
Nasional
Angka Golput Diprediksi Tinggi
Angka golput tinggi jadi konsekuensi Pilkada 2020 digelar saat pandemi.
JAKARTA—Sejumlah prediksi memerkirakan angka golongan putih (golput) atau tidak mencoblos saat Pilkada 2020 tinggi. Hal ini mengingat pelaksanaan pilkada dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khorunnisa Nur Agustyati, menilai tingginya angka golput ini jadi konsekuensi Pilkada 2020 digelar saat pandemi.
Terlebih, dalam sistem kepemiluan di Indonesia, memilih merupakan hak, bukan kewajiban. "Kalau mau memilih di Indonesia itu kan hak ya, bukan kewajiban seperti di Australia," tutur perempuan yang akrab disapa Ninis dalam diskusi daring, Kamis (8/10).
Ia mengatakan, dalam pilkada kecuali DKI Jakarta, siapapun pasangan calon kepala daerah yang meraup suara sah terbanyak ialah pemenangnya. Apabila angka partisipasi pemilih di daerah tersebut hanya 30 persen, maka itulah legitimasi yang diterima kepala daerah terpilih. Menurut Ninis, berkaca pada pilkada di tahun sebelumnya, seperti Pilkada Depok pada 2015 lalu, angka partisipasi pemilihnya hanya sekitar 58 persen.
Angka partisipasi pemilih ini tak jauh berbeda dengan pilkada Tangerang Selatan pada 2015 yang hanya 57 persen. Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan angka rata-rata partisipasi pemilih Pilkada 2020 secara nasional sebesar 77,5 persen.
Menurut Ninis, target ini cukup tinggi mengingat pilkada digelar di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap risiko penularan Covid-19. Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor juga memprediksi jumlah golput akan meningkat.

"Saya kira mungkin saja (jumlah Golput meningkat) itu terjadi, mungkin ya. Tapi apakah itu kemudian akan menjadi concern bagi elit dan pemerintah, DPR, saya kira tidak juga. Saya kira mau Golput atau tidak, itu tidak menjadi patokan dan harapan dari para elite politik saat ini, itu tetap akan berjalan, mereka cenderung don't care soal itu, gitu ya," kata Firman, Selasa (22/9) lalu.
Kekhawatiran tingginya angka golput ini muncul setelah sejumlah tokoh menyatakan secara terbuka tidak akan menggunakan hak pilih di Pilkada 2020. Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menyatakan golput di Pilkada 2020 melalui akun Twitter resminya @prof_azyumardi pada 21 September lalu.
"Saya golput Pilkada 9 Des 2020 sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat disebabkan wabah korona atau terinfeksi Covid-19," tulis Azyumardi dalam akun Twitter-nya yang sudah dikonfirmasi Republika.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengaku, masyarakat memang memiliki hak untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Namun, KPU akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi penyelenggaraan pilkada dengan ketentuan protokol kesehatan Covid-19.
"Dalam hal masih ada masyarakat atau ada masyarakat ingin golput itu hak ya dan itu tidak mengapa," ujar Viryan dalam diskusi daring, Kamis (8/10).
Ia menuturkan, KPU daerah fokus menjadikan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi penyebaran Covid-19 sebagai tantangan menggelar pilkada tahun ini. KPU sedang berupaya meyakinkan publik bahwa tempat pemungutan suara (TPS) aman.
"Ini penting dan bahkan terus kami sampaikan. Jadi kata kuncinya memang edukasi yang terus kami lakukan," kata Viryan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.