Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Rangga Pahlawan

Kamu telah mengajarkan banyak hal kepada kami tentang jiwa pahlawan.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA 

Rangga namamu. Entah dari mana engkau belajar. Saat masih begitu banyak pria berusia dewasa tak mengerti bagaimana bersikap, kamu paham bagaimana menjadi seorang lelaki sejati.

Lelaki itu melindungi yang lemah, menghormati wanita, dan menjaga orang-orang tersayang. Itu sejatinya seorang lelaki. Dalam usia baru sembilan tahun, bahkan belum memasuki remaja, hal tersebut telah terpatri sedemikian kuat pada dirimu.

Dari mana keberanian itu muncul, Nak? Ketika kau menemukan binatang berwujud lelaki yang ingin menyakiti ibumu dan bermaksud merenggut kehormatannya, ragamu spontan bergerak mengadang. Berteriak, menangkis, bergumul, dan melakukan seluruh upaya menjaga orang yang kau cintai segenap hati.

Sejujurnya kami yang dewasa sulit membayangkan bagaimana kamu melakukan itu semua dengan tangan dan kaki kecilmu, bagaimana mungkin sayang?

 
Tahukah, Nak … begitu banyak orang dewasa mengikuti penataran, belajar kebajikan, mendapat amanah dan tugas mulia, tetapi sulit menemukan di antara mereka yang sungguh-sungguh mengerti bagaimana menjadi pahlawan.  
 
 

Namamu Rangga. Sekarang semua mengenalmu. Juga semangat pahlawan yang melekat dan entah dari mana kau dapatkan. Ketika ibu memintamu lari dan menyelamatkan diri, kau tak menggubris. Seolah lebih dari siapa pun kau memahami, seorang pahlawan tidak akan lari.

Ia harus tetap hadir dan menjaga sebab itu cara mereka memenuhi kewajibannya. Kamu bahkan tak lagi berhitung. Kamu tahu akan kalah sebab hewan buas itu bukan hanya bertubuh jauh lebih besar, melainkan juga bersenjata.

Tahukah, Nak … begitu banyak orang dewasa mengikuti penataran, belajar kebajikan, mendapat amanah dan tugas mulia, tetapi sulit menemukan di antara mereka yang sungguh-sungguh mengerti bagaimana menjadi pahlawan.

Di antara mereka, bisa dikatakan sebagian besar, lebih mementingkan diri sendiri. Banyak yang justru tak segan menginjak orang lain setelah menggenggam kekuasaan, menyakiti, bahkan tak jarang merusak demi mempertahankan kekuasaan.

 
Kau sungguh pahlawan, Nak. Masyarakat Tanah Air mengakui sikap heroikmu yang berani menantang kemungkaran demi menjaga kehormatan ibu. 
 
 

Di antara air mata yang menderas saat menulis tentangmu, aku membayangkan bagaimana dengan sisa tenaga, kekuatan yang susah payah kau kumpulkan di antara napas yang kian tersengal, tubuh kecilmu terus melawan.

Meski luka demi luka tertoreh, cairan merah yang mengalir tak kunjung membuatmu menyerah.

Kesakitan yang tak kau hiraukan, ketakutan yang tak melahap jiwamu, perlawanan habis-habisan terus kau lancarkan demi melindungi perempuan yang paling kau sayang hingga detak napas terakhir saat nyawa akhirnya terpisah dari raga.

Kau sungguh pahlawan, Nak. Masyarakat Tanah Air mengakui sikap heroikmu yang berani menantang kemungkaran demi menjaga kehormatan ibu. Pahlawan cilik, kata mereka. Namun, hanya tubuhmu yang cilik, tetapi jiwa dan perbuatan satriamu di mataku telah membuatmu menjelma pahlawan besar, sumber inspirasi kami.

Rangga namamu. Maafkan kami yang baru mengenal lebih banyak tentang sosokmu yang merupakan siswa berprestasi di sekolah. Tetap saja aku tak beroleh jawaban bagaimana kau belajar menjadi kesatria sejati, Nak, yang berani melakukan perbuatan benar, membela yang lemah walau nyawa taruhannya?

Panjang cerita tentangmu menghiasi media. Membuat aku dan rasanya banyak orang berpikir ulang, tragedi yang terjadi, kemanusiaan yang tercerabut, siapa yang bersalah?  

Jika pertanyaan itu kau lontarkan kepadaku, jujur aku tak bisa serta-merta menjawabnya. Yang kutahu, lelaki biadab yang memerkosa ibumu dan membunuhmu seharusnya tak menghirup udara bebas.

Dia harusnya berada di balik jeruji setelah sebelumnya ditahan karena kasus pembunuhan. Ya, binatang itu telah merenggut nyawa manusia sebelumnya, Nak. Tindak kejahatan berat dan harusnya membuatnya mendekam di penjara dalam waktu yang lama. 

Namun, pembunuh itu dibebaskan sebelum memenuhi seluruh masa tahanannya bersama lebih dari 30 ribu kriminal, demi alasan kemanusiaan terkait pandemi. Kebebasan yang kemudian berakhir dengan terenggutnya kehormatan dan nyawamu.

Mengapa tidak penjara yang lalu diisolasi, dilarang mendapatkan pengunjung, mengapa mereka termasuk yang melakukan kejahatan serius, dibiarkan berkeliaran bebas? Toh, mal saja dilarang dikunjungi, kantor dilarang dikunjungi, bahkan masjid sempat pula ditutup.

Buruknya lagi, lebih dari 20 di antara narapidana yang bebas langsung melakukan kejahatan: memerkosa, mengedarkan narkoba, mencuri, bahkan membunuh.  Ini yang ketahuan dan terdata, bagaimana yang tidak?

Namamu Rangga. Maafkan kami yang tak mampu melindungi dan membuatmu kehilangan kesempatan untuk tumbuh dewasa dan memahami banyak hal tentang kehidupan, juga berada lebih lama dalam peluk sayang ibu yang begitu kau puja.

Terima kasih Nak, sebab dalam usia teramat muda, kamu telah mengajarkan banyak hal kepada kami, orang dewasa, para pemegang kebijakan, dan rakyat keseluruhan tentang jiwa pahlawan. Semoga Allah memelukmu dengan kasih teramat kasih, di surga-Nya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat