Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya perempuan bepergian tanpa ditemani mahram. | EPA-EFE/JOEL CARRETT

Fikih Muslimah

Jalan-Jalan Muslimah, Harus Ditemani Mahram?

Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya perempuan bepergian tanpa ditemani mahram.

Perkara seorang Muslimah melakukan perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri tanpa ditemani mahram menjadi diskusi yang menarik di antara para fuqaha. Lantas, bagaimana Islam memosisikan hukum tentang hal ini?

Dalam buku Traveling Tanpa Mahram karya Aini Aryani dijelaskan, para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya perempuan bepergian tanpa ditemani mahram. Pendapat yang cukup variatif ini pun kira-kira terbagi menjadi tiga pandangan.

Pertama, ada ulama yang mengharamkan secara mutlak dan ada juga yang membolehkan bila ada syarat yang terpenuhi. Kedua, ada yang membolehkan tanpa mahram asalkan untuk mengerjakan ibadah haji yang wajib.

Ketiga, membebaskan status hukumnya boleh apa saja di antara tiga, yakni wajib, sunah, atau mubah. Yang tidak boleh hanyalah sebatas perjalanan yang haram saja.

Berdasarkan pendapat ulama dari kalangan mazhab Maliki, seorang wanita wajib berangkat haji asalkan ditemani oleh para wanita atau laki-laki tepercaya. Bila tidak terpenuhi, bisa campuran dari rombongan laki-laki dan perempuan. Sebab, dalam pandangan mazhab ini, illat-nya bukan adanya mahram atau tidak, tetapi adalah masalah keamanan.

Adapun adanya suami atau mahram hanya salah satu cara untuk memastikan keamanan saja. Namun, meski tanpa suami atau mahram, asalkan perjalanan itu dipastikan aman, bagi ulama dari kalangan mazhab ini sudah cukup syarat yang mewajibkan haji bagi para wanita.

Imam Malik sendiri berpendapat, dalam kondisi aman dan terbebas dari fitnah, wanita boleh hukumnya berpergian tanpa mahram atau suami. Asalkan ditemani oleh sejumlah wanita yang tsiqah (terpercaya). Yang disyaratkan adalah satu saja, yakni aman perjalanan dari fitnah.

 
Yang disyaratkan adalah satu saja, yakni aman perjalanan dari fitnah.
 
 

 

Adapun pendapat ulama dari kalangan mazhab Syafii menyebutkan, asalkan seorang wanita pergi haji bersama rombongan wanita yang dipercaya (tsiqah), diperbolehkan baginya menunaikan ibadah haji. Syaratnya, para wanita itu bukan hanya satu orang, melainkan beberapa wanita.

Namun, perlu dicatat, kebolehan wanita untuk berpergian tanpa mahram menurut ulama dari kalangan ini pada kasus haji yang menjadi wajib saja. Sedangkan haji yang sunah, yaitu haji yang kedua atau yang ketiga dan seterusnya, tidak lagi diberikan keringanan. Apalagi, untuk perjalanan selain haji.

Imam al-Mawardi yang merupakan ulama dari kalangan Syafii menyebutkan, sebagian dari kalangan pendukung mazhab Syafii berpendapat, bila perjalanan itu aman dan tidak ada kekhawatiran dari khalawat antara laki-laki dengan perempuan, maka para wanita boleh perpergian tanpa mahram.

Bahkan, diperbolehkan bepergian bukan hanya tanpa mahram, namun juga boleh tanpa wanita yang tsiqah. Namun, semua itu hanya berlaku untuk haji dan umrah yang sifatnya wajib.

Untuk yang hukumnya sunah, hukum kebolehannya tidak berlaku. Pendapat ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad yang menyebutkan, "suatu ketika akan ada wanita yang pergi haji dari Kota Hirah ke Makkah dalam keadaan aman."

Selain itu, pendapat yang membolehkan wanita haji tanpa mahram juga didukung dengan dalil bahwa para istri Nabi pun pergi haji di masa Sayyidina Umar setelah diizinkan oleh beliau. Saat itu, mereka ditemani Sayyidina Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

photo
Dua pelancong sedang menunggu pesawat saat berada di Bandara Ngurai Rai, Bali, beberapa waktu lalu. Para ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya perempuan bepergian tanpa ditemani mahram - (Firdia Lisnawati/AP)

Haram atau mubah?

Meski terdapat sejumlah hadis Nabawi yang sahih tentang pengaraman bepergian bagi wanita tanpa mahram, larangan ini harus dilihat kemutlakannya atau ada syarat pengecualian di sana. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.

Ada sebagian ulama yang memang memutlakkan keharamannya, namun ada juga sebagian ulama yang menyebutkan bahwa berpergian tanpa mahram diperbolehkan. Asalkan, wanita yang bersangkutan memenuhi syarat aman dan juga terbebas dari fitnah.

Di sisi lain, para ulama juga mengklasifikasikan apakah perjalanan itu hukumnya wajib, sunah, atau mubah dan di luar haram. Setelah melakukan klasifikasi, barulah hukum tersebut dapat ditentukan dengan mengukur tingkat keamanan dan juga terlepas dari fitnah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat