Warga mengunjungi penjara di Kota Pristina yang sempat dijadikan lokasi penjara tahanan politik pada masa perang. | EPA-EFE/VALDRIN XHEMAJ

Kisah Mancanegara

Didic, Saksi Kasih Sayang Serbia-Albania

Perang antaretnis telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang, sebagian besar etnis Albania.

OLEH YEYEN ROSTIYANI

Kesehatan Blagia Didic (92 tahun) kian menurun. Ia satu-satunya warga di desa minoritas etnis Serbia, yaitu Desa Vaganesh, di pengunungan timur Kosovo. Desa itu dan Didic telah ditinggalkan para penghuninya, termasuk kedua putra Didic. 

Didic tak ingat kapan terakhir putra tertuanya, Djordje, mengunjunginya. Putra keduanya, Slobodan, juga jarang berkunjung karena harus merawat istrinya yang lumpuh. 

Namun, kini Didic merasa memiliki seorang putra baru. Dialah Fadil Rama (54 tahun), seorang Muslim Albania. Bukan cerita baru bahwa konflik yang pahit telah terjadi antara etnis Serbia dan Albania di Kosovo. Namun, itu tak berlaku bagi Fadil dan Didic. "Saya punya tiga anak, bukan dua," ujar Didic sambil berbaring.  sambil berselimut dua lapis. 

"Fadil putra saya satu lagi, ia membawakan makanan dan mengurus saya," ujarnya sambil bertumpu dengan sebelah sikunya. Tangannya yang tua mengusap Fadil. Fadil tinggal di Desa Strezovce, tempat etnis Albania tinggal. Letaknya sekitar kurang dari satu mil dari rumah Didic.     

Kesehatan Didic kian menurun. Namun, ia tak ingin pindah. Ia bertahan di rumahnya dan mengandalkan hidup dengan pensiun sekitar 71 dolar AS per bulan. Ada sekitar 50 rumah di desa itu. Namun, rumah-rumah itu makin banyak yang ambruk karena tak lagi ditinggali. Padahal sebelum perang 1998-1999, lebih dari 200 orang tinggal di sana.  

Kosovo adalah bekas salah satu provinsi Serbia. Perang antaretnis telah menewaskan lebih dari 10 ribu orang, sebagian besar etnis Albania. Perang berakhir setelah pengeboman oleh Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memaksa Serbia mundur. 

photo
Perempuan Albania-Kosovo berjalan melintasi kereta api untuk mengenang eksodus menghindari perang dari Kota Mitrovica di Kosovo pada 1995 lalu. - (AP)

Fadil, pemilik toko kecil, mengenal Didic sejak ia masih anak-anak. Sang nenek kerap memberinya permen untuk anak-anak Desa Strezovce, bahkan saat perang. 

"Beliau wanita yang baik, sejak sebelum, saat, hingga setelah perang dan ia selalu memperlakukan kami seperti anaknya," ujar Fadil. "Saat saya tahu ia sendiri, saya merasa sedih dan ingin membalas kebaikannya." "Politik Beograd atau Pristina bukan kepentingan kami karena kami selalu saling mendukung," kata Fadil. 

Sejak pandemi Covid-19, Fadil menyempatkan berkunjung dua kali sepekan. Selain membawakan makanan, ia juga berupaya membersihkan rumah Didic, menyalakan tungku, serta memasak jika memungkinkan. 

Menurut Fadil, tak ada yang aneh membantu Didic, wanita Serbia penganut Kristen Ortodoks. Para tetangga Fadil pun sepakat. "Membantu seorang ibu tua? Orang Serbia? Apa salahnya?" kata dua tetangga Fadil. "Itu bagus."

Menurut Fadil, ini ada penggembala ternak yang mengikutin jejaknya. Mereka bergantian mengunjungi Didic. Fadil mengaku telah berjanji kepada putra Didic, Slobodan, akan merawat Didic semampunya, hingga akhir usia. "Saya tidak akan meninggalkan ia sendirian," janji Fadil. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat