KH Anizar Masyhadi berbincang Rektor Universitas Al-Azhar Mesir Prof. Dr. Muh. Husein Al-Mahrosowi | Anizar Masyhadi

Opini

Tazakka, Al-Azhar, dan Penghargaan Mesir untuk Kiai Syukri

Kiai Syukri adalah teladan kesungguhan mengelola pesantren.

 

OLEH KH ANIZAR MASYHADI

Pengasuh Pondok Modern Tazakka, Bandar, Batang, Jawa Tengah

 

Rasanya baru kemarin nyantri di Gontor. Lalu menjadi guru pengabdian (1999-2000) di pondok yang kini diramaikan 30 ribuan santri dari berbagai belahan dunia tersebut. Masih ingat suasana KH Abdullah Syukri Zarkasyi (1942-2020) 'menyetrum' santri-santrinya dengan nilai, petuah, dan nasihat.

Beliau selalu dapat membuat suasana khidmat, karena kami ingin mendengar inspirasi dari beliau, yang disampaikan dengan berapi-api, menyentuh hati, dan terkadang penuh gelak tawa.

"Bergeraklah, karena dalam pergerakan itu ada keberkahan, dan keberkahan bersama dengan pergerakan"

"Berpikir keras, bekerja keras, berdoa keras dan bersabar keras"

Dan banyak lagi nasihat beliau. Selama nyantri di Gontor, beliau mengajak kami menjadi ahli ibadah, orang bermanfaat, pejuang, penggerak, dan ikhlas.

Ikhlas merupakan ruh pertama dari lima yang menghidupkan Gontor. Empat lainnya adalah kesederhanaan, berdikari, ukhuwah islamiyah, kebebasan. Pancajiwa ini adalah refleksi keilmuan Islam seperti tasawuf, akhlak, teologi yang bersumber dari Alquran, sunah Rasulullah, legasi sahabat, dan refleksi ulama.

Saat akan mendirikan Pondok Modern Tazakka di Bandar, Batang, Jawa Tengah tahun 2010, kami sowan kepada beliau untuk memohon doa restu. Beliau memberi pertanyaan kepada kami: "Senang pondok atau senang punya Pondok?". Sempat kami berpikir, apa jawabannya. Jawabannya tidak mudah. Kami terdiam.

photo
KH Anizar Masyhadi (paling kanan) berfoto bersama Sekjen Liga Dunia Islam Syekh Dr Muhammad Abdul Karim Al-Isa dan Ketua Yayasan Museum Komjen Pol (P) Dr Syafruddin Kambo. - (Anizar Masyhadi)

Lalu beliau menjelaskan: "Senang pondok itu artinya kamu mendirikan pondok, kamu berada di dalamnya, membina, mengasuh dan mendidik santri-santrimu, suka duka berada di dalam pondok. Totalitas hidupmu untuk pondok". Yang dimaksud pondok di sini adalah pesantren. Di dalamnya terdapat santri, masyarakat, para guru atau ustaz, dan kiai sebagai pengasuh dan pemimpin. Masjid menjadi sentra kegiatannya. Kiai menjadi sentra figurnya. Pembelajaran di dalamnya dijalankan dengan qudwah hasanah atau keteladanan, membaca buku dan semesta, juga pergaulan dengan komunitas di dalamnya.  

Beliau lalu menjelaskan makna senang punya pondok: "Senang punya pondok itu artinya kamu membangun pondok, namun hati jiwamu tidak di dalamnya, bahkan hidupmu di luar pondok, tidak melihat mendengar merasakan apa yang dilakukan santri".

Pengasuh pondok, kata Kiai Syukri, harus dekat dengan santri (di dalam pondok): "Dekat itu bukan jarak berapa meter, dekat itu adalah kamu bisa merasakan apa yang dirasakan santri, mendengar mereka, melihat dan hidup bersamanya".

Dulu, selesai masa pengabdian di Gontor, tahun 2000 saya berangkat ke Mesir untuk studi di Al-Azhar. Tahun 2001 kami (PPMI) mengadakan seminar dan mengundang Rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof Dr Azumardi Azra, yang kemudian tahun 2002 UIN Syarif menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Liga Universitas Islam yang dihadiri para rektor, akademisi dari berbagai perguruan tinggi dunia yang dipimpin oleh Sekjennya Prof Dr Jakfar Abdussalam.

Saat konferensi itulah saya bertemu kembali dengan beliau Ayanda Kiai Syukri, saya menyalaminya dan beliau membalas: "Anizar, siapa yang bawa para rektor dan tamu-tamu ini?", begitu tanya beliau.

"Saya yang pegang agenda jadwal acaranya, kiai", lalu beliau memerintahkan: "Kalau begitu selesai acara di Jakarta bawa ke Gontor".

photo
KH Anizar Masyhadi mendampingi Kiai Abdullah Syukri, diplomat Alwi Shihab dan penafsir Alquran Prof Quraish Shihab di Mesir. - (Anizar Masyhadi)

Singkat cerita, tamu-tamu dari Liga Univ Islam tersebut saya bawa ke Gontor, disambut dengan meriah. Marching band memainkan alunan musik lengkap dengan atraksi mayoret yang meriah. Kemudian mereka memaparkan berbagai hal tentang keilmuan Islam di hadapan empat ribuan santri di sana dan mahasiswa Universitas Darussalam Gontor. Inilah lembaran hubungan Gontor dengan Liga Universitas Islam/Robitoh Al-Jamiat Al-Islamiyah yang sangat intensif.

Sejak itu, pihak Liga Universitas Islam mengajak pihak Gontor untuk menggelar berbagai agenda keilmuan di sejumlah negara. Tukar-menukar manhaj keilmuan juga terjadi. Penelitian bersama dalam berbagai bidang terlaksana.

Selama di Mesir, setiap tahun, saya berkesempatan ke Gontor dengan para ulama, profesor dari Mesir, dalam berbagai momentum kegiatan, sengaja mengadakan acara seminar di UGM, UIN dlsbnya, lalu ke Gontor, atau sebaliknya, bagi mahasiswa saat itu, bisa pulang tiap tahun sudah senang, namun yg lebih penting lagi adalah membuat jaringan. Beliau mengajarkan: "Pandai-pandailah membuat jaringan, dan pandai-pandailah memanfaatkannya".

Puncaknya pada tahun 2005, saat saya menunaikan Rukun Islam kelima di Makkah, Kiai Syukri menelpon saya. Aantara percaya dan tidak, bahwa yang muncul di layar HP adalah call adalah nama Kiai Syukri 081234xxxx. Enam digit angka awal tadi adalah nomor yang biasanya dimiliki petinggi Gontor. Pasti yang punya nomor semacam itu adalah kiai atau ustaz senior di Gontor.

Saat saya angkat telpon beliau langsung salam dan menyampaikan "Anizar, ini Pak Syukri, acara 80 tahun Gontor (tahun 2006) saya ingin Grand Syaikh Al-Azhar hadir, kamu bisa atur?".

Sebagai santri spontan tanpa berpikir panjang saya jawab "Bisa Kiai, segera akan saya petakan setibanya saya di Mesir". Setibanya di Kairo, mulailah saya menata dan menjalin hubungan semua jaringan Al-Azhar yang sejak tahun 2001 saya bangun. Untuk memetakan dan meyakinkan Imam Besar Al-Azhar saat itu Prof Dr Muhammad Sayyid Thontowi agar berkenan ke Indonesia khususnya Gontor.

Lampu hijau muncul. Grand Syaikh berkenan ke Gontor, maka saya langsung telp ke Kiai Syukri: "Assalamualaikum Kiai, grand syekh lampu hijau berkenan ke Gontor.

Kiai Syukri Syukri lalu menemui Presiden SBY pada 2005, dan selanjutnya 2 minggu kemudian Kiai Syukri didampingi Kiai Akrim Maryat dan Dr Dihyatun Masqon terbang ke Kairo membawa surat undangan dari Presiden SBY untuk mengundang Grand Syaikh Al-Azhar sebagai tamu negara.

Alhamdulillah pada 2006, Grand Syaikh Al-Azhar Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thontowi berkunjung ke Gontor Indonesia, dan saya mendapat tugas dr Ayahanda Kiai Syukri dan Kepala Perwakilan RI di KBRI Bpk Muzammil Basyuni u mendampingi Grand Syaikh secara khusus.

Di tahun yang sama, adalah Dr. Mustofa Dasuki, orang Mesir yang sangat paham dengan Gontor, Indonesia dan seisinya, menyampaikan usulan kepada Sekjen Liga Universitas Islam Prof Jakfar Abddussalam, bahwa setelah melihat dan mengamati peran Kiai Abdullah Syukri, maka sangat layak untuk mendapatkan bintang kehormatan tingkat satu dari negara Mesir (wisamul ulum wal funun lit thabaqh al ula).

Saya dipanggil ke Kantor Sekjen Prof Jakfar, disitu sudah ada Prof. Nabil Samakuthi (Wakil Sekjen) dan Dr. Mustofa Dasuki. Saya diminta untuk menyiapkan profile Kiai Syukri, profil Gontor, peranan kiai Syukri di dunia pendidikan, kebudayaan, dan kemasyarakatan .

Saya membentuk tim di IKPM Cairo, memulai mengetik dengan bahasa Arab. Lalu semuanya kami bawa tashih mustolah lughowiyahnya ke beberapa orang mesir. Salah satunya adalah Pemred Jaridah Shoutul Azhar, agar bahasa Arabnya lebih mudah dipahami orang Arab.

Banyak tantangan, rintangan, bahkan orang orang tidak percaya usulan Sekjen Liga Universitas Islam terkait Kiai Syukri kepada Presiden Mesir, namun sesuai prinsip yang diajarkan Kiai Syukri, terus bergerak pantang mundur dan harus sukses, maka pada akhirnya tahun 2006, Ayahanda KH Abdullah Syukri mendapatkan bintang kehormatan dari Negara Mesir. Kiai Syukri menjadi orang pertama dan satu-satunya yang mendapatkan bintang kehormatan dari negara Mesir atas jasanya mengembangkan bahasa Arab dan keislaman melalui Gontor yang dipimpinnya.

Pada Kamis 22 Oktober, saya mengangkat jenazah Ayahanda Kiai Syukri, ikut menyalatkan, dan mengangkatnya kembali sampai ke pemakaman. Dari malam hari sampai selesai pemakaman, air mata terus mengalir, tidak dapat dibendung. Husnul khotimah Kiaiku, bersama para anbiya was syuhada bertawaf dan berkumpul di Baitul Makmur, dan berada dekat dengan Allah, tempat semua ciptaan mewujud dan kembali. Kami selalu akan mendoakan ayahanda Kiai Haji Abdullah Syukri Zarkasyi.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat