Pekerja sektor pariwisata mengikuti tes usap (swab test) Covid-19 di Gor Sangkuriang, Jalan Raya Sangkuriang, Kota Cimahi, Jumat (20/11). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Opini

Angka Kepositifan Covid-19

Tentu, pengertian angka kepositifan Covid-19 ini harus dibaca dengan hati-hati.

TJANDRA YOGA ADITAMA, Guru Besar Paru FKUI dan Mantan Direktur WHO SEARO

Dengan meningkatnya kasus, angka kepositifan (positivity rate) Covid-19 dapat terus meningkat. Menurut laman Our World in Data yang menyampaikan data harian pandemi, sebagian negara punya angka kepositifan kurang dari satu persen.

Artinya, mereka harus mengetes ratusan atau bahkan ribuan orang untuk mendapatkan satu kasus Covid-19. Di sisi lain, laman ini menggunakan semacam cut off angka kepositifan antara 20-50 persen untuk menunjukkan situasi yang amat serius.

Bayangkan, angka kepositifan bertahan di 20 persen maka seakan-akan menunjukkan, satu dari lima orang yang dites ternyata terbukti memang sakit Covid-19. Tentu, data dapat bervariasi dari hari ke hari.

Karena itu, untuk mengatakan berapa nilai angka kepositifan suatu negara, sebaiknya digunakan sedikitnya data tren mingguan dan tidak berdasar pada data satu-dua hari saja. Tentu, pengertian angka kepositifan ini harus dibaca dengan hati-hati.

 
Karena itu, untuk mengatakan berapa nilai angka kepositifan suatu negara, sebaiknya digunakan sedikitnya data tren mingguan dan tidak berdasar pada data satu-dua hari saja.
 
 

Artikel John Hopkins Bloomberg School of Public Health menyebutkan, angka kepositifan didapat dari pembagian jumlah tes yang positif dibagi total tes, dikali 100 persen. Angka ini dapat dipakai untuk menjawab dua pertanyaan penting.

Pertama, bagaimana situasi penularan di masyarakat dan kedua, apakah suatu negara melakukan jumlah tes memadai sesuai dengan jumlah orang sakit Covid-19. Jadi, angka kepositifan tinggi bila jumlah yang tes positif memang tinggi atau bisa juga jumlah yang dites rendah.

Angka kepositifan yang tinggi, dapat juga berarti ada penularan yang tinggi di masyarakat dan mungkin ada kasus Covid-19 di masyarakat, yang belum ditemukan dengan jumlah tes memadai. Maksudnya, perlu dianalisis, apakah jumlah tes yang dilakukan sudah sejalan dengan kecepatan penyebaran penularan di masyarakat. Secara tegas, angka kepositifan memberi dua informasi penting bagi suatu negara.

Pertama, bagaimana adekuatnya negara melakukan tes pada masyarakatnya dan kedua, untuk memberi gambaran pada penentu kebijakan publik tentang penyebaran penyakit sedang terjadi, sejalan dengan data jumlah kasus yang terkonfirmasi positif.

 
Di negara dengan angka kepositifan tinggi, dapat saja berarti data jumlah kasus yang positif sebenarnya belum menggambarkan situasi epidemiologi sesungguhnya di masyarakat.
 
 

Jumlah tes yang terbatas membuat cukup banyak kasus yang tidak bisa terdeteksi maka angka kepositifan juga dapat membantu kita mengerti, bagaimana sebenarnya penyebaran virus di komunitas.

Di negara dengan angka kepositifan tinggi, dapat saja berarti data jumlah kasus yang positif sebenarnya belum menggambarkan situasi epidemiologi sesungguhnya di masyarakat.

Dan bila di suatu negara angka kepositifannya meningkat, dapat diduga penyebaran penyakit mungkin saja lebih besar dari peningkatan angka kasus terkonfirmasi yang dilaporkan.

Secara umum kita sudah tahu, menurut WHO, angka kepositifan lima persen selama dua minggu berturut-turut, merupakan indikator bahwa wabah di suatu negara sudah terkendali untuk melakukan relaksasi pembatasan kegiatan.

Tindakan

Memang tidak mudah mengambil keputusan kalau angka kepositifan saat ini sedang tinggi. Secara umum dapat diartikan, angka yang tinggi memang bukan saatnya melonggarkan restriksi kegiatan dan protokol kesehatan. Bahkan, harus jauh lebih ketat lagi.

Secara konsep, ada dua mekanisme untuk menurunkan angka kepositifan yang tinggi.

Pertama, menurunkan pola penyebaran di masyarakat dan kedua, meningkatkan jumlah orang yang dites. Menurut artikel John Hopkins Bloomberg School of Public Health, kedua hal ini berjalan beriringan.

 
Kalau hasil tes baru ada setelah beberapa hari, mungkin dalam beberapa hari menunggu itu, penularan ke sekitar sudah terjadi.
 
 

Jika jumlah tes ditingkatkan dan mereka yang ditemukan positif lalu diisolasi, jumlah penularan di masyarakat juga akan turun.  Bila jumlah tes kurang memadai, mereka yang sakit tidak akan semuanya ditemukan.

Dan mereka, tidak akan mengisolasi dirinya karena tidak tahu mereka sakit, artinya tetap mungkin menularkan ke orang di sekitarnya. Tanpa jumlah tes memadai, wabah ini akan terus menyebar tanpa terdeteksi dengan baik.

Begitu kasus berat mulai memenuhi rumah sakit, wabah sudah jadi lebih berat dan lebih sulit dikendalikan. Artinya, melakukan tes dengan jumlah memadai, dapat mendeteksi lebih awal kemungkinan ledakan kasus dan membuat peningkatan kasus lebih terkendali.

Satu hal yang juga perlu diingat, hasil tes harus diketahui dalam waktu tidak lama. Kalau hasil tes baru ada setelah beberapa hari, mungkin dalam beberapa hari menunggu itu, penularan ke sekitar sudah terjadi.

Di pihak lain, pengetatan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mencegah kerumunan merupakan cara efektif menurunkan angka penularan. Perlu disampaikan juga, angka kepositifan yang rendah mesti dianalisis mendalam.

Ini tidak atau belum tentu berarti sudah terjadi herd immunity. Angka kepositifan yang rendah menunjukkan, tingkat penyebaran penyakit di masyarakat secara relatif dibandingkan jumlah tes yang dilakukan.

Kita perlu memperketat protokol kesehatan serta mengurangi kemungkinan tertular penyakit, dan yang tertular harus mengisolasi diri dan ditangani dengan tepat. Hanya dengan kerja sama serta pendekatan berbasis data akurat, pandemi Covid-19 dapat diatasi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat