Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukan uang diduga suap yang diterimanya, sebelum diserahkan ke KPK, Jakarta, Rabu (7/10). Menurut Boyamin uang sebanyak 100 ribu Dollar Singapura tersebut diberikan dari seorang kena | Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Nasional

Berkas Suap Red Notice Djoko Tjandra Lengkap

Kasus red notice ini mengungkap skandal lintas penegakan hukum yang melibatkan Djoko Tjandra.

JAKARTA—Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan berkas perkara dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra lengkap. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, hasil penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri sudah sampai di tangan jaksa penuntutan. Selanjutnya, kasus itu akan disorongkan ke pendakwaan.

“Dari Direktur Penuntutan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), sudah dinyatakan lengkap atau P-21 setelah memenuhi syarat formil dan materil,” kata Hari saat ditemui di Biro Penerangan Kejakgung, Jakarta, Rabu (7/10).

Berdasarkan berkas dari Bareskrim, ada empat tersangka. Selain Djoko, dalam perkara yang sama tiga tersangka lainnya, yakni Tommy Sumardi, Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo.

Dengan status kelengkapan berkas perkara ada alih tanggung jawab para tersangka, dan tahanan dari Bareskrim ke Kejaksaan. “Tetapi belum tahu kapan penyerahan tanggung jawab tersebut,” kata Hari.

Kasus dugaan suap penghapusan red notice ini, salah satu cabang pengungkapan skandal lintas penegakan hukum yang melibatkan Djoko Tjandra. 

Djoko sebagai buronan, pada periode Mei-Juni 2020, berhasil masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi di pelintasan imigrasi. Kemunculannya di Indonesia yang tak diketahui itu, membuatnya tak bisa diekeskusi atas kasusnya 11 tahun lalu.

Padahal Mahkamah Agung (MA) 2009 sudah memvonisnya dua tahun penjara. Djoko di Jakarta, sempat membuat KTP-Elektronik, dan paspor, serta dokumen lainnya untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya 2009, di PN Jakarta Selatan.

Dalam penyidikan terkait skandal hukum Djoko Tjandra, Kejakgung juga sudah menyorongkan satu tersangka ke pengadilan. Yakni terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari yang dituduh menerima suap senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari Djoko. Pemberian itu, lewat perantara politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya yang sejak (2/9) sudah dalam tahanan. Andi Irfan sendiri saat ini menunggu kelengkapan berkas perkara.

Dari seluruh rangkaian skandal tersebut, peran Djoko ada di semua kluster kasus, yang menetapkannya sebagai tersangka suap, gratifikasi, dan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi. Penyidikan di Bareskrim juga menetapkan tersangka lainnya terkait pembuatan surat jalan dan dokumen palsu untuk Djoko dapat masuk ke Indonesia. 

Dalam kasus tersebut, selain Djoko, penyidik juga menetapkan Brigjen Prasetijo sebagai tersangka bersama pengacara Anita Dewi Kolopaking. Ketiganya kini dalam masa tunggu pendakwaan di PN Jakarta Timur (Jaktim). Humas PN Jaktim Alex Adam Faisal, memastikan pengadilan sudah menyusun jadwal persidangan para tersangka surat jalan palsu itu. “Sidang perkara (surat jalan palsu) atas nama Djoko Sugiarto Tjandra dan yang lainnya (Prasetijo, dan Anita) sudah dijadwalkan pada 13 Oktober,” kata Alex, Rabu (7/10). 

Alex menambahkan, nantinya sidang tersebut disatukan dalam majelis hakim yang sama. “Karena tiga terdakwa ini kan satu kesatuan perbuatannya. Jadi, komposisi hakimnya sama, jaksanya sama, tetapi paniteranya yang berbeda-beda,” ujar Alex. 

Graftifikasi

Sementara,  Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan gratifikasi dengan barang bukti uang senilai 100 ribu dolar Singapura ke KPK, kemarin. Ia menduga bahwa pemberian uang atau gratifikasi terhadap dirinya ditujukan untuk mengurangi pemberitaan terkait Djoko Tjandra. Dia mengatakan, hal tersebut terungkap dalam beberapa komunikasi dengan pemberi gratifikasi yang identitasnya dia rahasiakan.

"Memang kemudian belakangan tampaknya dari komunikasi itu, bahasanya sedikit gini loh ya kalau saya memahami itu kenapa saya ke KPK karena temen saya tersebut ngontak "kalau bisa dikurangin dong beritanya" gitu loh," kata Boyamin Saiman di Jakarta, Rabu (7/10).

Hal tersebut dia ungkapkan usai menyerahkan uang gratifikasi tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengatakan, dugaan tersebut berdasar dari aktivitasnya berkenaan dengan perkara dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa yang melibatkan tersangka Djoko Tjandra.

"Saya kemudian bertanay 'berita apa?' Berati berita yang disini kan yang terkait saya melaporkan di sini, minta supervisi, minta penyelidikan baru dan terakhir kan diundang disini oleh tim humas bahkan ada pimpinan untuk memverifikasi dokumen yang saya serahkan itu," katanya.

photo
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menunjukan uang diduga suap yang diterimanya sebelum diserahkan ke KPK, Jakarta, Rabu (7/10). - (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

Meskipun, dia mengakui bahwa pemberi gratifikasi itu tidak secara spesifik mengungkapkan permintaan pengurangan berita yang dimaksud. Dia mengatakan, hal tersebut kemudian yang juga mendorong dirinya untuk memberikan uang tersebut ke KPK untuk diserahkan kepada negara.

Boyamin mengaku mendapatkan uang tersebut dari seorang kawan dekat. Dia mengatakan, posisi uang yang tidak jelas dan tidak berkaitan dengan pekerjaannya sebagai pengacara juga menjadi alasan untuk menyerahkan uang tersebut kepada KPK. "Nanti kita tunggu KPK saat ranah menolak atau menerima tapi saya berharap menerima karena toh itu tinggal menyalurkan kepada negara," katanya.

Sebelumnya, KPK menyatakan akan mendalami laporan dugaan gratifikasi terhadap Boyamin Saiman. KPK akan segera memverifikasi dan menganalisis laporan yang dilakukan Boyamin. "Berdasarkan informasi yang kami terima, benar yang bersangkutan sudah melaporkan hal tersebut kepada KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri.

Ali mengatakan, KPK akan menginformasikan perkembangan lebih lanjut kepada publik terkait kasus dugaan gratifikasi tersebut. KPK, sambung dia, mengapresiasi masyarakat yang melaporkan adanya dugaan korupsi dan gratifikasi kepada KPK.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat