Tangkapan layar Forum Group Discussion bertemakan Tangkapan layar Forum Group Discussion bertemakan "Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Covid-19" yang digelar Republika bekerja sama dengan Satgas Penanganan Covid-19 BNPB secara virtual, Kamis (12/11).. | Republika/nur hasan murtiaji

Nasional

Hidup Sehat di Era Pandemi

Aktivitas olahraga justru menjadi yang paling berdampak oleh pandemi.

BANDUNG -- Banyak perubahan gaya hidup yang mencolok setelah pandemi Covid-19 merebak sejak Maret lalu. Sekolah dari rumah, kerja dari rumah, serta aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara tidak langsung mengubah cara hidup masyarakat. Hal itulah yang mendorong Republika menggelar Forum Group Discussion (FGD) secara daring pada Kamis (12/11).

Sesuai dengan temanya, "Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi", acara yang didukung Satgas Penanganan Covid-19 BNPB ini mengupas bagaimana gaya hidup berubah dan menjadi lebih sehat. FGD dipimpin oleh moderator Rachmat Santosa Basarah dengan menghadirkan praktisi kesehatan, psikologi olahraga, dan Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI).

Praktisi psikologi olahraga, Ardanti Ratna Widyastuti mengatakan, sebelum masuk ke gaya hidup baru, ada perubahan perilaku yang terjadi karena penerapan peraturan baru. Sebut saja PSBB, sekolah dan kuliah daring, dan penerapan protokol kesehatan (prokes). "Cukup banyak regulasi, apalagi yang berkaitan dengan regulasi untuk di rumah saja," kata dia.

Danti, sapaannya, menyebut perubahan gaya hidup baru merupakan bentuk dari kebiasaan abnormal yang menjadi normal baru. Semua itu menjadi ikhtiar untuk pemutus mata rantai Covid-19. Menurut dia, kondisi abnormal seperti menerapkan prokes ketat tersebut bisa menjadi kebiasaan baru.

"Selain menjaga kesehatan dengan menerapkan 3M (cuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) sebagai protokol kesehatan, perubahan positif lainnya adalah budaya antri, penggunaan transaksi non tunai, belanja daring, memperbanyak aktivitas bersama keluarga, dan melakukan digitalisasi," kata Danti.

Anggota tim Covid-19 Rumah Sakit Al Islam Bandung, dokter Rizky Qurrota Ainy, memaparkan perlunya menghindari tempat dengan risiko paparan tinggi. Di antaranya adalah tempat ramai, sempit, dan tertutup. "Kita menghindari gaya hidup yang membuat kita lebih mudah terpapar. Seperti merokok, tingkat aktivitas fisik yang kurang bahkan tidak sama sekali, indeks masa tubuh tinggi atau obesitas," kata Qurrota.

Qurrota menyebut, orang dewasa perlu melakukan aktivitas fisik 150 menit setiap pekan dan anak-anak 60 menit setiap hari. Namun, aktivitas fisik pun tidak boleh langsung berat, tapi secara bertahap.

Ia mengutip studi di Spanyol yang menyebut beberapa aktivitas mengalami perubahan signifikan di masa pandemi. Sebut saja soal makanan, pola tidur, aktivitas fisik, dan screen time.

"Dari studi tersebut terdapat 30 persen peningkatan waktu tidur, 48 persen membuat makanan di rumah sendiri. Tapi aktivitas screen time meningkat dan aktivitas fisik berkurang," kata Qurrota.

photo
Tangkapan layar Forum Group Discussion bertemakan Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Covid-19 yang digelar Republika bekerja sama dengan Satgas Penanganan Covid-19 BNPB secara virtual, Kamis (12/11).. - (Republika/nur hasan murtiaji)

Atasi kecemasan

Kurangnya aktivitas fisik tersebut dinilai menjadi masalah baru, seperti kecemasan. Direktur Utama RSJ Jabar Elly Marliyani pada Rabu (7/10) lalu mengungkapkan, sejak pandemi, terjadi peningkatan kunjungan pasien gangguan cemas di RSJ sampai dengan September 2020 sebanyak 14 persen dibandingkan bulan yang sama pada 2019.

Sekretaris Umum PASI Jawa Barat, Darius Krisdanu Purwana mengatakan, olahraga sebenarnya bisa mengurangi rasa kecemasan, karena meningkatkan imun tubuh sekaligus hormon endorfin untuk kebahagiaan. Namun, olahraga justru menjadi aktivitas yang paling berdampak oleh pandemi.

Menurutnya, aktivitas olahraga yang seharusnya dilakukan rutin justru terbatas dan perlu dipilah. "Banyak tempat olahraga, sarana olahraga dan lapangan yang ditutup. Apalagi event olahraga belum ada sama sekali, lebih banyak yang virtual," kata Darius.

Darius menekankan, perlu adanya dukungan pemerintah untuk mengurangi dampak tersebut. Selain punishment, perlu adanya reward untuk masyarakat dari pemerintah sebagai regulator.

"Saya melihat pemerintah kurang memberikan anjuran untuk meningkatkan kebahagiaan ini, yakni olahraga. Sosialisasi ini perlu bukan hanya punishment, tapi juga reward," kata Darius.

Meski begitu, Darius menilai masyarakat sudah mulai sadar perlunya perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat. "Olahraga sepeda bisa jadi alternatif karena memang bisa jaga jarak ya," kata

Ia juga menekankan pentingnya peran keluarga sebagai komunitas sosial terkecil. Orang tua dan anak bisa melakukan aktivitas bersama. "Peran komunitas juga penting, bagaimana komunitas bisa memberikan dampak positif dan menularkan aktivitas kegiatan fisik. Seperti komunitas gowes, komunitas olahraga lain atau bahkan ada kegiatan olahraga yang pesertanya harus swab dulu," kata Darius.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat