Warga melewati mural komik antihoaks di Kampung Hepi, Joho, Manahan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (7/4). | ANTARAFOTO

Kisah Dalam Negeri

Memilah Informasi Agar tak Termakan Hoaks

Berita bohong atau hoaks masih menjadi tantangan memilah informasi di tengah masyarakat saat ini.

OLEH PUTI ALMAS

Berita bohong atau hoaks dinilai masih menjadi tantangan di tengah masyarakat saat ini. Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hendarman mengatakan salah satu yang perlu terus dicarikan solusi adalah bagaimana mengatasi penyebaran hoaks.

Ia menilai tak sedikit masyarakat yang memang menyukai informasi menarik. Meskipun, kebenaran dari informasi tersebut belum dapat dibuktikan. “Mungkin untuk sebagian orang, hoaks seperti hal yang menyegarkan, meski mereka tidak mengetahui benar atau tidaknya dan kemampuan yang kritis tidak digunakan,” ujar Hendarman dalam sambutan workshop Jurnalistik Milenial Batch #2 yang diselenggarakan Puspeka bersama Republika, Sabtu (21/11).

Hendarman menilai sebagian orang memilih untuk tidak menggunakan kemampuan berpikirnya secara kritis saat mendapatkan sebuah informasi. Hal inilah yang membuat banyak orang pada akhirnya mudah tergiring pada informasi salah. Karena itulah, menurutnya, diperlukan kemampuan memilah dan memilih, seperti yang dikuasai seorang jurnalis. Berdasarkan prinsip jurnalistik, sebuah informasi dapat dianggap sebagai fakta atau kebenaran dengan melalui sejumlah tahapan.

Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi menuturkan di era sekarang, kebenaran dan viralitas beradu cepat. Sesuatu yang belum tentu didasarkan fakta dapat dianggap benar karena viral atau menyebar dan populer dengan cepat. Padahal, jika merujuk pada prinsip kerja jurnalisme, sebuah konten dapat dianggap sebagai fakta setelah adanya proses verifikasi yang tahapannya melalui beberapa tingkatan.

Irgan menyebut diantara tahapan ini adalah mulai dari mengumpulkan data, memeriksa kembali, hingga memformulasikan, kemudian menyajikan secara logis agar dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

“Di era viral saat ini, tahapan-tahapan tersebut banyak terlewati, sehingga yang penting jika ramai dan cepat menyebar, itu sudah dianggap sebagai konten yang bagus,” ujar Irfan.

Irfan menilai bahwa hal itu merupakan ancaman untuk generasi muda. Tidak dapat dibayangkan seperti apa ke depan jika nilai informasi hanya didasarkan pada tolak ukur viral. “Di era pandemi ini, orang-orang merindukan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena mungkin sudah jenuh dengan hoaks atau fake news,” jelas Irfan.

Milenial di tengah hoaks

Kepala Republika.co.id Elba Damhuri mengatakan jurnalistik milenial adalah sesuatu yang baru dalam dunia jurnalisme, yang juga dikenal sebagai jurnalisme gelombang keempat atau jurnalistik 4.0. Dalam gelombang 4.0 teknologi mengubah cara jurnalis membuat berita, editor mengedit berita, media mendistribusikan berita, serta bagaimana masyarakat mengkonsumsi berita.

 
Di era viral, tahapan jurnalistik terlewati, yang penting ramai dan cepat menyebar.
 
 

“Penting sekali bagi teman-teman mengetahui bahwa gelombang 4.0 ini yang kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan hoaks (berita bohong),” ujar Elba.

Ia menambahkan, sejarah hoaks terjadi pada saat Amerika Serikat (AS) pertama kali melakukan invasi terhadap Irak pada awal 90-an. Saat itu ada dua hoaks luar biasa yang mengatakan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal. “Ini hoaks karena hingga sekarang pernyataan itu tidak terbukti. Ini adalah salah satu hoaks yang begitu melegenda dalam dunia jurnalistik,” jelas Elba.

Selain itu, Elba menyampaikan sejumlah faktor penting dalam jurnalistik milenial. Diantaranya adalah konten, internet, reportase, grafik, serta video, dan SEO (search, engine, optimization). Menurut Elba, saat ini hal-hal ringan dapat menjadi konten yang bermanfaat. Tak lupa, reportase juga diperlukan.

Reportase bisa didasarkan dengan pencarian langsung ke lapangan, data, serta literatur. Namun, dengan kemudahan saat ini, setiap orang dapat memanfaatkan data-data digital secara luas di internet.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat