Warga berbelanja sayur mayur pada gelaran Pasar Tani Berkah di halaman kantor Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/7/2020). Pelaksanaan pasar tani tersebut digelar oleh pemerintah daerah setem | Makna Zaezar/ANTARA FOTO

Opini

Dilema Arah Hortikultura

Peluang impor produk hortikultura akan terus meningkat.

JOJO, Kandidat Doktor Ekonomi Pertanian IPB

Sejak pandemi Covid-19 melanda, masyarakat makin sadar pentingnya menjaga kesehatan. Salah satu langkahnya, memperbanyak konsumsi buah dan sayur sebagai sumber vitamin.

Dilihat dari sisi ekonomi, ini peluang sekaligus tantangan dalam pengadaan komoditas hortikultura, buah dan sayur khususnya, karena permintaan akan melonjak. Perkembangan laju permintaan produk hortikultura dalam negeri lebih cepat dibandingkan penawarannya, sehingga ketergantungan pada impor semakin besar terhadap beberapa produk hortikultura tersebut.

Pada 2007, impor senilai 787,86 juta dolar AS, menjadi 1,76 miliar dolar AS atau Rp 17 triliun pada 2011. Data impor produk buah yang dirilis BPS seperti dikutip Republika (11/8/2020) menunjukkan, volume impor buah semakin meningkat. 

Pada 2015, sebanyak 435 ribu ton dengan nilai 666,3 juta dolar AS atau setara Rp 9,8 triliun (kurs Rp 14.700). Tahun 2019, volumenya melonjak tajam ke angka 724,1 ribu ton atau 1,48 miliar dolar AS (Rp 21 triliun). Ekspor buah pada 2019 hanya 323 juta dolar AS sehingga Indonesia defisit 1,16 miliar dolar AS pada 2019.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan mencatat, neraca perdagangan produk pertanian secara umum periode Januari-Agustus 2020 defisit 2,81 miliar dolar AS. Nilai ekspor tercatat 2,4 miliar dolar AS dan impor 5,21 miliar dolar AS.

Peluang impor produk hortikultura akan terus meningkat. Terlebih pascapenerbitan Permendag Nomor 27 Tahun 2020 perubahan dari Permendag Nomor 44 Tahun 2019. Perubahan peraturan ini terjadi karena pertimbangan pandemi Covid-19.

Meski demikian, ada momen kritis yang selayaknya diperhatikan, yaitu akhir tahun yang merupakan salah satu masa musim panen banyak jenis buah di berbagai sentra produksi di Indonesia.

Permendag Nomor 27 Tahun 2020 menyebutkan, pandemi Covid-19 berdampak pada terbatasnya ketersediaan produk hortikultura, khususnya bawang bombai dan bawang putih bagi masyarakat Indonesia.

Karena itu, pemerintah perlu memberikan kemudahan pelaksanaan impor produk hortikultura, khususnya bawang bombai dan bawang putih. Terkait hal ini, potensi lonjakan impor hortikultura diiringi tawar-menawar tarif impor sulit terelakkan.  

Sebenarnya, pertanian menjadi salah satu sektor yang tahan banting selama pandemi Covid 19. Terbukti, tumbuh positif sebesar 2,19 persen pada kuartal II-2020. Sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar pada PDB sebesar 15,48 persen pada periode yang sama.

 
Sebenarnya, pertanian menjadi salah satu sektor yang tahan banting selama pandemi Covid 19.
 
 

Melihat data tersebut, seharusnya sektor ini jadi prioritas pemerintah apalagi saat pandemi. SDA berlimpah menjadi peluang untuk mengembangkan hortikultura yang selama ini diimpor. Namun, dukungan pemerintah relatif rendah.

Ini berdampak pada produksi serta sentuhan teknologi sehingga kualitas produksi rendah dan kalah bersaing dengan produk luar. Di sisi lain, Indonesia tak  hanya mengimpor produk hortikultura, tapi juga benih hortikultura terutama sayuran.

Ini menghambat pengembangan penangkaran benih hortikultura dalam negeri. Karena itu, importasi harus dikendalikan melalui promosi dan proteksi. Promosi dengan cara meningkatkan produksi baik volume maupun kualitas serta diversifikasi.

 
Karena itu, importasi harus dikendalikan melalui promosi dan proteksi.
 
 

Strategi lainnya, penguatan kelembagaan hortikultura, pemasaran yang efektif dan efisien, jaringan pasar komoditas dibangun tak hanya di dalam negeri tetapi juga luar negeri. Jaringan pasar produk hortikultura harus dibangun mulai dari pedesaan sebagai basis produksi, tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional.

Di pasar ekspor harus dikembangkan trading house dan perwakilan dagang yang dapat mempromosikan produk hortikultura nasional. Pameran regional dan internasional perlu diintensifkan, difasilitasi pemerintah bekerja sama dengan swasta.

Upaya  lainnya, peningkatan perdagangan dan investasi, juga penerapan bea masuk produk sejenis, rasionalisasi pajak ekspor, perbaikan infrastruktur logistik dan perdagangan, serta pelayanan birokrasi yang efektif dan efisien.

Kebijakan di bidang investasi yang bisa ditempuh, di antaranya kemudahan berinvestasi, tax holiday, insentif di budi daya, tingkat suku bunga bank yang rendah.

Adapun strategi proteksi tak hanya melalui perlindungan terhadap produksi hortikultura nasional tetapi juga secara filosofis. Misalnya, gerakan cinta produk  dalam negeri. Lalu, meningkatkan kesejahteraan petani, beri kepastian harga produknya. Proteksi juga dengan memperkuat daya tangkal produk hortikultura nasional, sekaligus meningkatkan daya saing.

 
Proteksi juga dengan memperkuat daya tangkal produk hortikultura nasional, sekaligus meningkatkan daya saing.
 
 

Indonesia memiliki potensi SDA dan SDM berlimpah serta institusi pendidikan dan riset mumpuni untuk pengembangan hortikultura. Hal ini dibutuhkan dalam membangun strategi yang tepat selain mengendalikan impor produk hortikultura.

Berikan ruang gerak bagi produk dalam negeri untuk menjadi pemain utama. Melalui strategi ini diharapkan produk hortikultura nasional menjadi tuan di rumah sendiri karena memiliki daya saing tinggi. Untuk mewujudkannya, diperlukan kepemimpinan yang tegas dan lugas di setiap lini kebijakan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat