Ilustrasi kegiada Universitas Muhammadiyah (Unimuda) | Adiwinata Solihin/ANTARA FOTO

Khazanah

Toleransi di Unimuda, Kala Biarawati Diwisuda

Tak sekadar retorika, toleransi dilakukan secara nyata melalui pendidikan di Unimuda.

Universitas Pendidikan Muhammadiyah (Unimuda) Sorong mewisuda seorang biarawati bernama Ermelinda A Hale. Ermelinda mampu menyelesaikan studi S1-nya pada prodi pendidikan guru SD seusai menjalani pendidikan di kampus di ujung timur negeri ini.

Diwisudanya Ermelinda mematahkan mitos jika kampus yang dimiliki ormas Islam kerap dipandang eksklusif. Ermelinda mengakui bahwa toleransi dilakukan secara nyata melalui pendidikan di Unimuda. Ia mengaku kerap bergaul dengan mahasiswa-mahasiswa dari beragam latar belakang berbeda.

“Saya merasa bersyukur dan beruntung bisa berkuliah di Unimuda. Meski saya berbeda agama dan profesi, saya banyak dibantu dalam studi yang saya tempuh di sini,” ujar dia dalam siaran video beberapa waktu lalu.

Ermelinda secara resmi menyandang gelar sarjana pendidikan melalui yudisium sarjana Angkatan XIII Gelombang IV tahun akademik 2019-2020. Wanita asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), ini sengaja memilih Unimuda sebagai tempat berlabuh menuntut ilmu dalam bidang pendidikan SD.

Ia mengaku pilihannya terhadap Unimuda pun telah disetujui oleh tarekat yang menaunginya sebagai biarawati. Atas persetujuan tersebut, ia pun menjalankan studinya dengan baik di Unimuda. Baginya, menuntut ilmu di Unimuda merupakan jalan hidup yang didukung oleh banyak kalangan.

“Biarpun ada perbedaan suku dan agama, ada sikap saling menghormati di sini. Toleransi benar-benar nyata terasa,” ungkap dia.

Rektor Unimuda Rustamadji menjelaskan, kampusnya tidak identik dengan satu agama tertentu meski terdapat embel-embel Muhammadiyah pada namanya. Dia menegaskan, ajaran Islam sendiri bukanlah ajaran yang eksklusif. Menurut dia, kebaikan dalam bidang apa pun justru harus disemai sebagaimana pesan rahmatan lil ‘alamin.

Di Unimuda, bagi Rustamadji, toleransi dan keberagaman benar-benar dipraktikkan secara nyata. Ketika banyak orang sibuk untuk berteriak dirinya sebagai seorang Pancasilais atau berpekik tentang NKRI harga mati, lewat jalur pendidikan yang diterapkan Unimuda Sorong toleransi itu telah dijalankan bertahun lamanya.

Lelaki asal Pulau Jawa yang telah tinggal dan mengajar di Papua sejak 50 tahun lalu ini membagikan kisah tentang potret-potret toleransi dan perdamaian di Papua. Sebelum Unimuda berdiri, Rustamadji merupakan sosok perintis pendidikan SD, SMP, dan SMA Muhammadiyah di wilayah Sorong.

“Jangankan di Unimuda, para lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah di sini itu alumninya banyak yang menjadi pendeta. Banyak juga dari mereka yang jadi dokter, polisi, guru, dan lainnya,” kata Rustamadji saat dihubungi Republika, Jumat (4/12).

Pada penerimaan mahasiswa baru Unimuda tahun ini saja, terdapat 2.000 orang mahasiswa yang telah diterima. Angka tersebut adalah jumlah terbanyak penerimaan seprovinsi. Dia menjelaskan, dari 2.000 mahasiswa yang diterima, sebanyak 79 persennya berlatar belakang non-Muslim dan anak-anak asli Papua.

Diwisudanya Ermelinda, diakui Rustamadji, sebagai bagian dari potret kecil toleransi yang telah dilakukan Unimuda. Di dalam keseharian kegiatan pendidikan, toleransi disemai secara bersama-sama tanpa pernah memandang status agama yang bersangkutan. Keindahan alam Papua, masyarakatnya, serta bagaimana agama berperan dari sanubari diri menjadi poin yang terus dilaksanakan.

"Tanpa perlu pengakuan bahwa si A atau si B yang lebih toleran, toh nyatanya Papua melalui Unimuda dan segenap civitas akademikanya mampu menggaungkan toleransi dalam aksi. Keindahan beragama, manusia, serta alam menjadi balutan apik dalam menjalankan kehidupan yang beragam,"ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat