Menlu AS Mike Pompeo | GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Opini

Melihat Konsistensi AS

Indonesia perlu melihat konsistensi ucapan Trump dan Pompeo yang selalu dikeluarkan konfrontatif.

ACHYAR AL RASYID, Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Bidang Hubungan Internasional

Indonesia menjadi salah satu dari empat negara tujuan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam perjalanan pada 25-30 Oktober 2020.

Kedatangan Pompeo ke Indonesia memiiki beberapa topik. Menurut Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Timur dan Pasifik David R Stilwell, ada sejumlah alasan Mike Pompeo melakukan kunjungan ini.

Pertama, menurut Stilwell, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Indonesia juga disebut contoh kebebasan dan toleransi beragama. Kunjungan ini juga untuk menggarisbawahi nilai-nilai bersama, termasuk dukungan untuk HAM.

Kedua, AS berusaha memperkuat visi tatanan berbasis aturan di Asia Tenggara dan Indonesia merupakan pilar Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Menurut Stilwell, Indonesia merupakan anggota komunitas internasional yang aktif dan bertanggung jawab.

 
Dalam tujuan AS yang pertama, perlu dicermati bagaimana AS dalam narasi tersebut. Terdapat hal kontradiktif yang ditunjukkan AS dalam berbicara soal umat Islam dan HAM.
 
 

Indonesia mitra penting di Dewan Keamanan PBB dan memainkan peran kepemimpinan bersejarah di ASEAN. Ketiga, AS akan memperkuat kemitraan pertahanan dan kontraterorisme bilateral dengan Indonesia.

Dalam tujuan AS yang pertama, perlu dicermati bagaimana AS dalam narasi tersebut. Terdapat hal kontradiktif yang ditunjukkan AS dalam berbicara soal umat Islam dan HAM.

Pertama, AS adalah negara yang sejak dulu paling konsisten mendukung Israel dalam melakukan penjajahan terhadap negara Palestina. Salah satunya dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dari Presiden AS Donald Trump pada 2017.

Kedua, sudah menjadi rahasia umum, AS juga berada di balik kekacauan beberapa negara Timur Tengah yang mayoritas penduduknya Muslim.

Kedua wujud tindakan tersebut menjadi menarik saat  AS memanggil salah satu tokoh Muslim dari Suku Uighur, Xinjiang, Cina, ke Ruang Oval, Gedung Putih, Washington DC, bersama 27 peserta lain untuk bertemu dan berdialog dengan Presiden Donald Trump soal HAM.

Pertunjukan perilaku ini entah disadari atau tidak oleh AS, akan menjadi sikap kritis bagi Indonesia, bahwa “Apa yang dimaksud dengan umat Islam dan HAM bagi AS?”

 
Selanjutnya, Indonesia perlu melihat konsistensi ucapan Trump dan Pompeo dalam beberapa bulan terakhir. Ucapan yang selalu dikeluarkan konfrontatif. 
 
 

Dapat disimpulkan, AS berbicara umat Islam dan HAM dalam konteks parsial dan sangat sempit, yaitu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Bukan kepentingan seluruh umat di dunia, sebagaimana nilai Islam yang utama, yaitu Islam rahmatan lil alamin.

Artinya, jangan sampai narasi “umat Islam dan HAM”, yang menjadi bagian dari pesan diplomasi Pompeo dalam kunjungannya ke Indonesia, adalah narasi yang justru mengajak Indonesia mengikuti kepentingan AS semata.

Selanjutnya, Indonesia perlu melihat konsistensi ucapan Trump dan Pompeo dalam beberapa bulan terakhir. Ucapan yang selalu dikeluarkan konfrontatif. Sama sekali tidak ada narasi bernuansa perdamaian dunia, kerja sama, dan saling merangkul.

Ini menunjukkan kembali kontradiksi dalam ucapan dan pesan, yang akan menyebabkan narasi perdamaian, keamanan kawasan, serta konsep Indo-Pasifik yang diusung AS untuk ASEAN menjadi pantulan kritis dari publik, khususnya Indonesia, akan mencermati hal ini.

Terlebih, saat ini dunia sedang fokus pada penanganan Covid-19 agar kehidupan kembali normal serta perekonomian seperti sediakala.

Saat Trump mengatakan dalam kampanyenya agar tak takut pada Covid-19 sembari menyindir lawan politiknya yang dianggap terlalu takut Covid-19, pada saat yang sama Cina menjadi salah satu negara, selain Rusia yang memberikan solusi dengan siap menyediakan vaksin.

Cina menjadi negara yang melakukan kesepakatan dengan Indonesia soal vaksin Covid-19. Dalam kesepakatan yang melibatkan perusahaan kedua negara, Cina memastikan 40 juta dosis vaksin tersedia untuk Indonesia, bersamaan dengan pemberian vaksin untuk warganya.

 
Indonesia perlu bersikap bebas aktif sesuai kebijakan politik luar negerinya dengan wujud memberikan nasihat kepada negara-negara lain di dunia.
 
 

Perseteruan

Melihat mengerasnya perseteruan AS-Cina, Indonesia adalah negara dengan berkebudayaan dan beradab yang tinggi luhur. Masyarakatnya mencintai perdamaian serta membenci permusuhan dan pertengkaran.

Sesuai tujuan pembukaan UUD 1945, yaitu mewujudkan perdamaian dunia, Indonesia perlu bersikap bebas aktif sesuai kebijakan politik luar negerinya dengan wujud memberikan nasihat kepada negara-negara lain di dunia, dengan menyuarakan pesan perdamaian.

Selain itu, mendorong penguatan kerja sama dan kolaborasi dunia, serta memberikan nasihat gotong royong bagi negara di dunia untuk mewujudkan peradaban dunia yang maju dan sejahtera, khususnya dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini secara bersama-sama.

Indonesia perlu membangun hubungan baik dengan AS secara normal dan dalam bingkai kerja sama konstruktif dan produktif, hal itu sangat penting. Mengikuti narasi negatif yang membawa kepada kebencian dan permusuhan dengan negara lain itu yang patut dihindari.

Seperti Presiden Joko Widodo sampaikan di Sidang Majelis Umum ke-75 PBB pada 23 September 2020. “Tidak ada artinya sebuah kemenangan dirayakan di tengah kehancuran, dan tidak ada artinya menjadi kekuatan ekonomi terbesar di tengah dunia yang tenggelam.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat