Narasi
Tersesat di Kramat Tunggak
Kami tentu tak tahu dimana letak Kramat Tunggak. Juga tak pernah punya pengalaman pergi ke rumah bordil.
SUBROTO, Jurnalis Republia
Sebelum bergabung dengan Republika aku sempat menjadi wartawan Berita Yudha (BY). Itu adalah koran milik TNI Angkatan Darat yang dijadikan koran kota oleh manajemen baru.
Kami adalalah reporter angkatan pertama yang direkrut melalui jalur seleksi terbuka. Setelah semingguan menjalani pelatihan di kantor, untuk pertama kalinya reporter baru diterjunkan ke lapangan. Kami diminta meliput peristiwa sesungguhya.
Sebanyak 20-an wartawan baru malam itu dikerahkan ke sejumlah lokasi di Jakarta. Tujuannya adalah meliput suasana malam tahun baru 1996.
“Konser musik mah adanya di Ancol. Kagak pernah ada disini,” jawab seorang bapak menjawab pertanyaanku.
“Praktikkan semua yang telah kalian pelajari. Jangan kembali tanpa berita ,” pesan Valens Goa Doy mantan wartawan senior Kompas yang menjadi mentor kami.
Suasana menjadi riuh. Sebagian besar reporter baru adalah anak daerah yang belum mengenal wilayah Jakarta. Dan kami diminta untuk liputan di Jakarta pada malam hari.
Penugasan tiap orang berbeda-beda. Maka kamipun berangkat sendiri-sendiri ke lokasi yang sudah ditetapkan.
Aku mendapat tugas meliput acara konser musik di depan kantor Walikotamadya Jakarta Utara. Susah payah mendatangi lokasi. Saat itu belum pakai HP, belum ada google map, dan GPS. Gojek juga belum ada. Mesti tanya sana- sini dan berganti-ganti angkutan umum, baru bisa sampai di tempat yang dituju.
Beres ? Tidak juga. Ternyata suasana di Kantor Kotamadya Jakarta Utara sepi. Pintu masuk komplek kantor bahkan dikunci. Tak tanda-tanda akan ada konser musik di lokasi itu .
“Konser musik mah adanya di Ancol. Kagak pernah ada disini,” jawab seorang bapak menjawab pertanyaanku.
Aku pun bingung. Perasaan tadi tidak salah membaca penugasan. Mau kembali bertanya ke kantor tidak bisa, mau pulang ingat kata-kata Bang Valens, “Jangan kembali tanpa berita .” Aduh, mati aku mak.
Beberapa saat terbengong memikirkan apa yang harus dilakukan. Tak disangka aku melihat calon reporter lain, Mofsidi, di tempat itu. Dia juga kelihatan bingung. Koq bisa Mofsidi nyasar sampai kesini ?
Entah siapa yang memulai, akhirnya kami memutuskan untuk meliput suasana tahun baru di lokalisasi Kramat Tunggak yang ada di Jakarta Utara.
“Sama, aku juga disuruh meliput, tapi acaranya nggak ada,” katanya kesal.
Kami pun tergelak-gelak. Bisa jadi acara yang ditugaskan itu memang tidak ada. Kami harus kreatif, mencari alternatif lain.
Alternatif pertama pergi ke Ancol. Tapi kemungkinan akan banyak calon repoter yang mengalihkan liputan ke Ancol. Tidak jadi. Alternatif kedua, Monas. Tapi jaraknya cukup jauh dari lokasi kami. Dan sulit mencari angkutannya. Tambah susah nanti.
Entah siapa yang memulai, akhirnya kami memutuskan untuk meliput suasana tahun baru di lokalisasi Kramat Tunggak yang ada di Jakarta Utara. Pasti bagus untuk koran kota seperti BY, menggambarkan suasana tahun baru di tempat lokalisasi itu. Saat itu Kramat Tunggak adalah lokalisasi terbesar di Jakarta.
Kami tentu tak tahu dimana letak Kramat Tunggak. Juga tak pernah punya pengalaman pergi ke rumah bordil. Dengan malu-malu kami bertanya kepada sopir angkot dimana lokasinya. Si sopir memberi ancar-ancar. Kami diturunkan di pinggir jalan, lalu diminta melanjutkan ke lokasi dengan naik ojek sepeda.
Kami memesan dua ojek sepeda. Sepedaku jalan duluan. Mofsidi mengikuti di belakang. Karena malu, kami tidak menyebutkan persis dimana akan turun ke tukang ojek sepeda.
Sudah dua kali bolak-balik menyusuri jalan yang ditunjukkan sopir angkot, tapi aku belum melihat lokasi yang kami perkirakan. Si bapak ojek sepeda mulai tak sabar. “Sebenarnya mau kemana sih Dek ?” tanyanya.
“Maaf Pak, sebetulnya saya mau ke Kramat Tunggak,” jawabku malu-malu.
“Yaah... bilang kek dari tadi. Udah dua kali kita lewatin, “ kata si bapak ojek sepeda.
Aku berusaha menjelaskan pergi ke lokalisasi itu untuk liputan. Bukan mau ‘ngapa-ngapain’. Tapi si bapak tukang ojek sepeda cuma senyum-senyum menanggapi. Tak percaya dia sepertinya. Apa tampangku yang kurus culun ini seperti lelaki hidung belang ?
Kami memasuki lokalisasi itu dengan malu-malu. Berjalan tak percaya diri sambil sesekali menutupi muka. Aku khawatir kalau-kalau nanti bertemu orang yang kukenal. Ngapain malam-malam di Kramat Tunggak. Liputan ? Ah, tak mungkin. Liputan koq di lokalisasi.
Kami tak tahu pasti apa yang dicari, dan tempat yang dituju. Seperti orang tersesat jalan saja. Beberapa perempuan berpakaian seksi menggoda. Bukannya senang, kami malah takut. Padahal sebenarnya kami perlu untuk mewawancarai paling tidak satu saja pekerja seks itu.
Suasana ramai. Orang-orang hilir mudik lelaki dan perempuan. Informasi yang kami dapat lokalisasi Kramat Tunggak lebih ramai pada malam tahun baru dibandingkan malam-malam biasa.
Kami berkeliling, mengamati keadaan, dan ngobrol dengan beberapa warga. Tapi kami tak berhasil mewawancarai satu pun wanita tuna susila. Selain tak berani, juga tak punya uang. Bagaimana kalau mereka minta bayaran, walaupun hanya ditanya-tanya.
Pukul 23.00 WIB kami sudahi liputan malu-malu itu. Mau langsung pulang, tanggung. Akhirnya memutuskan pergi ke Ancol saja. Mana tahu ada berita yang lebih bagus disana.
Di Ancol kami bertemu dengan sejumlah reporter baru lainnya. Masing-masing berbagi cerita tentang hasil liputan tadi. Semua tertawa ngakak ketika kami ceritakan meliput di Kramat Tunggak. Mereka heran mengapa saya dan Mofsidi memilih meliput di lokalisasi.
“Kami tersesat. Yang penting kan pulang bawa berita,” jawabku sekenanya.
Hasil liputan pertamaku tak bisa dimuat jadi berita. Mau bagaimana lagi, informasi yang kukumpulkan tak begitu menarik.
Tapi paling tidak aku punya pengalaman yang bisa aku ceritakan. Pengalaman pertama liputan, tersesat di Kramat Tunggak.
Tips melakukan liputan lapangan
- Datangi lokasi liputan
- Gambarkan suasananya
- Lakukan wawancara
- Kumpulkan informasi 5 W + H (what, who, where, when, why, dan how)
- Kumpulkan informasi sekurangnya dari dua orang narasumber
- Pilih narasumber yang paling terkait dengan peristiwa
- Catat dan rekam informasi yang dikumpulkan
- Jangan lupa minta nomor kontak narasumber
- Jika memungkinkan ambil foto dan video peritiwa itu
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.