Ilustrasi unjuk rasa. | IDHAD ZAKARIA/ANTARA FOTO

Khazanah

Hukum Mengikuti Unjuk Rasa

Unjuk Rasa merupakan momentum menyuarakan aspirasi kepada negara.

 

Demonstrasi buruh dan mahasiswa memanaskan  kota-kota besar di Tanah Air pada pekan lalu. Aksi untuk menolak Undang-Undang tentang Cipta Lapangan Kerja diwarnai kericuhan. Korban luka tercatat  dari pihak demonstran maupun aparat. Banyak juga fasilitas umum yang rusak. Lantas, bagaimana sebenarnya Islam memandang penyelenggaraan aksi unjuk rasa? 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof Dr Huzaemah Tahido Yanggo menjelaskan,  di dalam Alquran maupun hadis, memang tidak ada yang mengulas aksi unjuk rasa secara tekstual. Pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat Khulafaur Rasyidin, pun tidak ada aksi unjuk rasa yang beramai-ramai turun ke jalan. Termasuk, imam dari empat mazhab populer juga tidak memberi ulasan soal demonstrasi karena tidak terjadi di zaman itu.

Namun, Huzaemah menerangkan, semua ulama dari dulu sampai sekarang menganjurkan untuk berbuat amar ma'ruf nahi mungkar (mengajak berbuat baik dan menjauhi larangan Allah SWT). "Jadi amar ma'ruf nahi munkar ini berbeda-beda penerapannya, sesuai dengan kondisi zaman," terangnya kepada Republika, Ahad (11/10).

Menurut Huzaemah, aksi demonstrasi berkaitan dengan amar ma'ruf nahi munkar. "Ayat dan hadis tentang amar ma'ruf nahi munkar ini banyak. Menyampaikan pendapat atau saran itu sebagai amar ma'ruf. Jadi dasarnya pada amar ma'ruf nahi munkar," ucap Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) ini.

Karena itu, Huzaemah memandang, Islam membolehkan aksi demonstrasi selama tidak anarkis. Nabi Muhammad SAW, sebelum berperang, selalu berpesan kepada para sahabat untuk tidak merusak tanaman ataupun pepohonan, dan tidak membunuh orang tua, perempuan maupun anak-anak."Sekarang kita bukan berperang, tetapi menyampaikan hak-hak kita dan hak umum seperti UU Cipta Kerja yang diributkan itu. Di situ ada hak-hak kita terutama orang kecil, misalnya hak terkait pensiun dan sebagainya," tutur Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah itu.

photo
Massa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) melakukan aksi damai di kawasan Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (11/10/2020). Mereka mengajukan sejumlah tuntutan diantaranya yaitu menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law dan UU yang tidak pro rakyat serta mendesak pembebasan empat peserta aksi yang masih ditahan Polrestabes Semarang saat terjadi kericuhan dalam demo di depan DPRD Jateng pada Rabu (7/10) lalu - (ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Dia menilai, aksi demonstrasi merupakan tindakan wajar karena masyarakat hanya ingin menuntut haknya kepada pemerintah terkait suatu kebijakan yang dinilai merugikan masyarakat. "Mereka menyampaikan pendapat untuk mengingatkan pemerintah maupun DPR tentang apa yang menjadi haknya," ujar dia.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Dr Hasanuddin Abdul Fatah  menjelaskan, Islam pada prinsipnya membolehkan aksi demonstrasi untuk menyampaikan pendapat pada berbagai kebijakan yang dinilai kurang baik atau merugikan masyarakat."Dengan catatan dilaksanakan dengan tertib dan tidak merusak. Jadi tidak masalah, boleh-boleh saja," kata Guru Besar Ushul Fiqih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Ahad (11/10).

Hasanuddin melanjutkan, dalil tentang unjuk rasa baik di Alquran dan Hadis secara tekstual tidak ada. Meski tidak ada di dalam nash, ada dalil umum terhadap hal itu, yakni Al-Ashlu fil Asy-Yaa'i Al-Ibaahah (dasar segala sesuatu itu boleh), selama tidak bertentangan dengan syariah."Maka, yang bertentangan adalah perusakannya atau anarkisnya. Unjuk rasanya itu sendiri, menyampaikan pendapat, saran atau protes terhadap hal-hal yang dianggap merugikan itu boleh boleh saja," tutur dia.

Aksi unjuk rasa, terang Hasanuddin, sebetulnya merupakan salah satu cara menyampaikan nasehat demi kebaikan dan kemaslahatan. Ketika pintu-pintu dialog atau musyawarah itu tertutup, atau tidak menjadi perhatian, maka cara lainnya adalah dengan berdemonstrasi. 

Hasanuddin juga mengingatkan bahwa ada kaidah fikih Tasharruf al-Imam 'ala al-Ro'iyah Manuutun bi al-Maslahah (apapun kebijakan yang diambil pemerintah, harus didasarkan pada kemaslahatan rakyatnya).Bila kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu dinilai menimbulkan kemudharatan, maka harus ada yang mengingatkan sebagai bentuk Amar Ma'ruf Nahi Munkar. "Kalau ada mungkarnya ya dilarang dan mengajaknya pada kebaikan. Ini menjadi kewajiban bagi rakyat termasuk ulama terhadap hal yang merugikan masyarakat," jelas dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat