Presiden terpilih Joe Biden dalam pidato merayakan kemenangannya di lapangan the Chase Center di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Sabtu (7/11) malam waktu setempat. | EPA-EFE/ANDREW HARNIK

Kabar Utama

Jokowi Ajak Biden Perkuat Ekonomi

Presiden Jokowi berharap Biden dapat memperkuat kerja sama Indonesia-AS.

 

JAKARTA -- Kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) mendatangkan angin segar bagi komunitas internasional. Terpilihnya kandidat dari Partai Demokrat tersebut diyakini juga bakal berdampak positif bagi Indonesia secara langsung maupun tidak langsung.

Biden dipastikan akan menjadi orang nomor satu di Gedung Putih setelah memperoleh kemenangan di Negara Bagian Pennsylvania. Kemenangan itu membuat perolehan suara elektoralnya melampaui ambang 270. Berdasarkan penghitungan Associated Press, Biden telah mendapatkan 290 suara elektoral, sementara Trump 214.

Ia juga unggul dalam perolehan suara populer. Biden mengumpulkan 75.196.516 suara (50,6 persen), sedangkan Trump menghimpun 70.803.881 suara (47,7 persen).

Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat atas kemenangan Biden dan wakilnya Kamala Harris. Hasil pemilu ini, kata Jokowi, merupakan sebuah cerminan harapan masyarakat AS terhadap demokrasi.

Jokowi pun berharap kemenangan Biden dapat meningkatkan dan memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS. "Saya menantikan kerja sama dengan Anda untuk memperkuat hubungan Indonesia dan Amerika Serikat di bidang ekonomi, demokrasi, dan multilateralisme," kata Jokowi dalam akun Twitter-nya, Ahad (8/11).

Dalam bidang ekonomi, AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Negeri Paman Sam bahkan menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia setelah Cina.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas ke AS sepanjang Januari-September 2020 mencapai 13,05 miliar dolar AS atau tumbuh 2,93 persen dibandingkan periode sama 2019. Sedangkan, ekspor ke Cina tercatat sebesar 20,43 miliar dolar AS.

Kemenangan Biden diyakini dapat meredam perang dagang antara AS dan Cina. Biden juga diprediksi bakal mengevaluasi kebijakan proteksionisme yang selama ini dijalankan Trump.

photo
Perkembangan perdagangan luar negeri periode Januari-September 2020. - (Kemendag)

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, meredanya perang dagang AS dan Cina akan berdampak positif terhadap Indonesia. Apalagi, kedua negara itu merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia.

“Perang dagang AS dan Cina akan mereda, bahkan terhenti. Dengan demikian, perdagangan internasional akan bangkit yang kemudian bisa memacu produksi dan kenaikan harga komoditas,” kata Piter kepada Republika, kemarin.

Piter menambahkan, Indonesia sebagai negara pengekspor beragam komoditas tentu akan mendapatkan manfaat dengan naiknya harga komoditas internasional. "Di sisi lain, aliran modal juga akan mengalir ke Indonesia dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung," kata dia.

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menilai, kemenangan Biden akan menciptakan sejumlah perubahan yang cukup signifikan. Menurut Shinta, apabila dibandingkan dengan pemerintahan Trump, kemungkinan besar Biden tidak akan menciptakan kejutan-kejutan yang kurang menyenangkan bagi negara lain di dunia, seperti perang dagang. "Ini dengan sendirinya menurunkan level ketidakpastian bagi pelaku usaha dunia," ujar Shinta.

Shinta memperkirakan Biden juga tidak akan memperluas kebijakan proteksionis Trump. Namun, Biden juga mempunyai kepentingan sejumlah kebijakan proteksionis Trump terhadap pasar AS untuk menciptakan lapangan kerja baru agar AS pulih dari krisis.

photo
Distribusi persentase impor dari 10 negara utama, Januari-Agustus 2020 - (BPS.go.id)

Pengamat Indef, Bhima Yudhistira, menilai pemulihan ekonomi bisa lebih cepat terjadi di bawah kepemimpinan Joe Biden. Hal ini karena Biden berkomitmen serius dalam menangani pandemi Covid-19 dan bakal memberikan rencana stimulus yang lebih besar. “Langkah Joe Biden ini tentu jadi angin segar bagi ekonomi global dan Indonesia,” katanya.

Dalam hal multilateralisme, Guru Besar FISIP Unpad Arry Bainus menilai Joe Biden cenderung akan menjalankan kebijakan multilateralisme dengan mengandalkan sekutunya di Asia Tenggara dalam berbagai isu keamanan. Indonesia menjadi negara yang dipandang penting untuk membuat kawasan Asia Tenggara tetap kondusif, terutama berkaitan dengan isu Laut Cina Selatan.

Indonesia, menurut Arry, akan berpeluang menjalin kerja sama bilateral dengan AS di bidang pertahanan, seperti persediaan senjata dan pelatihan militer bagi TNI. “Namun, bergantung diplomasi yang dijalankan Indonesia,” katanya.

Sementara di sektor pendidikan, Indonesia punya peluang kerja sama lebih besar dalam pemberian beasiswa bagi WNI serta kerja sama dalam pengembangan riset dan teknologi. Peluang ini, kata dia, didasarkan atas kebijakan imigrasi yang terbuka dan pemberian kesempatan bagi tenaga ahli dari seluruh dunia untuk mengembangkan bakatnya di AS.

photo
Wakil Presiden AS Joe Biden (kiri) bersama Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas di kota Ramallah, Tepi Barat, pada 9 Maret 2016. - (Time of Israel)

Dunia Islam

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai, Joe Biden akan lebih akomodatif terhadap multikulturalisme dan umat Islam. Hal tersebut, kata dia, dapat dilihat dari program-program dikampanyekan Biden.

“Dia sempat berjanji akan mengangkat minimal seorang Muslim dalam jajaran pemerintahannya,” kata Mu’ti saat dihubungi Republika, kemarin,

Ia berharap terpilihnya Biden sebagai presiden AS akan bisa menciptakan perdamaian dunia. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia dan negara-negara Islam lainnya bisa bekerja sama untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih aman.

 
Dia sempat berjanji akan mengangkat minimal seorang Muslim dalam jajaran pemerintahannya.
ABDUL MU'TI, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah
 

Hal serupa disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud. Ia berharap Biden bisa membangun kerja sama dengan Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia, khususnya di negara-negara Islam yang dilanda konflik.  

Menurut dia, ada kemungkinan kebijakan Biden sama dengan mantan presiden AS Barack Obama yang juga merupakan figur populer di Partai Demokrat. Biden diyakini lebih lembut dalam mengatasi berbagai persoalan di dunia, termasuk dalam bidang politik internasional.

“NU waktu zaman Obama pun melakukan itu, yaitu ketika membantu Afghanistan bersama-sama. Alhamdulillah, Afghanistan bisa berdiri negaranya. Maka, NU pun sekarang mengharapkan demikian, seperti di Iran, Suriah, Libya, Yaman,” ujarnya.

 
Biden diyakini lebih lembut dalam mengatasi berbagai persoalan di dunia, termasuk dalam bidang politik internasional.
MARSUDI SYUHUD, Ketua PBNU
 

Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, mengatakan, saat Biden menjadi wakil presiden pada era Obama, pemerintahan AS berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Islam. Salah satu hal yang akan sangat terlihat ada pada persoalan Israel-Palestina yang menjadi perhatian mayoritas Muslim dunia. Dalam pandangan Suzie, isu ini akan sangat berbeda dengan era pemerintahan sebelumnya.

"Biden akan berubah. Dia pendukung two state solution, di mana Israel menjadi negara sendiri, begitu juga Palestina menjadi negara sendiri," ujar Suzie. Pemerintahan AS yang baru akan mencoba mengatasi masalah dengan komunitas Islam dunia.

Terkait peningkatan hubungan bilateral dengan Indonesia, Suzie mengatakan, hal tersebut akan sangat bergantung pada kondisi hak asasi manusia (HAM) di Tanah Air. Suzie mengatakan, masih banyak permasalahan HAM yang tidak selesai di Indonesia.

Padahal, Biden dan Partai Demokrat memiliki fokus pada persoalan pemenuhan hak asasi. Berbeda dengan Trump yang tidak cukup peduli dengan pertimbangan HAM dalam melakukan kerja sama dengan sebuah negara.

 

Trump Tegaskan Pilpres Belum Usai

photo
Calon presiden asal Partai Republik yang juga pejawat Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih, Sabtu (7/11) waktu setempat. - (REUTERS/Carlos Barria)

Capres asal Partai Republik, Donald Trump, mengatakan, pilpres belum berakhir. Dia masih enggan menerima kemenangan Joe Biden dan akan menentang hal tersebut.

“Joe Biden belum disertifikasi sebagai pemenang di negara bagian mana pun, apalagi negara bagian yang sangat diperebutkan menuju penghitungan ulang wajib atau negara bagian, tempat kampanye kami memiliki gugatan yang valid dan sah, yang dapat menentukan pemenang akhir," kata Trump dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh tim kampanyenya pada Sabtu (7/11), waktu setempat, dikutip laman The Hill.

Terkait hal ini, Trump secara khusus menyinggung negara bagian Pennsylvania. Menurut Trump, para pengamat dari timnya tidak diberi akses yang berarti untuk memantau proses penghitungan suara.

Pengadilan Pennsylvania sebenarnya telah memberi tim kampanye Trump ruang untuk mengamati lebih dekat proses penghitungan suara di Philadelphia pada Kamis (5/11) lalu. Namun, para pengamat perwakilan kubu Trump mengeklaim, mereka masih belum diberi akses yang memadai meskipun ada perintah.

Trump mengatakan, timnya akan memulai pertarungan di pengadilan pada Senin (9/11). Hal itu guna memastikan undang-undang pemilu ditegakkan sepenuhnya dan pemenang yang sah memperoleh tempatnya.

photo
Para pendukung Donald Trump menggelar aksi protes setelah hasil penghitungan mengunggulkan Joe Biden, di Beverly Hills, Los Angeles, California, Amerika, Sabtu (7/11). - (EPA-EFE/KYLE GRILLOT)

Menanggapi keengganan Trump mengakui hasil pilpres, penasihat senior Joe Biden, Symone Sanders mengatakan bahwa publik Amerika telah membuat pilihan. “Donald Trump tidak bisa memutuskan pemenang pemilu. Orang-orang memutuskan. Para pemilih di negara ini yang memutuskan, seperti yang telah lama kami katakan, dan para pemilih telah membuat pilihan mereka dengan sangat jelas," kata Sanders.

Biden dipastikan akan menjadi orang pertama di Gedung Putih, setelah memperoleh kemenangan di Pennsylvania. Kemenangan itu membuat perolehan suara elektoralnya melampaui ambang 270.

Pakar hukum pemilu dari South Texas College of Law Election, Josh Blackman, pesimistis tuntutan yang diajukan pejawat Donald Trump dapat mengubah hasil Pilpres AS. Menurut dia, kontestasi telah berakhir dan Joe Biden keluar sebagai pemenang.

"Pada saat ini dalam pemilihan, itu di luar apa yang disebut margin litigasi. Dengan kata lain, bahkan jika tuntutan hukum Presiden Trump berhasil, mereka tetap tidak akan menghasilkan cukup suara untuk mendorongnya ke atas," kata Blackman menanggapi pertanyaan, apakah tuntutan Trump dapat membuat perbedaan dalam hasil pilpres, seperti dilaporkan laman ABC13, Ahad (8/11).

 
Jika tuntutan hukum Presiden Trump berhasil, mereka tetap tidak akan menghasilkan cukup suara untuk mendorongnya ke atas.
JOSH BLACKMAN, Pakar Hukum Pemilu
 

Menurut dia, litigasi sebagian besar hanya untuk pertunjukan. Hal tersebut tidak akan mengubah hasil mengenai siapa yang menjadi presiden AS berikutnya. "Biden telah mendapatkan lebih banyak suara dengan selisih yang cukup besar, sehingga pengadilan tidak memberikan jalan kepada presiden (Trump) untuk terpilih kembali," ujarnya.

Blackman berharap tuntutan hukum diselesaikan dalam beberapa hari atau pekan. Dia mengatakan, satu kasus terkait pemungutan suara yang terlambat di Pennsylvania berpotensi mencapai Mahkamah Agung. Namun, dia yakin hal itu tidak akan mengubah hasil pilpres.

photo
Para pendukung Donald Trump di luar the Pennsylvania Convention Center di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Sabtu (7/11) - (EPA-EFE/JUSTIN LANE)

Blackman juga percaya bahwa pembicaraan tentang pemilih di berbagai negara bagian untuk membalik suara mereka dari satu kandidat ke kandidat lainnya, tidak mungkin terjadi. "Setiap negara bagian menunjuk pemilih, dan umumnya di bawah hukum negara bagian pemilih tidak memiliki kebebasan bertindak. Para pemilih akan memilih siapa pun yang memenangkan mayoritas di negara bagian mereka," ucapnya.

Oleh sebab itu, Blackman ragu tuntutan hukum Trump dapat memiliki dampak signifikan terhadap hasil pilpres. Menurut dia, saat ini Trump memiliki waktu terbatas di pemerintahan. Semua opsi hukum penting dipertimbangkan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat