nasional

Hak Politik Wahyu tak Dicabut

Majelis hakim tidak mencabut hak politik Wahyu seperti yang diminta jaksa KPK.

 

JAKARTA — Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permohonan banding jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan terdakwa mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Putusan banding dicatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI. Diterimanya permohonan tersebut makin menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi Wahyu.

"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 24 Agustus 2020 Nomor 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi amar putusan majelis hakim tingkat banding yang dikutip pada Rabu (9/12).

Namun, masih dalam putusan tingkat banding, majelis hakim tidak mencabut hak politik Wahyu seperti yang diminta jaksa KPK. Pasalnya, Wahyu dinilai tidak berkarier dalam dunia politik dan dengan telah dijatuhi pidana pokok tersebut sudah tipis harapan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi.

"Bahwa terdapat alasan untuk menghargai hak asasi manusia terhadap terdakwa Wahyu Setiawan telah bekerja di KPU dengan menyukseskan Pemilu 2019,” demikian seperti dikutip dari poin pertimbangan.

Adapun, majelis hakim yang memutus permohonan banding tersebut adalah Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota. Jaksa penuntut KPK, Takdir Suhan, mengaku belum menerima pemberitahuan resmi atas putusan banding di tingkat pengadilan tinggi atas nama terdakwa Wahyu Setiawan.

photo
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (tengah) mengikuti sidang sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/6/2020). Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi tersebut terkait sejumlah keputusan yang dilakukan secara kolektif kolegial dalam pengangkatan anggota pengganti antar waktu (PAW) Harun Masiku dalam dugaan suap terhadap terdakwa mantan anggota KPU, Wahyu Setiawan - (M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO)

"Nantinya apabila kami telah menerima pemberitahuan dan salinan putusan lengkapnya, terlebih dahulu tim JPU akan mempelajari pertimbangan dua dari majelis tingkat PT tersebut untuk kemudian menyiapkan langkah hukum apa selanjutnya, " kata Takdir kepada Republika, Rabu (9/12).

Sementara, kuasa hukum Wahyu Setiawan, Tony Akbar Hasibuan, mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Kami mengapresiasi hakim tinggi telah mengutip dalil hukum kontra memori banding kami dalam pertimbangan hukumnya," kata Tony Akbar Hasibuan kepada Republika, Rabu.

Dia menilai, wajar putusan banding tak mencabut hak politik Wahyu. Sebab, mantan komisioner KPU RI tersebut tak berkarier di lembaga politik. "Di mana Pak Wahyu sebagai penyelenggara pemilu dan tidak aktif pada lembaga politik dan Pak Wahyu juga telah berjasa dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan sukses," ujar Tony.

Sebelumnya, KPK mengajukan banding atas vonis terhadap Wahyu Setiawan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan vonis enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Salah satu pertimbangan KPK mengajukan banding karena Wahyu tidak dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat