Warga memunguti sampah plastik yang berserakan di pantai, di kawasan Greges, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (31/10/2020). Kegiatan bersih-bersih sampah plastik serta menanam bibit tanaman Mangrove yang dilakukan Jaga Segara bersama sejumlah mahasiswa dan war | ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Opini

Sampah dan Pendidikan Karakter

Kesadaran menjaga lingkungan harus menjadi kurikulum di setiap tataran pendidikan, dari tingkat rendah sampai tinggi.

BAHRUM SUBAGIYA, Dosen Universitas Ibn Khaldun Bogor

Setiap hujan besar, penulis selalu menyaksikan sampah betebaran di jalanan.

Ini dari luapan sungai-sungai kecil yang membawa banyak sampah yang menumpuk sehingga menutup jalannya air, lalu meluap ke jalan-jalan. Masih penulis saksikan, masyarakat menggunakan kesempatan saat hujan deras membuang sampah ke sungai.

Sebab, sampah yang dilemparkan ke sungai akan hanyut terbawa air. Mungkin, tak menjadi masalah di satu tempat, tetapi menjadi masalah di tempat lain. Beberapa sumber berita mengatakan, sampah yang dihasilkan di Indonesia per hari mencapai 67 juta ton.

Jika dikaji mendalam, ada banyak masalah yang melatarbelakanginya. Kurangnya kesadaran menjaga lingkungan, buruknya manajemen pengelolaan sampah, dan banyaknya produk yang menghasilkan sampah.

Kurangnya kepedulian pada lingkungan, menandakan lemahnya pendidikan yang benar. Kesadaran ini masih pada tataran pengetahuan, belum menjadi karakter.

 
Kesadaran menjaga lingkungan harus menjadi kurikulum di setiap tataran pendidikan, dari tingkat rendah sampai tinggi.
 
 

Kalau ditanya setiap orang di negeri ini, “Di mana buang sampah?” Pasti mereka akan menjawab, “Ya di tempat sampah.” Namun, apakah mereka melaksanakannya? Belum tentu.

Penulis masih sering menyaksikan orang melemparkan sampah seenaknya dari dalam mobil di tengah jalan. Apakah orang tersebut tidak bisa membaca anjuran yang ada dalam produk yang dibuangnya, “Buanglah sampah pada tempatnya!”

Kesadaran menjaga lingkungan harus menjadi kurikulum di setiap tataran pendidikan, dari tingkat rendah sampai tinggi.

Di tingkat TK, kesadaran membuang sampah pada tempatnya harus sudah ditanamkan sehingga menjadi pengetahuan yang melekat. Guru harus terus mengingatkan murid-muridnya untuk membuang sampah pada tempatnya.

Ini penting ditanamkan sampai guru melihat muridnya melaksanakan sesuai perintah dan menyaksikan muridnya menegur temannya yang membuang sampah sembarangan. Guru juga harus memastikan di lingkungan sekolah tak ada sampah di luar tempatnya.

Di tingkat SD atau sederajat, kesadaran harus terus ditingkatkan. Di tingkat ini, kesadaran terhadap lingkungan harus diperluas. Tidak saja di lingkungan sekolah, tetapi juga melebar ke wilayah sekolah itu berada.

 
Harus ada program untuk mengembangkan inovasi pemanfaatan sampah sehingga menjadi produk bernilai.
 
 

Kepala sekolah harus memberikan waktu kepada murid-muridnya di setiap pekan bekerja bakti, memunguti sampah di wilayah sekolah, yang jangkauannya bisa satu desa atau satu kecamatan.

Setiap siswa dibekali satu plastik sampah dan diminta mengisinya dengan sampah sampai penuh. Jika belum penuh, belum boleh selesai. Ini bukan hanya bagus membangun kesadaran bagi siswa, melainkan juga masyarakat yang menyaksikannya.

Jika rutin dilakukan setiap pekan, secara perlahan masyarakat pun sadar. Di tingkat SMP dan sederajat, kesadaran harus dilakukan dalam skala lebih luas, merambah ke tempat penting, seperti sumber air, hutan lindung, sungai, danau, pesisir pantai.

Ini penting segera dilaksanakan. Sebab, penulis menyaksikan, di danau Situ Gede Bogor, sampah plastik banyak terpendam di dasar sungai, sangat mencemari lingkungan, tidak hanya tidak indah dipandang, tetapi juga mengancam kehidupan habitat danau.

Di sungai pun tidak kalah banyak sampah yang sudah menumpuk sehingga aliran sungai menjadi dangkal. Tentunya di tingkat SMP, para murid diajak peduli, saat rekreasi ke mana pun harus ada program peduli menjaga kelestarian alam.

Kegiatan rekreasi bukan malah menambah banyaknya tumpukan sampah, melainkan juga harus memberikan perbaikan untuk kelestarian alam. Tingkat SMA, adalah bagaimana menjadikan sampah produk baru yang bisa dimanfaatkan dan bisa dijual kembali.

 
Pemerintah juga perlu mewujudkan kegiatan wajib menjaga kelestarian alam dan menanam kesadaran di setiap sekolah. 
 
 

Harus ada program untuk mengembangkan inovasi pemanfaatan sampah sehingga menjadi produk bernilai. Di tingkat kuliah, kesadaran terus ditingkatkan, pada tahapan ini mahasiswa harus mengembangkan produk kemasan yang ramah lingkungan.

Perguruan tinggi hendaknya bisa menggandeng perusahaan dalam mengembangkan produk ramah lingkungan, dan pemerintah dapat memberikan peran dalam biaya-biaya penelitian yang dikembangkan kampus.

Tentunya, penyadaran ini bukan dalam waktu tertentu, melainkan setiap saat agar kesadaran masyarakat  meningkat. Peran pemerintah dalam pengelolaan sampah pun harus baik. Bisa dimulai dengan penyediaan tempat sampah di setiap wilayah.

Selain itu, diusahakan agar retribusi pembuangan sampah ditiadakan sehingga masyarakat bebas membuang sampah di tempat sampah mana pun, tanpa perlu takut ditegur warga lain karena penguasaan tempat sampah antarwilayah.

Pemerintah juga perlu mewujudkan kegiatan wajib menjaga kelestarian alam dan menanam kesadaran di setiap sekolah. Tak kalah penting, memberikan penghargaan kepada sekolah yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan.

Sampah adalah masalah serius yang bukan hanya bagi negeri kita, melainkan juga dunia. Peran kita menjaga kelestarian alam ini demi kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik.

Semua pembelajaran dari mulai tingkat TK hingga perguruan tinggi akan menjadi karakter bangsa ini yang bisa dibanggakan. Sehingga, tak ada lagi orang yang melemparkan sampah dari dalam mobilnya, tidak ada lagi orang yang melemparkan sampah ke sungai. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat