Pameran Lukisan Affandi di Galeri Nasional Indonesia Jakarta | Laura Ariesta

Jakarta

97 Lukisan Affandi Menghiasi Galeri Nasional Indonesia

Affandi merupakan maestro lukis yang menginspirasi dunia seni nasional.

LAURA ARIESTA

Pegiat seni

 

Penasaran dengan lukisan-lukisan Affandi? Datanglah ke Galeri Nasional Indonesia yang memamerkan hasil karya lukis Affandi dalam bentuk video mapping projection disertai iringan musik. 

Pameran Imersif Affandi yang diselenggarakan dari tanggal 26 Oktober hingga 25 November 2020 ini adalah rangkaian dari ajang Pekan Kebudayaan Nasional 2020. Terjangan pandemi Covid-19 membuat pihak penyelenggara dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud banyak melakukan penyesuaian terhadap festival PKN 2020 ini. Yang tadinya hendak diselenggarakan secara luring seperti tahun lalu, menjadi daring. Salah satunya pameran ini, yang juga bisa disaksikan secara langsung. 

Menggunakan sekitar 28 proyektor dalam dua buah ruangan yang terkoneksi, sekitar 97 lukisan karya Affandi ditayangkan dalam bentuk video mapping projection. Permainan warna dan cahaya dalam tayangan tersebut, disertai iringan musik yang mengalun, membuat karya-karya lukis Affandi tampak spektakular. Kita bak menonton film dalam bioskop yang gambarnya bisa disaksikan di setiap sisi dinding dan lantai. Kita bebas berjalan, berputar, menengok kiri dan kanan, atau berpindah ruangan, untuk mencari posisi yang enak dalam menyaksikan tayangan tersebut.

Pengunjung juga diizinkan mengambil gambar, video, bahkan berfoto, asal tidak menggunakan cahaya blitz. Jumlah pengunjung dibatasi sekitar 20 orang per sesi dan dalam sehari dibuka 5 sesi. Para pengunjung diwajibkan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat. Tapi dengan ruangan yang luas tersebut, 20 orang sangat bisa menjaga jarak dengan baik. 

photo
Lukisan Affandi dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia Jakarta. - (Laura Ariesta)

Mengingat jumlah pengunjung dibatasi, mereka diharuskan registrasi terlebih dahulu ke https://pkn.id. Tapi hasil pantauan di lapangan, beberapa pengunjung yang belum mendaftar secara online, tetap diperbolehkan masuk. Mungkin karena jumlah pengunjung pada sesi itu tidak sampai 20 orang.

Setelah menyaksikan tayangan video mapping projection tersebut selama 30 menit, pengunjung bisa lanjut melihat 15 karya lukis Affandi koleksi Galeri Nasional yang dipamerkan pula di sana. Beberapa judul yang dipamerkan antara lain: Pemandangan di Pegunungan, Pohon dan Andong, Topeng (Barong Landung), Pengemis, Perahu-Perahu, Bunga Matahari 1, Sapi Lanang, Barong Melis, Si Hitam dan Si Putih, Pemakaman Raja Inggris, Ibuku, dan Potret Diri dan Pipanya.  Kemudian ada ruangan khusus yang berisi tentang Lini Masa Affandi dari lahir hingga akhir hayatnya. 

Dari lini masa tersebut dirangkum kehidupan Affandi. Boerhanoedin Affandi Koesoema lahir tahun 1907 di Jatitujuh, Indramayu (secara administratif menjadi bagian dari Cirebon) Jawa Barat. Tanggal kelahirannya tidak diketahui, namun Affandi memilih tanggal 1 Mei sebagai tanggal kelahirannya karena bertepatan dengan Hari Buruh.

Ia adalah putra dari istri kedua Raden Koesoema, seorang mantri ukur pabrik gula di Ciledug. Namun, ia dibesarkan oleh istri pertama Raden Koesoema. Karena sejak kecil ia sering diajak nonton pertunjukan wayang golek atau wayang kulit oleh paman dan kakaknya, pada usia 7 tahun, Affandi bisa menggambar 100 karakter wayang dengan mengandalkan ingatannya. Ia sendiri mengidolakan tokoh wayang Sukrasana, raksasa kerdil putra Resi Suwandagni dari pertapaan Argasekar dengan permaisuri Dewi Darini. Alasannya, karena Sukrasana berwajah jelek seperti dirinya, namun berhati baik. 

Ketika ayahnya meninggal tahun 1928, biaya hidup dan sekolahnya ditanggung oleh kakak pertamanya, Ir. Moh. Sabur. Sewaktu sekolah di Algermene Middlebare School (AMS) bagian B, Ilmu Pengetahuan Alam di Batavia (kini Jakarta), Affandi tinggal di rumah seorang guru HIS bernama Yudhokusumo, ayah dari Kartono Yudhokusumo (1924-1957) yang dikenal sebagai pelukis ternama. Yudhokusumo memiliki anak angkat, S. Sudjojono (1913-1986) yang mengenalkan Affandi dengan lukisan cat minyak. 

Kemudian di masa remajanya tahun 1929, keinginan Affandi untuk masuk sekolah menggambar di Belanda, ditentang Ir. Moh. Sabur yang menginginkannya menjadi insinyur dengan melanjutkan sekolahnya ke Technische Hogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung). Namun Affandi tetap pada pendiriannya, ia belajar melukis sendiri dan menelantarkan pendidikannya di AMS. Affandi ingin menjadi juru gambar atau tekenaar. 

Ia kemudian menghidupi dirinya sendiri dengan menerima tawaran mengajar di HIS Met de Qur’an (sekolah dasar yang didirikan organisasi Muhammadyah pada masa penjajahan Belanda) dan menjadi guru PBH (Pemberantas Buta Huruf). Di sinilah ia memiliki murid bernama Maryati yang kemudian dinikahinya. 

Beberapa buku tentang Affandi yang pernah diterbitkan antara lain: Affandi The Great Artist yang ditulis oleh Claudia Kalb, seorang jurnalis dan penulis dari Amerika Serikat (1996) terbitan Gramedia, The Stories of Affandi (2012) yang diterbitkan oleh Agung Tobing dan Museum Affandi, Dia Datang, Dia Lapar, Dia Pergi yang memuat kisah Affandi dari sudut pandang Suhardjono, sopir dan asisten Affandi selama 30 tahun (2014), ditulis oleh Hendro Wiyanto dan Hari Budiono, dan Menjaga Imaji Affandi yang ditulis oleh HM. Nasruddin Anshoriy Ch, yang diterbitkan Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan bekerja sama dengan Museum Affandi dan Desa Kebangsaan Ilmu Giri (2019).

Jika masih penasaran dan ingin mengetahui lebih lengkap karya lukis Affandi dan sejarahnya, saksikan saja secara langsung di Galeri Nasional Indonesia. Caranya dengan registrasi secara daring terlebih dahulu untuk mendapatkan akses.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat