Petani berbincang sambil memandangi tumpukan garam yang baru dipanen, di Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (31/8). | ANTARA FOTO/Saiful Bahri

Opini

Ekonomi Garam Nasional

Petambak garam rakyat dan produsen garam industri perlu hidup berdampingan secara harmonis.

BUSTANUL ARIFIN, Guru Besar Unila dan Ekonom Senior Indef

Rantai nilai garam nasional kembali menjadi agenda rapat kabinet terbatas.

Ini dilakukan setelah pandemi Covid-19 juga memengaruhi kinerja ekonomi garam Indonesia, khususnya yang masih mengandalkan garam rakyat. Investasi besar di bidang industri garam, belum menunjukkan hasil signifikan.

Sebab, persoalan struktural belum dapat dipecahkan secara cepat, seperti perizinan, pembebasan lahan, tingkat inovasi, dan lain-lain.

Keberhasilan solusi temporer melalui impor garam langsung oleh pengguna garam industri, masih bergantung pada governansi perizinan, pemantauan, dan pengawasan birokrasi pemerintah.

 
Impor garam pada 2020 lebih rendah daripada 2019, walaupun kuota impor 2020 dinaikkan sedikit menjadi 2,92 juta ton.
 
 

Neraca garam nasional

Neraca garam nasional masih harus mengandalkan impor. Pada 2020, kebutuhan garam nasional sekitar 4,2 juta ton, 85 persen untuk kebutuhan industri, dan 15 persen untuk kebutuhan garam konsumsi (makan).

Impor garam pada 2020 lebih rendah daripada 2019, walaupun kuota impor 2020 dinaikkan sedikit menjadi 2,92 juta ton. Sampai Juli 2020, impor garam baru 1,25 juta ton atau lebih rendah daripada periode sama 2019 yang mencapai 1,37 juta ton.

Impor garam pada 2019, mencapai 2,6 juta ton yang menguras devisa 95 juta dolar AS. Sekitar 1,9 juta ton impor garam Indonesia pada 2019 dari Australia, 720 ribu ton dari India, dan sisanya dari 11 negara.

Industri petrokimia membutuhkan garam terbanyak, yaitu 1,78 juta ton, disusul industri kertas (708,5 ribu ton), industri makanan dan minuman (535 ribu ton), serta industri pengasinan ikan (460 ribu ton).

Konsumsi garam langsung oleh rumah tangga hanya 3,8 gram per hari dan berkurang dengan laju penurunan 2,88 persen per tahun. Konsumsi garam rumah tangga Indonesia lebih rendah dari angka rekomendasi WHO sebesar 5 gram per hari.

 
Garam rakyat yang diproduksi tradisional tak terserap industri manufaktur karena kualitas dan jenisnya, tidak kompatibel dengan kebutuhan industri manufaktur.
 
 

Produksi garam nasional pada 2020, diperkirakan hanya 1,2 juta ton, turun drastis daripada 2019 sebesar 2,8 juta ton, terutama karena perubahan cuaca. Musim kering ekstrem (El-Nino) pada 2019 membuat produksi garam nasional cukup tinggi.

Data Indeks Nino 3.4 pada 2020, cenderung menjadi basah ekstrem (La Nina) dan salah satu penyebab turunnya produksi garam nasional pada 2020. Namun, serapan garam rakyat oleh industri manufaktur rendah sebab industri ini juga berkontraksi akibat pandemi Covid-19.

Pada Q2 tahun 2020, industri manufaktur, konsumen garam paling besar mengalami kontraksi 6,19 persen. Sektor akomodasi, hotel, restoran, dan kafe juga berkontraksi hebat sampai 22,1 persen.

Akibatnya, stok garam nasional menumpuk, yaitu 739 ribu ton, per akhir September 2020, di luar produksi PT Garam (Persero) sebanyak 39 ribu ton.

Garam rakyat yang diproduksi tradisional tak terserap industri manufaktur karena kualitas dan jenisnya, tidak kompatibel dengan kebutuhan industri manufaktur.

Strategi reposisi produksi

Petambak garam tradisional masih mengandalkan lahan kurang 0,5 hektare, yang jauh dari skala keekonomiannya. Produktivitas garam Indonesia sekitar 70 ton/ha/musim, cukup jauh dari produktivitas garam India yang mencapai 90 ton/ha/musim.

Harga garam produksi rakyat rendah, yaitu Rp 400/kg, yang perlu segera dipecahkan secara terukur. Misalnya, penyerapan garam oleh industri makanan dan minuman dapat dilakukan dengan pemberian insentif penurunan tarif pajak dan/atau bea ekspor produk/impor untuk bahan baku lain selain garam.

Sekadar catatan, industri makanan dan minuman memperoleh kuota impor garam 530 ribu ton dan baru terealisasi pada semester I 2020 sebesar 219 ribu ton.

Petambak garam tradisional banyak tersebar di daerah Madura dan Pantai Utara Jawa, yang perlu terus ditingkatkan produktivitasnya, misalnya dengan penggunaan teknologi sarana pembersihan (washing plant).

Tak mustahil, dengan teknologi intensifikasi produksi dan pendampingan spartan oleh pemerintah dan pemda, produktivitas dapat ditingkatkan sampai kisaran 90-100 ton/ha/musim.

 
Strategi reposisi produksi juga bisa dengan pembangunan pilot project pabrik garam dengan teknologi garam industri terintegrasi.
 
 

Strategi perluasan lahan garam sampai 15 ribu hektare juga dapat dilakukan di daerah potensial, seperti Jawa Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Banten, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Kalimatan Timur, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan lain-lain.

Strategi reposisi produksi juga bisa dengan pembangunan pilot project pabrik garam dengan teknologi garam industri terintegrasi.

Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi yang bekerja sama dengan PT Garam (Persero), sedang mengerjakan proyek percontohan garam industri.

Studi kelayakan pengembangan garam industri tanpa lahan (GITL) sedang dilakukan, memanfaatkan rejected brine pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Proyek di Jawa Barat-Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur diproyeksikan menghasilkan garam industri 2,6 juta ton.

Terakhir, solusi temporer impor garam langsung oleh pelaku industri, perlu dikawal saksama untuk meningkatkan kualitas governansi ekonomi, administrasi perizinan, dan pemantauan kinerja yang memadai.

Pengalaman strategi serupa pada industri gula rafinasi, perlu dijadikan referensi berharga karena pelaku ekonomi cenderung responsif terhadap insentif.

Petambak garam rakyat dan produsen garam industri perlu hidup berdampingan secara harmonis. Bahkan, keduanya dapat membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan lebih beradab. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat