Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Andi Najmi Fuaidi memegang amanah dalam Dewan Pengarah Satuan Tugas (Satgas) NU Peduli untuk atasi Covid-19. | DOK IST

Hiwar

Andi Najmi Fuaidi: Ormas Islam Berperan Atasi Pandemi

Peran ormas Islam sangat diperlukan untuk menanggulangi imbas pandemi Covid-19.

Tak terbayangkan sebelumnya, virus korona baru akan menelan begitu banyak korban. Di seluruh dunia, Covid-19 saat ini telah menjangkiti lebih dari 32 juta orang.

Jumlah pasien yang wafat akibat penyakit tersebut mencapai nyaris satu juta jiwa. Virus yang untuk pertama kalinya ditemukan di Cina itu juga berdampak pada hampir seluruh sektor penting kehidupan.

Indonesia juga tak luput dari sebaran pagebluk Covid-19. Hingga kini, baik pemerintah maupun publik terus berupaya mengatasi berbagai masalah yang timbul dari wabah tersebut. Kontribusi juga ditunjukkan kalangan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Dewan Pengarah Satuan Tugas (Satgas) Nahdlatul Ulama Peduli, Andi Najmi Fuaidi mengatakan, peran ormas Islam sangat diperlukan untuk menanggulangi imbas epidemi di Nusantara. Dalam hal ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah membentuk tim. Menurutnya, inisiatif tak hanya datang dari NU, melainkan juga Muhammadiyah dan banyak lembaga lainnya.

“Saya kira besar sekali peran ormas-ormas Islam dalam mengatasi dampak pandemi ini, terutama NU dan Muhammadiyah dan lainnya,” ujar dia.

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU itu menjelaskan, Satgas NU Peduli sejak awal telah melakukan berbagai langkah untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Misalnya, kampanye jaga jarak, menghindari kerumunan (social distancing), memakai masker, dan sebagainya. Pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat untuk membantu pemerintah dalam meminimalkan dampak pandemi.

Berikut wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, bersama dengan alumnus Universitas Padjajaran Bandung itu belum lama ini.

Bagaimana peran serta ormas Islam dalam mengatasi dampak pandemi di Tanah Air?

Saya kira besar sekali peran ormas-ormas Islam dalam mengatasi dampak pandemi ini, terutama NU dan Muhammadiyah dan lainnya. Tentu, tidak semuanya penanganan imbas Covid-19 ini bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah. Oleh karena itu, ormas Islam kemudian ikut melakukan peran, khususnya dalam rangka membantu atau meringankan apa-apa yang belum bisa dijangkau negara.

Dampak pandemi Covid-19 ini kan sangat luas, terutama dalam sektor ekonomi, pendidikan, sosial, dan lain-lain. Mungkin dalam perspektif pemerintah, peran ormas Islam untuk menanggulangi tidaklah begitu besar. Akan tetapi, saya pastikan, tanpa peran serta ormas Islam, pemerintah akan kewalahan.

Pandemi Covid-19 juga berimbas ke perekonomian, bagaimana pendapat Anda?

Kalau di NU sendiri, yakni melalui NU Peduli, kita membantu menghidupkan usaha kecil, menengah, dan koperasi (UKMK) di beberapa daerah. Sebagai contoh, di Jakarta saja, ibu-ibu yang biasa menjahit baju, kemudian kita beri pekerjaan baru agar mereka bisa menjahit, membuat masker. Kemudian, di Solo Raya, Jawa Tengah, NU juga memberdayakan beberapa pengusaha atau pekerja tekstil setempat untuk mengadakan alat pelindung diri (APD).

Terkait bidang ekonomi juga, kita memasifkan bansos (bantuan sosial), baik yang berasal dari NU sendiri maupun kita sebagai penerima lalu menyalurkannya lagi. Jadi, misalnya, para pekerja yang berpotensi jadi pengangguran atau terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), kami juga memberikan bantuan kepada mereka. Begitu juga kepada guru-guru ngaji. Kami juga memberikan bantuan dan bersinergi dengan pihak lain.

Di bidang pertanian, NU juga mengajak dan mengedukasi warganya agar membangun ketahanan pangan. Misalnya, dapat dimulai dari pemanfaatan semua halaman yang ada. Begitu juga pengolahan lahan yang lebih besar, termasuk sawah atau ladang yang dimiliki tiap warga.

Apa saja fokus Satgas NU Peduli?

Sejak awal, Satgas NU Peduli ini fokus pada lima bidang. Pertama, langkah-langkah promotif. Ini dimulai dengan pendirian Posko Induk, lalu menyediakan layanan call center 24 jam, serta membuat posko-posko di 32 provinsi. Kami juga telah membuka lebih dari tiga ratus posko di tingkat kabupaten/kota sampai ke desa-desa.

Kemudian, untuk sisi preventifnya kami juga melakukan berbagai langkah-langkah. Misalnya, program penyemprotan disinfektan. Terakhir, tim Satgas NU peduli sampai melakukan program itu di lebih dari 229 ribu titik di Indonesia.

Selain penyemprotan di tempat umum, kami juga melakukannya di tempat ibadah. Bahkan, tidak hanya dilakukan di masjid atau tempat ibadah umat Islam, tetapi juga tempat-tempat ibadah non-Muslim. Kita juga melakukan penyemprotan disenfektan di situ.

Masih banyak lagi di bidang preventif yang kita lakukan, termasuk membagikan protokol kesehatan. Selain itu, PBNU juga mengeluarkan beberapa keputusan bahtsul masail terkait hukum-hukum fikih yang dapat menjadi rujukan untuk mengantisipasi penyebaran virus ini. Setidaknya, ada sembilan produk yang sudah kita keluarkan terkait Covid-19. Itu mulai dari masalah peribadahan sampai pananganan jenazah.

Program Satgas NU Peduli juga menyasar aspek layanan kesehatan?

Ya di bidang kuratif, kita memiliki beberapa rumah sakit. Misalnya, di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan lain-lain. Rumah sakit ini juga menyiapkan ruang khusus untuk penanganan Covid-19, terutama pada pasien yang memiliki gejala berat. Sebab, beberapa rumah sakit NU memang sudah menjadi rumah sakit mitra atau rujukan.

Kalau untuk pasien yang (bergejala) ringan, biasanya kita fasilitasi di tempat-tempat karantina mandiri. Misalnya, bangunan sekolah. Jadi, beberapa sekolah NU yang kebetulan sedang tidak difungsikan, karena PJJ (pembelajaran jarak jauh), itu memang dimanfaatkan juga untuk karantina mandiri.

Bagaimana koordinasi dengan pemerintah dan pihak-pihak lain terkait sejauh ini?

Kita melakukan koordinasi dari pusat sampai tingkat ranting se-Indonesia. Kami juga punya komunikasi grup yang digunakan untuk melakukan kontrol harian. Dan, itu juga digunakan sebagai sarana untuk melakukan pelatihan-pelatihan relawan, dari pusat sampai tingkat bawah.

Selain itu, kita juga berkoordinasi dengan pihak eksternal. Misalnya, pemerintah, KSP (Kantor Staf Presiden) dan juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanangan Covid-19, Pak Doni Monardo. Kemudian, kita juga berkoordinasi dengan mitra-mitra swasta atau yayasan sosial.

Dengan pihak eksternal kita pun berkomunikasi, termasuk menerima bantuan dari Singapura, Cina, dan lain-lain. Dari sana, banyak juga bantuan yang disalurkan melalui NU. Jadi, itu dalam konteks koordinasi, kami melakukannya baik ke dalam maupun luar.

Untuk membantu sektor UKM (usaha kecil dan menengah), kita juga berkomunikasi dengan Pak Erick Thohir, selaku Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 dari sektor ekonomi. Dikabarkan, memang ada beberapa kegiatan atau program di kementeriannya yang mengarah kepada bagaimana membantu sektor UKM agar mereka bisa bertahan, tetap eksis di tengah pandemi ini.

Kita semua tentunya ingin, sektor UKM itu dapat tetap memproduksi atau berjualan. Di sisi lain, daya beli atau pembelian juga mesti terjaga. Nah, dalam konteks itu NU diajak Kementerian BUMN supaya bersinergi dalam merealisasikan program-program pemerintah.

Namun, sampai sekarang kebetulan memang belum ditindaklanjuti. Kami masih mendalami, kira-kira dalam waktu dekat dalam sektor apa saja yang akan menajadi prioritas. Jadi, kami masih menindaklanjuti MoU (nota kesepahaman) terkait itu.

Menurut Anda, bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia hingga saat ini?

Memang, ada kegamangan atau ketidaksiapan di awal-awal dalam merespons Covid-19. Meskipun demikian, mayoritas pemerintahan di negara-negara lain juga mengalami hal yang sama. Jadi, ini kan virus yang datang dari luar negeri. Mestinya, di awal-awal kita tahan (kedatangan orang luar negeri) di pintu-pintu masuk, seperti bandara dan lain-lain.

Namun, itu tidak dilakukan sehingga, setelah virusnya ada di dalam negeri, baru kita melakukan pembersihan. Dan, melakukan pembersihan ketika virusnya sudah ada di dalam, itu membutuhkan tenaga ekstra. Bahkan, terjadi overcost, biayanya jadi tinggi.

Namun, kemudian semakin ke sini apa-apa yang dilakukan pemerintah semakin membaik. Dan, sampai menjelang Lebaran, angka (kasus Covid-19) cukup stabil. Hanya saja, karena pada saat Lebaran itu kontrol pemerintah juga kurang, alhasil pasca-Lebaran angka Covid-19 naik lagi. Sebab, pemerintah tidak bisa melarang secara tegas dan law enforcement-nya juga tidak serius.

Jadi, saya kira, secara umum apa yang dilakukan pemerintah untuk atasi Covid-19 harus lebih ditingkatkan lagi. Sebab, masih jauh dari apa yang NU Peduli harapkan. Peningkatan itu terutama dalam penegakan kedisiplinan, baik adaptasi hidup baru maupun pergerakan manusianya. Itu harus betul-betul diperhatikan.

Bagaimana dengan wacana vaksin yang sering disuarakan pemerintah?

Vaksin itu belum tahu kapan dilakukan. Namun, waktu saya ketemu dengan Pak Erick Thohir belum lama ini, Pak Erick Thohir menyampaikan bahwa pemerintah baru akan membeli vaksin pada Desember atau Januari 2021. Itu pun jumlahnya terbatas, dan prioritasnya untuk tenaga medis.

Kemudian, pembelian vaksin itu akan disusul di tengah atau akhir tahun 2021. Itu lagi-lagi juga terbatas. Padahal, idealnya kita itu baru bisa mengendalikan situasi Covid-19 ini apabila bisa memberikan vaksin minimal kepada 70 persen dari total 260 juta penduduk Indonesia.

Kemudian, setelah vaksin Merah Putih diakui sebagai produk kita sendiri, itu pun baru bisa diproduksi sekitar tahun 2022. Artinya, masih dua tahun lagi. Jadi, menurut saya, vaksin itu bukan satu-satunya jawaban untuk bisa mengendalikan virus ini.

Jadi, sampai menunggu vaksin itu, adaptasi kebiasaan hidup baru harus dikampanyekan secara masif oleh pemerintah. Misalnya, memperketat penggunaan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Minimal, tiga hal itu harus dimasifkan dan dikampanyekan terus menerus. Tidak ketinggalan juga, semuanya juga perlu dicontohkan para aparat pemerintah.

Selain itu, pemerintah bisa harus bisa membatasi pergerakan manusia. Sebab, pergerakan manusia ini kan paling efektif untuk risiko penularan. Misalkan, dalam konteks PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) itu harus diterapkan betul untuk membatasi pergerakan manusia.

Semua pihak juga tidak boleh membuat sumber-sumber yang bisa menggerakkan manusia. Misalnya, membuat hiburan ataupun mengadakan hajatan. Sebab, itu bisa menjadi stimulus bergeraknya atau berkumpulnya kerumunan. Kalau semua itu bisa dilakukan dengan baik, saya kira, sambil kita menunggu vaksin, angka Covid-19 pun akan bisa melandai.

 

photo
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap mengevakuasi pemilih yang pingsan saat akan melakukan pencoblosan ketika Simulasi Pemungutan Suara dengan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (12/9/2020) - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Menyoal Pilkada di Tengah Badai Pandemi

 

Kurva yang menggambarkan jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air belumlah melandai. Bahkan, garis yang ada sejak awal bulan ini cenderung menanjak. Akan tetapi, pemerintah dan DPR justru menunjukkan tanda-tanda kurang sigap. Misalnya, keinginan untuk tetap menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020.

Sejumlah elemen masyarakat telah menyuarakan imbauan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda. Sebab, gelaran pesta demokrasi itu dikhawatirkan akan memunculkan klaster baru penularan Covid-19.

Beberapa waktu lalu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga turut menyampaikan secara resmi usulan penundaan tersebut. Hal itu tertuang dalam surat edaran yang diteken Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj serta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Helmy Faishal Zaini tertanggal 20 September 2020.

Wakil Sekjen PBNU Andi Najmi Fuaidi mengatakan, imbauan dari pihaknya itu semata-mata didasarkan pada kepedulian dan rasa kemanusiaan. Sebab, pergerakan massa memang harus dihindari di tengah masa pandemi.

“NU meminta supaya Pilkada Serentak ini ditunda pelaksanaannya. Kenapa? Pertama, karena NU itu konsisten meletakkan situasi Covid-19 ini,” ujar Andi Najmi kepada Republika, baru-baru ini.

Di lingkungan NU sendiri, lanjut dia, beberapa acara yang sedianya dapat mengumpulkan massa sudah ditunda. Misalnya, dua agenda besar organisasi, yakni Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Muktamar ke-34 NU di Lampung. Menurut alumnus Universitas Padjajaran Bandung itu, keputusan PBNU diambil dengan pertimbangan, wabah Covid-19 di Indonesia belumlah terkendali.

“Yang harus dilaksanakan pada 2020 itu semuanya ditunda semata-mata karena alasan Covid-19 yang belum terkendali,” ucap pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, itu.

Sejak awal penyebaran kasus Covid-19 di Tanah Air, pihaknya juga mengeluarkan sikap terkait peribadahan. Umpamanya, anjuran agar kaum Muslimin tidak melaksanakan shalat jamaah di masjid untuk sementara waktu. Tujuannya agar penularan virus korona baru dapat dihindari.

Maka dari itu, ia amat menyesalkan bila pemerintah bersikukuh tetap menggelar Pilkada Serentak 2020 sesuai jadwal. Sebab, pemerintah justru seharusnya bertanggung jawab terhadap pengendalian Covid-19.

“Artinya, sungguh-sungguh NU melihat Covid-19 ini sesuatu yang harus dihindari. Cara utamanya melalui pembatasan pergerakan manusia. Dalam soal Pilkada, apalagi. Urusan ibadah saja NU melakukan pembatasan. Mosok urusan politik tidak melakukan pembatasan?” ucap Dewan Pengarah Satuan Tugas (Satgas) NU Peduli itu.

Menurut dia, berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam, termasuk NU, telah melakukan kewajiban moral dalam mengingatkan pemerintah. Di samping itu, pihaknya juga mengajak seluruh elemen bangsa agar berdoa. Harapannya, Allah SWT berkenan mengangkat pandemi ini dari Bumi Pertiwi.

“Kita menggedor langit-lah, kalau istilahnya NU. Kita memohon kepada Allah supaya pandemi ini cepat berakhir,” simpul dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat