Saksi memberikan keterangan atas perkara suap penghapusan red notice terdakwa Djoko Tjandra saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/11). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Saksi Konfirmasi Surat Penghapusan Red Notice Djoko

Prasetijo memerintahkan pembuatan surat yang menyatakan Djoko Tjandra tidak bersalah.

JAKARTA -- Kepala Subbagian Kejahatan Umum Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Brigadir Junjungan Fortes mengaku dijanjikan hadiah oleh Brigjen Prasetijo Utomo karena membuat surat untuk kepentingan Djoko Tjandra. Hal itu disampaikan Fortes saat bersaksi untuk terdakwa Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/11).

Fortes mengungkapkan, awalnya ia dihubungi Brigjen Prasetijo pada 9 April 2020. Saat itu, Prasetijo masih kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri. Prasetijo memerintahkan Fortes menghadap dirinya. "Ketika saya diperintahkan untuk menghadap, saya melapor ke kabag, Bapak Tommy (Tommy Dwi Hariyanto). Beliau mengizinkan saya. Setelah itu saya langsung menghadap Pak Prasetijo," ujar Fortes. 

Djoko Tjandra didakwa memberikan suap senilai 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo dan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Suap diberikan melalui Tommy Sumardi agar kedua perwira itu membantu penghapusan red notice Djoko Tjandra. Diketahui, buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali itu ingin masuk Indonesia guna mengurus peninjauan kembali (PK) kasusnya. 

Fortes melanjutkan, setelah menghadap Brigjen Prasetijo, ia diminta membuat surat dari masyarakat sipil yang ditujukan pada kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Surat tersebut dibuat atas nama Anna Boentaran yang merupakan istri Djoko Tjandra. "(Surat itu) menyatakan kalau Djoko Tjandra orang tidak bersalah," kata dia. 

Setelah mendapat perintah itu, Fortes lalu kembali ke ruangannya dan melapor ke Kabag Kejahatan Umum Divhubinter Polri Tommy Dwi Hariyanto. "Setelah itu saya tidak tanya lagi, saya kembali ke ruang kerja karena disampaikan Pak Tommy, 'Laksanakan saja perintah jenderal'," ujar Fortes.

"Langsung buat surat?" tanya jaksa Wartono. "Saya kerjakan di hari yang sama, tapi saya kirim hari berikutnya. Waktu itu diarahkan Pak Prasetijo dari Anna Boentaran ke kadiv Hubinter. Berdasarkan info, Anna adalah istri Djoko Tjandra," kata Fortes. 

Dalam dakwaan Djoko Tjandra disebutkan pada 9 April 2020 Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui Whatsapp berisi file surat dari Anna Boentaran. Prasetijo lalu meneruskan file tersebut kepada Fortes dan memerintahkan mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan red notice yang ada di Divhubinter.

photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (26/11). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum atas perkara suap penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra yang melibatkan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat. - (Republika/Thoudy Badai)

Fortes menjelaskan, isi surat tersebut terdiri dari tiga paragraf. Pertama, ucapan terima kasih dari Anna Boentaran kepada Napoleon. Paragraf kedua berisi salinan PK Djoko Tjandra dan paragraf ketiga tertera kalimat "mohon bantuan hukum".

"Selain itu? Permohonan pencabutan red notice?" cecar Wartono. "Tidak ada," jawabnya.

Fortes kembali dipanggil Prasetijo Utomo pada 4 Mei 2020. Prasetijo sempat menyampaikan sesuatu kepadanya. "Ketika dipanggil yang kedua kali, dia (Prasetijo) menyampaikan jika surat yang saya buat sudah diteruskan. "Nanti kamu dapat lah'. Saya bilang siap," ujar Fortes. 

Prasetijo juga, kata dia, sempat menyinggung nama Irjen Napoleon Bonaparte yang merupakan atasannya. "Kadivmu dapat banyak," kata Fortes menirukan ucapan Prasetijo. 

"Tahu tidak maksud kalimat itu?" tanya jaksa. "Secara tidak langsung, pemahaman saya soal uang," ujar Fortes.

Pada 6 Mei 2020, Fortes menghadap Prasetijo dan dia diberikan bingkisan untuk orang terdampak Covid-19. Menurut dia, bingkisan itu berbeda dengan apa yang dimaksud Prasetijo sebelumnya. "Saya tidak dapat (uang). Saya juga tidak menunggu karena tidak berharap. Saya tidak tahu apakah Irjen Napoleon dapat," kata Fortes. 

Selain kasus red notice, Djoko Tjandra juga didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar Singapura agar mengusahakan pembebasan Djoko Tjandra.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat