Warga berbincang dengan calon wali kota Solo dari Partai PDI Perjuangan Gibran Rakabuming Raka melalui layar di Solo beberapa waktu lalu. | ANANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Nasional

Kampanye Daring Pilkada Belum Optimal

Paslon disarankan memanfaatkan kampanye pilkada di ruang publik untuk mengenalkan diri.

PURWOKERTO—Kampanye dalam jaringan (daring) yang dilakukan kandidat kepala daerah di Pilkada 2020 dinilai belum optimal. Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Edi Santoso mengatakan peserta Pilkada 2020 perlu mengoptimalkan kampanye secara daring untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Kampanye secara daring perlu dioptimalkan sebagai salah satu alternatif kampanye yang efektif dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19," kata Edi Santoso, di Purwokerto, Banyumas, Sabtu (10/10).

Namun, Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi Unsoed tersebut mengakui bahwa kampanye secara daring juga memiliki sejumlah tantangan. Pertama soal infrastruktur gawai maupun jaringan internet. Banyak wilayah yang jaringan internetnya belum memadai.

Selain itu, tantangan kampanye daring yang kedua adalah soal budaya. "Beberapa masyarakat kita belum punya tradisi kampanye daring," katanya.

Menurut dia, konten yang kreatif akan membuat kampanye daring makin efektif. Pakar Komunikasi UGM, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad menilai, kampanye daring bagi kandidat yang bertarung dalam pilkada memang bisa mencegah terjadinya klaster penularan Covid-19. 

Namun, tidak efektif mendulang suara pemilih. "Dibanding kampanye tradisional dengan mengumpulkan massa dalam sebuah acara tentu kampanye semacam ini tidak maksimal. Belum lagi, minimnya dukungan infrastruktur di daerah," kata Nyarwi, Sabtu.

photo
Layar monitor memperlihatkan pasangan calon tunggal Bupati dan Wakil Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo (kiri) dan Abdul Rauf Malaganni Karaeng Kio (kedua kiri) memaparkan visi misinya saat kampanye virtual di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (28/9). - (ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO)

Penggunaan platform digital bagi masyarakat perkotaan tentu tidak menjadi masalah. Namun, bagi warga pelosok pedesaan, tentu sangat sulit mengakses platform digital tersebut.

Ia menilai, tidak masalah bila ada pasangan kandidat pilkada dan tim sukses yang masih terjun dan bertemu warga langsung asal semua menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker. "Semua bergantung perilaku kandidat dan warga masyarakat untuk patuh protokol Covid-19," ujar Nyarwi.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengaku, pihaknya telah menyediakan beragam metode kampanye. KPU sudah memfasilitasi paslon, partai politik, maupun tim kampanye untuk memasang iklan kampanye di media cetak seperti surat kabar, media elektronik seperti televisi dan radio, media daring, serta media sosial.

Kampanye pilkada kala pandemi Covid-19 membuka ruang lebih lebar kepada paslon untuk memanfaatkan teknologi informasi. Paslon juga dapat melakukan kampanye melalui pemasangan alat peraga kampanye (APK) dan bahan kampanye.

Bahkan, KPU membolehkan peserta pilkada membuat dan mencetak bahan kampanye berupa alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan, pelindung wajah atau face shield, serta cairan antiseptik atau hand sanitizer

Menurut Raka, saat ini, paslon harus mampu menemukan cara untuk memaksimalkan berbagai pilihan metode kampanye di atas selama massa kampanye 71 hari. Massa kampanye dimulai pada 26 September sampai 5 Desember 2020.

"Tentu harapan kami tidak melanggar protokol kesehatan dan tidak melanggar aturan kampanye itu sendiri, misalnya mengandung ujaran kebencian, ada hoaks, itu kan tidak boleh," kata Raka.

Ruang publik

Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam, menyarankan, paslon memanfaatkan ruang publik saat kampanye dilakukan di tengah pandemi Covid-19. "Menurut saya memang dimaksimalkan fungsi ruang publik," ujar Arman kepada Republika.

Paslon dan tim suksesnya harus mampu memetakan wilayah dengan cara kampanye yang cukup efektif. Wilayah yang mungkin bisa diakses sendiri dengan kehadiran fisik dan tetap menghindari kerumunan seperti pedesaan, wilayah yang internet dan infrastrukturnya baik seperti perkotaan, atau wilayah yang internetnya masih banyak kendala.

Menurut Arman, mayoritas daerah di Indonesia, potensi keterpilihan masih dipengaruhi cukup besar oleh tingkat popularitas kandidat.

Dengan demikian, tim kampanye harus bisa mempopulerkan paslon untuk meningkatkan tingkat keterkenalan di wilayah tersebut melalui ruang publik apabila internet memang tidak cukup memadai. Misalnya pemasangan baliho, spanduk, kalender, stiker, dan sebagainya, yang didalamnya dicantumkan poin-poin dari program unggulan paslon. Walaupun belum maksimal, setidaknya publik mengetahui apa yang akan dilakukan calon apabila terpilih nanti.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengakui kampanye daring memang belum optimal. Menurut dia, peserta pilkada masih terjebak melakukan kampanye konvensional. "Kampanye daring belum optimal diterapkan oleh pasangan calon, semua masih terjebak pada maindset kampanye tradisional dan ini penting kita dorong," ujar Viryan.

KPU mendorong paslon mengupayakan dan mengutamakan kampanye daring di tengah pandemi Covid-19. KPU pun sudah melarang sejumlah kegiatan kampanye dalam pilkada 2020 yang berpotensi menimbulkan kerumunan, seperti rapat umum atau kampanye akbar 

Potensi klaster pilkada

Bawaslu Republik Indonesia mengingatkan potensi terjadinya klaster baru Covid-19 dalam pelaksanaan kampanye pilkada. Klaster baru itu bisa terjadi jika seluruh pihak tidak mentaati protokol kesehatan. Terutama saat pelaksanaan kampanye yang dilakukan pasangan calon kepala daerah.

"Kami dari Bawaslu mengingatkan jangan sampai ada klaster baru saat pelaksanaan kampanye. Protokol kesehatan harus ditaati khususnya pada penyelenggaraan Pilkada,” tutur Abhan di Minahasa, Sulawesi Utara, Sabtu (10/10).

Abhan menambahkan, KPU sudah mengatur dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2020 yang mengharuskan semua harus sesuai dengan standar protokol. Ia mengungkapkan, pilkada, khususnya tahapan kampanye di tengah pandemi jangan hanya dibebankan pada KPU dan Bawaslu. Namun, harus menjadi tanggung jawab semua pihak.

Lebih lanjut Abhan menjelaskan, untuk menyukseskan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi, perlu beberapa hal yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Pertama, penyelenggara punya tanggung jawab besar demi suksesnya pelaksanaan pilkada, sehingga yang harus dimiliki adalah integritas, kepatuhan terhadap kode etik serta kerja profesional. 

“Kalau ada jajaran kami yang tidak netral, sampaikan ke Bawaslu untuk dilakukan pembinaan. Tetap harus bertindak adil di saat pandemi Covid-19," jelasnya.

Selain itu, kata dia, peserta pemilihan harus mentaati setiap protokol kesehatan pada saat kampanye, untuk menghindari terjadinya penyebaran virus Covid-19 yang lebih luas.

"Pasangan calon dan tim kampanye serta Parpol harus patuh terhadap aturan main, termasuk patuh terhadap protokol kesehatan dalam kampanye. Contohnya dalam pelaksanaan kegiatan tatap muka yang jumlah kehadirannya dibatasi hanya 50 orang," ujarnya.

Hasil pengawasan Bawaslu pada 10 hari pertama kampanye menunjukkan, pertemuan terbatas atau tatap muka masih menjadi metode kampanye yang paling diminati peserta Pilkada 2020. Bawaslu menemukan 237 dugaan pelanggaran protokol kesehatan di 59 kabupaten/kota.

"Atas pelanggaran tersebut, dilakukan tindakan pembubaran terhadap sebanyak 48 kegiatan. Selain itu, Bawaslu juga melayangkan sebanyak 70 surat peringatan tertulis," ujar anggota Bawaslu RI, M Afifuddin.

Berdasarkan data pengawasan dari 270 daerah yang melaksanakan pilkada serentak, Bawaslu mendapati kampanye tatap muka masih diselenggarakan di 256 kabupaten/kota (95 persen). Hanya empat kabupaten/kota (5 persen) yang tidak terdapat kampanye tatap muka pada 10 hari pertama masa kampanye. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat