Sejumlah pelajar yang akan mengikuti aksi unjuk rasa terjaring razia di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/10). | Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO

Nasional

Kemensos: Kasus Kekerasan Anak Melonjak

Tiga bulan terakhir kasus anak yang berhadapan dengan hukum meningkat tajam.

JAKARTA -- Kementerian Sosial (Kemensos) mengakui kasus terkait anak dan kekerasan anak melonjak saat masa pandemi Covid-19. Karena itu, Menteri Sosial Juliari P Batubara menginstruksikan kepada jajarannya untuk hadir memberikan pelayanan optimal kepada anak-anak, khususnya kepada mereka yang terdampak Covid-19.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Kanya Eka Santi mengungkapkan, Kemensos mencatat dalam tiga bulan terakhir kasus anak yang berhadapan dengan hukum meningkat tajam. Pada Juni 2020 ada 3.555 kasus dan bertambah menjadi 4.928 kasus pada Juli. Pada Agustus, kasus yang direspon oleh Saksi Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Kemensos mencapai 5.364 kasus.

Kondisi ini, kata Kanya, membuat Kemensos perlu melakukan penguatan dalam pelayanan dan perangasuhan anak. "Bapak Menteri Sosial Juliari P Batubara selalu berpesan agar semua anak harus terlindungi dan harus mendapatkan hak-haknya juga pengasuhan dan perlindungan yang baik," kata Eka dalam keterangan persnya, Rabu (14/10).

Selain anak yang berhadapan dengan hukum, yang naik cukup tinggi juga adalah kasus anak korban kejahatan seksual, perlakuan salah, dan penelantaran. Kasus anak korban kejahatan seksual yang direspon Sakti Peksos pada Juni sebanyak 1.433, melonjak menjadi 2.214 kasus pada Juli, dan Agustus tercatat sebanyak 2.489 kasus.

Sementara kasus anak korban perlakuan salah dan penelantaran sebanyak 766 kasus pada Juni, naik 1.116 kasus pada Juli, dan Agustus bertambah menjadi 1.247 kasus. Total dari 17 jenis kasus anak yang direspon Sakti Peksos pada Juni-Agustus 2020 mencapai 32.911 kasus.

photo
Polisi membawa sejumlah pelajar SMA yang diduga akan membuat kericuhan saat aksi unjuk rasa menolak Undang Undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law di Balai Kota, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/10). - (MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO)

"Sebetulnya kami belum melakukan riset khusus apakah peningkatan kasus itu karena pandemi atau tidak, tetapi kita bisa lihat bahwa angkanya lumayan naik tajam dalam tujuh bulan pandemi ini dibanding tahun lalu," ujar dia.

Menurut Eka, pandemi tidak hanya berdampak pada aspek fisik, tapi juga kejiwaan baik bagi orang tua maupun anak-anak. Dari sisi anak, pandemi bisa berdampak pada aspek pengasuhan anak, terutama ketika orang tua terpapar Covid-19 dan harus menjalani isolasi atau bahkan meninggal.

"Ada sekitar 800-an (anak) yang mengalami kesulitan dalam pengasuhan karena orang tua diisolasi, tidak ada yang mengurus atau bahkan meninggal karena Covid-19 yang kami tangani," kata Eka.

 
Ada sekitar 800-an (anak) yang mengalami kesulitan dalam pengasuhan karena orang tua diisolasi.
 
 

Upaya yang dilakukan dengan menurunkan langsung Sakti Peksos untuk merespon kasus secara cepat dan melakukan pendampingan kepada anak dan keluarga. Kementerian Sosial juga memberikan perlindungan sosial yang terus diperkuat lewat jaring pengaman sosial.

Angka kekerasan yang melibatkan anak tersebut sebanding dengan angka peningkatan kasus kesehatan jiwa selama pandemi. Survei kesehatan jiwa yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyebutkan, 68 persen masyarakat yang melakukan swaperiksa mengalami gangguan kesehatan jiwa sejak Maret 2020. 

"Ada sebanyak 5.661 orang dari 31 provinsi yang melakukan swaperiksa di web PDSKJI, 68 persen mengalami masalah kejiwaan dan masalah psikologis," kata Ketua Umum PDSKJI, dr Diah Setia Utami dalam telekonfrensi bersama media, kemarin.

Diah menerangkan, instrumen yang digunakan dalam pemeriksaan mandiri tersebut sudah tervalidasi dan biasa digunakan secara internasional. Sebanyak 67,4 persen masyarakat mengalami gejala cemas. Sedangkan 67,3 persen mengalami depresi. "Sebanyak 48 persennya berpikir untuk memilih mati atau ingin melukai diri dengan cara apapun. Ini sudah masuk kategori gangguan jiwa sedang menuju berat karena sudah ada pikiran bunuh diri atau melukai orang lain," kata Diah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat