Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Menghadapi Hinaan

Apa yang mesti kita lakukan untuk menghadapi hinaan?

Oleh MOCH HISYAM

OLEH MOCH HISYAM

Dalam hidup ini tidak semua orang menyukai diri kita. Ada saja orang-orang yang membenci kita. Itu semua adalah hal yang biasa. Jangankan kita yang memiliki banyak kekurangan, sosok seorang Nabi sekalipun yang memiliki banyak kelebihan, ada saja yang membencinya.

Salah satu bentuk ketidaksukaan seseorang kepada diri kita biasanya diwujudkan dengan melakukan penghinaan, baik secara tindakan maupun perkataan. Kata yang memiliki kata baku hina ini sering kali berbau merendahkan, meremehkan, dan menyepelekan orang yang dihinanya.

Banyak alasan seseorang melakukan penghinaan. Bisa karena tidak tahu hakikat orang yang dihinanya, bagaimana kondisi sebenarnya orang yang dihina tersebut, dan seperti apa sepak terjang dia yang sesungguhnya.

Bisa karena iri, dengki, dan perasaan buruk lainnya karena ia tidak memiliki atau tidak seperti orang yang dihinanya. Dan, bisa juga karena orang yang dihina memang melakukan hal-hal hina yang pantas dibenci dan dihina.

Lantas, apa yang mesti kita lakukan untuk menghadapi hinaan? Sebagai seorang Muslim tentunya kita tidak boleh menghadapinya sesuai dengan hawa nafsu. Kita memiliki pedoman dan contoh keteladanan, yakni Alquran dan Nabi Muhammad SAW. Sebab, cara kita menghadapi hinaan merupakan tolok ukur dari pemahamam kita kepada agama, akhlak, dan keimanan kita kepada Allah SWT.

Dalam ajaran Islam, ada beberapa tingkatan terkait cara menghadapi hinaan. Pertama, melakukan introspeksi diri karena boleh jadi hinaan yang dialamatkan kepada kita itu memang benar adanya. Maka, sikap diam dan memperbaiki diri itu yang harus kita lakukan.

Kedua, membalas hinaan yang sepadan dengan hinaannya. Suatu saat serombongan orang-orang Yahudi berpapasan dengan Nabi Muhammad SAW dan mengucapkan, “Kecelakaan bagimu (Muhammad).”

Aisyah, istri Nabi yang ada di dekatnya tidak terima dengan uacapan tersebut. Ia kemudian membalasnya, “Kecelakaan dan laknat Allah bagi kalian.”

Mendengar balasan Aisyah tersebut, Nabi menenangkan istrinya, “Santai saja wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menyukai kasih sayang dalam setiap hal.”

Kemudian, Aisyah mengingatkan Nabi tentang apa yang diucapkan orang-orang Yahudi yang menghinanya, “Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakan tentangmu wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Aku sudah menjawabnya: Dan juga bagi kalian.”

Ketiga, memaafkan orang yang menghina kita. Sebab, boleh jadi orang yang menghina kita itu tidak tahu terhadap diri kita dan memiliki perangai yang kurang baik (QS al-A’raf: 199).

Keempat, membalas hinaan dengan kebaikan (QS Fushilat: 34-35). Terkait hal ini, penulis teringat kisah Rasulullah SAW dengan pengemis wanita Yahudi buta yang selalu menghinanya. Hinaan tersebut tidak dibalas oleh Nabi SAW dengan hinaan. Malah, beliau setiap hari membawa makanan untuknya dan menyuapinya. Perbuataan Nabi SAW itu mengantarkan wanita itu masuk Islam. 

Untuk itu, mari kita hadapi penghinaan orang lain kepada kita dengan sikap yang terbaik. Jangan sampai adanya penghinaan terhadap diri kita membuat gaduh suasana. Namun, harus menjadi jalan tersemainya kebaikan dan jalan tersampainya hidayah. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat