Ilustrasi tanda tangan elektronik | Pixabay

Inovasi

Mengenal Tanda Tangan Elektronik

Semakin banyak pekerjaan di ekosistem digital, memerlukan edukasi tanda tangan elektronik. 

Tanda tangan biasanya dibubuhkan secara langsung oleh seseorang di atas kertas, menggunakan pena, dan dikenal sebagai tanda tangan basah. Kini berkat teknologi, tanda tangan juga hadir dalam bentuk tanda tangan elektronik.

Koordinator Tata Kelola Sertifikasi Elektronik, Dirjen Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), Martha Simbolon menjelaskan, tanda tangan yang dibubuhkan di atas kertas bisa membuatnya menjadi dokumen legal yang dapat dipercaya. 

Menurutnya, ada tiga hal yang dijamin oleh sebuah tanda tangan. Yakni,  tanda tangan menjamin identitas penandatangan baik di dunia digital maupun konvensional. “Tanda tangan memberikan jaminan identitas kita, misalnya ke bank ada spesimen tanda tangan yang mereka minta di buku tanda tangan,” ujar Martha dalam acara diskusi virtual “Digital Signature: Increasing Digital Trust, Accelerating Economic Recovery”, pekan lalu. 

Selanjutnya, tanda tangan menjamin keutuhan konten dokumen. Sebuah tanda tangan juga menjamin persetujuan kepada pihak-pihak lain. Contohnya, ketika suatu hari ada masalah dan dipanggil ke pengadilan, itu bisa menjadi pembuktian .

Kemudian, Martha mengungkapkan tanda tangan elektronik, saat ini diatur dalam pasal 11 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tanda tangan elektronik pun terdiri dari dua jenis.  

Yakni,  tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi. Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi ini menggunakan metode atau teknik yang dibuat bukan oleh jasa penyelenggara sertifikat elektronik (PSrE) Indonesia dan tidak diperiksa pemenuhan standarnya.

Sedangkan tanda tangan elektronik tersertifikasi dibuat menggunakan sertifikat elektronik (SrE). SrE ini dibuat oleh PSrE Indonesia yang mendapat pengakuan Pemerintah (Kominfo). 

Ekosistem Digital Aman

Co-Founder dan CEO Vida, Sati Rasuanto mengatakan, tanda tangan elektronik tersertifikasi bisa menghadirkan dokumen elektronik secara lebih efisien, murah dan aman. Efisien yang dimaksud adalah menghemat biaya cetak, kurir dan biaya penyimpanan dokumen. “Jadi sebetulnya ada tanda tangan digital itu bukan hanya lebih aman. Tapi, juga lebih bisa mengurangi cost yang cukup signifikan kalau dibandingkan tanda tangan yang analog atau yang basah,” ujar Sati.

Sebagai PSrE Indonesia non-instansi/swasta yang diakui Kemenkominfo RI, Vida memiliki tiga produk, salah satunya adalah VIDAsign. VIDAsign adalah produk tanda tangan digital tersertifikasi yang memungkinkan penandatanganan dokumen digital dengan mudah dan aman.

Menurut Sati, mudah dan aman adalah konsep yang menarik. Karena di mana pun ada keamanan biasanya ada friksi. Misalnya, pada saat mau bertransaksi internet banking, pengguna diberikan one time password (OTP).

OTP ini, lanjut Sati, sebenarnya friksi yang digunakan supaya meningkatkan keamanan transaksi. Di Vida, Sati memikirkan bagaimana caranya supaya antara keamanan dan kemudahan tidak terjadi friksi yang terlalu besar.

Dalam hal ini, Vida menggunakan teknologi facial recognition untuk menggantikan kata sandi maupun OTP. Jadi, saat konsumen ingin mendaftar ke sertifikat elektronik maupun mengautentikasi sertifikat elektronik mereka, mereka cukup memberikan wajah mereka sebagai pengganti kata sandi.

Tanda tangan digital juga membantu seseorang mengontrol datanya dan mengelola persetujuan. Sati mengatakan selain mudah dan aman, yang paling penting dan paling utama terkait tanda tangan digital adalah proteksi dan keamanan dta. 

Proteksi data ini, terkait bagaimana seseorang seharusnya bisa memutuskan apa yang ingin dibagikan dan apa yang ingin dirahasiakan. Misalnya, ketika membeli minuman alkohol biasanya akan ditanya kartu tanda penduduk (KTP).

“Pertanyaannya sebetulnya kan hanya butuh tahu kita di atas usia 21 tahun atau tidak. Tidak perlu tahu nama, alamat dan yang lain-lain. Itulah yang dimana sebagai konsumen harusnya kita boleh memilih apa yang akan kita share,” kata Sati.

Dengan membagikan seluruh informasi di KTP, Sati melanjutkan, seseorang tidak bisa memilih akan berbagi informasi nama saja, tanggal lahir saja atau alamat saja. Sementara itu, dengan teknologi, hal tersebut bisa dilakukan dengan mudah di dunia digital. “Jadi apa yang mau kita share kan kita bisa pilih-pilih sesuai dengan layanan yang akan kita dapatkan,” ujarnya.

Mengenai keamanan data, sebagai konsumen, seseorang dapat melindungi dan mengamankan data dari serangan dunia maya. “Kalau data security itu bagaimana caranya supaya data kita tidak dipersalahgunakan oleh orang,” Sati menjelaskan. 

Contohnya, ketika sedang menandatangani dokumen. Saat ini, kita mengenal tanda tick atau centang. Tanda ini menjelaskan bahwa kita setuju atau memang ini saya yang tanda tangan.

Perbedaannya, menurut Sati, kalau menggunakan tanda tangan digital yang tidak tersertifikasi, sebetulnya tidak tahu yang mengeklik apa benar-benar pemiliknya atau bukan. Sedangkan tanda tick yang tadi disebutkan itu, sebelum pemiliknya mengetik, sudah ada verifikasi bahwa memang orang itu yang akan mengeklik. 

Berimplikasi Pada Pembuktian

photo
Ilustrasi tanda tangan - (Pixabay)

Yang membedakan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan yang tidak adalah kekuatan pembuktiannya. Pasal 60 ayat (2) pada PP 71 Tahun 2019 menentukan, yang memiliki kekuatan pembuktian paling tinggi adalah tanda tangan elektronik tersertifikasi. 

Dokumen elektronik juga diperiksa menggunakan aplikasi verifikasi dokumen yang disediakan pemerintah. Para penyelenggara sertifikat elektronik (PSrE) juga telah menyiapkan bagaimana memverifikasinya. 

Literasi Tanda Tangan Elektronik

Dengan kian banyaknya pekerjaan yang dilakukan tanpa tatap muka dan bergantung pada teknologi digital, pemahaman tentang tanda tangan digital kini kian diperlukan. Tata Kelola Sertifikasi Elektronik, Dirjen Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo RI, Martha Simbolon mengungkapkan, tujuan objektif dari tanda tangan elektronik adalah menggantikan tanda tangan basah pada dokumen elektronik. 

Menurutnya, Kemenkominfo RI pun sudah membangun literasi terkait tanda tangan elektronik. Contohnya, dengan membuat laman tentang tanda tangan elektronik dan membuat iklan-iklan sederhana yang membantu masyarakat memahami apa itu tanda tangan elektronik.

Saat ini, tanda tangan elektronik tersertifikasi juga sudah digunakan di sektor pemerintah. Salah satunya di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). 

Senada, Co-Founder dan CEO Vida, Sati Rasuanto mengungkapkan, pihaknya juga terus melakukan edukasi, karena ini merupakan industri yang baru. Semangatnya pun adalah bersama ingin membangun ekosistem digital yang terpercaya. 

Oleh karena itu, Vida banyak bekerja sama dengan regulator, untuk sama-sama melakukan edukasi ke masyarakat. Baik di Jakarta maupun di luar Jakarta dan bahkan di luar Pulau Jawa juga, tapi kini upaya tersebut terhalang pandemi  

Menurut Sati, yang menjadi tantangan ke depan, adalah memikirkan bagaimana menggunakan tanda tangan digital dan sertifikat elektronik bukan hanya karena pandemi. Namun, ini memang menjadi peluang mengadopsi teknologi lebih aman, terpercaya, dan ramah terhadap perlindungan data pribadi. 

 
Jadi sebetulnya ada tanda tangan digital itu bukan hanya lebih aman. Tapi, juga lebih bisa mengurangi cost yang cukup signifikan kalau dibandingkan tanda tangan yang analog.
Sati Rasuanto, Co-Founder dan CEO Vida
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat