Cek gula darah (ilustrasi) | AP Photo

Sehat

Penyandang Diabetes Pun tak Lagi Cemas

Stres dapat berdampak terhadap kadar gula darah.

Bagi seorang penyandang diabetes, banyak faktor yang bisa memicu kecemasannya. Satu di antaranya adalah fluktuasi kadar gula darah. Banyak faktor yang memicu fluktuasi tersebut, sehingga tak heran bila penyandang diabetes kerap dihadapkan dengan beragam kekhawatiran terkait kontrol gula darah di dalam kesehariannya.

"Sekarang ditambah ada (pandemi) Covid-19, kecemasan semakin-makin," ujar penyandang diabetes mellitus tipe 2 dari Komunitas Sobat Diabetes Osi Machrosin, dalam ajang Obrolan Sehat yang diselenggarakan Dinkes DKI Jakarta melalui program Cities Changing Diabetes.

Satu hal yang menjadi kekhawatiran Osi adalah pemberitaan mengenai kaitan antara penyakit diabetes dan Covid-19. Studi telah mengungkapkan bahwa penyandang diabetes yang terkena Covid-19 memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi dan kematian. Hal ini sempat membuat Osi merasa takut untuk keluar rumah. Rumah sakit juga menjadi tempat yang dia takuti karena ada banyak orang yang sakit berkumpul di sana.

Tak hanya itu, beragam perubahan kebiasaan di masa-masa awal pandemi Covid-19 juga memberikan stres yang cukup besar bagi Osi. Stres ini turut berdampak pada kadar gula darahnya. "Terakhir cek HbA1C sekitar Maret atau April masih bagus angkanya, di bawah 7, yaitu 6,8 persen. Kontrol setelah tiga bulan, waduh kok naik 0,4 menjadi 7,2 persen," jelas Osi.

HbA1c merupakan salah satu metode pemeriksaan kadar gula darah. Tes ini dapat menunjukkan gambaran rata-rata kadar gula darah seseorang dalam kurun waktu tiga bulan ke belakang. Peningkatan kadar gula darah pada penyandang diabetes di masa pandemi Covid-19 ternyata cukup banyak ditemukan.

Sepanjang Juli-Agustus 2020, dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes dr Roy Panusunan Sibarani SpPD-KEMD FES mulai mendapati banyak pasien dengan kadar gula yang tinggi.

Ada beragam faktor yang membuat hal ini terjadi. Salah satunya adalah dilema untuk pergi berkonsultasi ke dokter dan mendapatkan obat di tengah pandemi. Faktor lain yang turut berkontribusi adalah stres. Ketika seseorang stres, akan ada ketegangan yang terjadi.

Perasaan takut dan cemas ini akan memicu terjadinya perubahan hormon, mulai dari hormon di otak hingga ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi insulin di dalam tubuh. "Jadinya, orang yang stres itu gula darahnya tinggi," jelas dr Roy.

Perubahan yang terjadi di masa pandemi memang sulit untuk bisa diterima dengan mudah. Sebagian orang mungkin merespons perubahan ini dengan perasaan marah atau penolakan. Namun untuk bisa beradaptasi dengan baik, seseorang perlu bisa menerima adanya perubahan ini terlebih dahulu.

Di samping itu, dr Roy juga mengungkapkan ada satu hal yang dapat membantu penyandang diabetes tetap percaya diri di masa pandemi Covid-19. Hal tersebut adalah kontrol kadar gula darah yang baik.

Seperti diketahui, diabetes merupakan penyakit komorbid untuk Covid-19. Penyandang diabetes yang terkena Covid-19 cenderung memiliki angka fatalitas yang lebih tinggi. Salah satu alasannya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol dapat merusak badan dan membuat imunitas menjadi rendah. "Percaya dirilah dengan kontrol gula darah yang baik," ujar dr Roy..

Selain meningkatkan kepercayaan diri, kontrol gula darah yang baik juga dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit diabetes itu sendiri. Seperti diketahui, penyakit diabetes yang tidak terkontrol dapat memicu terjadinya berbagai komplikasi seperti kerusakan saraf, sakit jantung, kerusakan mata, hingga masalah ginjal.

 

 

 

Percaya dirilah dengan kontrol gula darah yang baik.

dr Roy Panusunan Sibarani SpPD-KEMD FES 
 

 

Perhatikan Empat Pilar

Untuk mencapai kontrol kadar gula darah yang baik, ada empat pilar yang perlu diperhatikan. Berikut paparan dari para pakar:

 

1. Atur pola makan yang baik

Lebih baik lagi bila penyandang diabetes berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan pengaturan pola makan yang sesuai dengan kodisi diri sendiri. "Kita harus jaga makan, makan teratur dan makan lengkap. Waktu kita makan ada karbohidratnya, ada sayurnya, ada proteinnya, ada buah-buahannya," ujar dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes dr Roy Panusunan Sibarani SpPD-KEMD FES.

 

2. Olahraga

Sebagian penyandang diabetes mungkin masih merasa enggan untuk berolahraga di luar rumah di masa pandemi Covid-19. Akan tetapi, bukan berarti kebiasaan olahraga boleh diabaikan begitu saja. Penyandang diabetes bisa berolahraga di luar rumah dengan menerapkan berbagai protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, pakai masker, mencuci atau membersihkan tangan sesering mungkin, dan menghindari kontak dekat dengan orang lain. Opsi lain yang bisa dilakukan adalah berolahraga di dalam rumah.

 

3. Meminum obat-obatan atau menggunakan suntik insulin secara teratur sesuai dengan saran dokter

Saat ini, penyandang diabetes bisa berkonsultasi dengan aman di rumah sakit karena rumah sakit telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Penyandang diabetes juga memiliki opsi melakukan konsultasi jarak jauh melalui /telemedicine/.

 

4. Edukasi

Penyandang diabetes diharapkan bisa mendapatkan informasi yang tepat seputar penyakitnya. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dr Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani MEpid mengatakan puskesmas-puskesmas di Jakarta memiliki kelas-kelas edukasi.

Kelas-kelas edukasi ini bertujuan untuk membantu pasien memperbaiki gaya hidup. Misalnya memberikan informasi mengenai pola makan yang benar dan membimbing pasien untuk bisa melakukan olahraga secara rutin.

Sebelum pandemi Covid-19, pasien bisa mengikuti kelas-kelas ini secara langsung. Namun di masa pandemi Covid-19, informasi ini bisa diakses secara daring. "(Edukasi ini) untuk mengubah kebiasaan diet yg salah, perbaiki diet, mengajak aktivitas fisik, dan untuk mengubah perilaku lebih sehat," jelas dr Dwi.

 

 

photo
Cek gula darah (ilustrasi) - (Antara/Audy Alwi)

Segera Lakukan Skrining

Presenter Indra Herlambang merupakan sosok yang memiliki kedekatan emosional dengan diabetes. Alasannya, kakak, paman, sepupu, dan almarhum ayah Indra merupakan penyandang diabetes.

Meski bukan penyandang diabetes, Indra tetap waspada karena dia pun memiliki faktor risiko diabetes. Beberapa di antaranya adalah riwayat keluarga usia di atas 40 tahun. "Saya mengingatkan kembali jangan menunggu sampai gejalanya ada, baru kemudian mengobati. Lebih baik kalau mengetahui ada risikonya, silakan cek dari sekarang," jelas Indra.

Hal serupa juga diungkapkan oleh dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes dr Roy Panusunan Sibarani SpPD-KEMD FES. Mereka yang berisiko  sebaiknya tidak menunggu gejala diabetes muncul baru berobat ke dokter.

Ketika gejala sudah muncul, artinya dia sudah terlambat 13 tahun untuk mendapatkan pengobatan. Beberapa contoh gejala diabetes adalah terbangun di malam hari untuk buang air kecil, mudah haus, dan pandangan kabur. Pasien diabetes sebaiknya mendapatkan pengobatan sejak dini. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan skrining dengan melakukan tes gula darah puasa,

Orang-orang yang memiliki faktor risiko diabetes disarankan untuk mulai melakukan skrining setelah memasuki usia 40 tahun. Skrining ini bisa dilakukan dengan tes seperti tes gula darah puasa dan tes gula darah 2 jam PP.

Oleh karena itu, orang-orang yang belum terkena diabetes sebaiknya mengenali beragam faktor risiko diabetes yang mungkin dimiliki. Beberapa faktor risiko diabetes adalah usia 40 tahun ke atas, memiliki riwayat keluarga dengan diabetes, kegemukan, serta pola hidup sedentari atau malas berolahraga.

Seseorang yang memiliki dua faktor risiko diabetes disarankan untuk melakukan skrining sebanyak dua kali setahun. Seseorang yang memiliki tiga faktor risiko diabetes disarankan melakukan skrining sebanyak tiga kali setahun, dan begitu seterusnya.  "(Kalau sudah bergejala) mengobatinya susah /banget/, lebih baik ketemu (skrining) sebelum ada gejala," jelas dr Roy.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat