Karyawan melayani calon pembeli memilih pakaian di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (30/9/2020). Realisasi penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sektor UMKM diklaim telah mencapai lebih dari 70 persen dari total anggaran sebesar Rp123,46 tr | NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Ekonomi Diyakini Tumbuh Normal Tahun Depan

Belanja pemerintah diyakini naik tajam pada kuartal III.

JAKARTA -- Pemerintah meyakini pertumbuhan ekonomi pada tahun depan bisa kembali ke level lima persen seperti yang ditargetkan dalam RUU APBN 2021. Optimisme itu muncul karena perbaikan kinerja ekonomi dinilai mulai terlihat di berbagai sektor industri.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, tingkat pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke level normal pada tahun depan karena konsumsi rumah tangga akan terus meningkat seiring dengan cairnya bantuan sosial yang diberikan pemerintah.

"Secara gradual terjadi perbaikan konsumsi, investasi, dan terus dengan support konsumsi dan kegiatan pemerintah. Itu kita harapkan bisa membuat ekonomi kembali tumbuh 5 persen," kata Suahasil dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Rabu (30/9).

Ekonomi Indonesia biasanya tumbuh di level lima persen. Namun, sejak pandemi Covid-19 melanda, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus  5,32 persen pada kuartal II 2020. Pada kuartal III, ekonomi diprediksi tetap akan berada di zona negatif sehingga secara teknis Indonesia akan mengalami resesi. Namun tingkat kontraksi ekonomi kuartal III diyakini tak sedalam kuartal II.

Suahasil menjelaskan, dalam ilmu ekonomi,  setelah sebuah negara mengalami kontraksi cukup dalam, maka pada tahun berikutnya saat ekonomi perlahan membaik, pertumbuhan ekonomi (secara tahunan) akan meningkat. Hal ini disebabkan basis perbandingannya lebih rendah, yakni angka kinerja pertumbuhan tahun 2020 yang minus.

"Kalau ekonomi tahun ini negatif, maka tahun depannya itu memang akan ada sedikit angkanya meningkat karena tahun ini basisnya lebih rendah. Ini disebut technical rebound," ujar Suahasil.

Namun technical rebound ini bukan tanpa syarat. Indonesia tetap harus mencatatkan pemulihan secara gradual untuk konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, hingga investasi sepanjang sisa 2020 dan 2021 mendatang. Itulah yang juga menjadi alasan pemerintah cukup kencang mencairkan bantuan sosial kepada masyarakat.

"Ini yang kami harap secara besar menjadi basis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kita perkirakan sekitar 5 persen di tahun 2021," kata Suahasil.

Untuk mengakselerasi ekonomi, pemerintah memastikan penanganan pandemi Covid-19 di bidang kesehatan menjadi prioritas. Penanganan kesehatan penting dikedepankan guna mengurangi tingginya ketidakpastian ekonomi sepanjang 2020 dan 2021 sebagaimana laporan terbaru Bank Dunia.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah menjalankan berbagai kebijakan yang sejalan dengan rekomendasi Bank Dunia untuk memprioritaskan bidang kesehatan. Di antaranya dengan meningkatkan pengawasan di sembilan provinsi prioritas dan meningkatkan 3T (testing, tracing, treatment). Pemerintah juga meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan.  Selain itu, pemerintah mengupayakan ketersediaan vaksin dan menyiapkan proses vaksinasi yang kini terus dibahas secara intensif antar kementerian.

Dari sisi ekonomi, ujar Yustinus, pemerintah mengupayakan agar ada akselerasi penyerapan anggaran. Berbagai skema insentif terus digodok dan dievaluasi. "Tujuannya, supaya bisa membantu semakin banyak warga dan pelaku usaha," ucapnya.

Bank Dunia dalam laporan bertajuk "From Containment to Recovery" yang dirilis pada Selasa (29/9) menyebut, Indonesia menjadi satu dari dua negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang masih harus menghadapi tingginya prospek ketidakpastian. Penyebabnya karena Indonesia dinilai belum berhasil mengendalikan pandemi Covid-19. Selain Indonesia, Filipina disebut mengalami kondisi serupa.

Dalam outlook terbarunya, Bank Dunia juga memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh negatif 1,6 persen hingga minus dua persen. Angka ini turun dibandingkan outlook Bank Dunia sebelumnya, yaitu nol persen. Namun, ekonomi RI diyakini bisa pulih pada 2021 dengan pertumbuhan hingga 4,4 persen.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, ketidakpastian tidak hanya dirasakan di Indonesia. Semua negara kini menghadapi situasi serupa, setidaknya sampai vaksin bisa diproduksi secara massal dan didistribusikan ke masyarakat.

Iskandar mengatakan, kerja sama internasional untuk mendapatkan vaksin dilakukan pemerintah secara progresif. Bahkan, Iskandar menjelaskan, pemerintah sudah menganggarkan uang muka pembelian vaksin Rp 3,8 triliun. "Ini dilakukan agar Indonesia dapat (urutan) awal untuk mendapatkan vaksin," katanya.

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai perekonomian Indonesia bisa tumbuh positif pada tahun depan asalkan penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan baik. Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, perekonomian Indonesia cukup unik dibandingkan banyak negara lainnya. Sebab, ekonomi Indonesia bergantung pada permintaan di dalam negeri. Hal ini berbeda dengan Thailand yang meski sudah bisa menangani wabah, namun pemulihan ekonominya tetap berjalan lambat karena perekonomian mereka bertumpu pada pariwisata.

Sedangkan di Indonesia, kata dia, sebesar 60 persen pertumbuhan ekonomi berasal dari dalam negeri. Artinya, jika penanganan Covid-19 bisa dilakukan dengan baik, maka permintaan akan meningkat. "Bahkan 60 persen perekonomian akan baik. Positif itu (pertumbuhan ekonomi) gampang bagi Indonesia. Hal ini berbeda dengan Singapura. Meskipun bisa menyelesaikan Covid-19, tetapi negara perekonomian dunia belum baik, mereka tetap akan terpuruk,” katanya. n novita intan ed: satria kartika yudha

Kebijakan fleksibel

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara juga mengatakan, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal yang fleksibel untuk menghadapi tingginya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Tapi, kebijakan itu tetap dijalankan dengan menjaga tata kelola yang baik.

Suahasil menuturkan, proses pemulihan ekonomi di Indonesia terus berjalan, seiring dengan perbaikan yang juga dilakukan di bidang-bidang lain. Namun, tingkat kecepatan pemulihan bergantung pada pemulihan kesehatan dan penanganan penyebaran virus korona.

Dengan ketidakpastian itu, Suahasil mengatakan, pemerintah tidak akan terlampau kaku dalam menjalankan berbagai kebijakan. "Kita terus memperbaiki fleksibilitas dari penanganan Covid-19 dan fleksibel dalam hal support pemerintah terhadap perekonomian," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (30/9).

Pemerintah bergantung banyak pada konsumsi pemerintah untuk menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi ini. Suahasil menyebutkan, belanja pemerintah diperkirakan akan mengalami kenaikan tajam setelah mengalami kontraksi pada kuartal pertama dan kuartal kedua.

Keyakinan tersebut disampaikan Suahasil dengan melihat realisasi program bantuan sosial dan belanja kesehatan, Khususnya, pada kuartal ketiga, ketika anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dikucurkan secara intensif.

Ia memaparkan, realisasi anggaran PEN menunjukkan adanya akselerasi pencairan. Dari total anggaran PEN sebesar Rp 695,2 triliun, per September ini sudah tersalurkan Rp 304,62 triliun atau 43,8 persen dari pagu.

Akselerasi pencairan paling tinggi terjadi di klaster perlindungan sosial, dengan angka realisasi mencapai Rp 150,86 triliun. Sementara pencairan untuk klaster kesehatan mencapai Rp 21,79 triliun, klaster dukungan UMKM mencapai Rp 79,06 triliun, dan klaster insentif usaha mencapai Rp 27,61 triliun. "Jadi, bisa dilihat bahwa terjadi percepatan anggaran yang sangat signifikan untuk PEN," kata Suahasil.

Suahasil mengakui, belanja pemerintah yang besar itu belum dapat mengompensasi penurunan konsumsi dan investasi. "Namun, kita terus melihat agar bisa memastikan, konsumsi pemerintah ikut menjadi faktor yang membantu pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Fleksibilitas tidak hanya dilakukan pada tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (29/9) menyebutkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2021 juga dirancang untuk mendukung kebijakan fiskal yang suportif, tapi konsolidatif.

Suportif artinya APBN tetap mendukung pemulihan ekonomi secara leluasa dan fleksibel yang sudah mulai berjalan sejak tahun ini. Salah satunya, diterapkan dengan menaikkan batas defisit di atas rata-rata tiga persen, yaitu 5,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Di sisi lain, APBN tetap konsolidatif. Sri mengatakan, defisit APBN tahun depan ditetapkan lebih rendah dibandingkan tahun ini yang mencapai 6,34 persen terhadap PDB. Penurunan defisit pun dilakukan secara bertahap, tidak terburu-buru dan terukur agar pemulihan ekonomi tidak mengalami disrupsi.

Sri mengakui, kebijakan suportif, tapi tetap konsolidatif bukanlah kombinasi yang mudah dilakukan. "Namun, kita coba lakukan dalam formulasi desain APBN 2021," kata Sri dalam konferensi pers virtual, Selasa (29/9).

Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi, Budi Gunadi Sadikin, memastikan seluruh anggaran yang disiapkan melaui program PEN bisa segera tersalurkan sebelum akhir tahun. Dengan begitu, perbaikan secara signifikan diharapkan bisa terjadi pada kuartal IV 2020.

Meski resesi masih membayangi Indonesia, kinerja ekonomi nasional mulai membaik. Hal ini terlihat dari indeks PMI (purchasing manager's index) Indonesia tembus ke level 50,8 pada Agustus 2020, yang berarti industri dalam negeri sedang ekspansif. Sebelumnya pada Juni, skor PMI nasional sempat jatuh ke 46,9 yang menggambarkan kondisi kontraksi sektor industri.

"Ini merupakan indikasi yang baik bahwa dunia usaha kita sudah menggeliat lagi, sudah mulai memberi barang-barang untuk input produksi. Ini baik. Kita berharap ini akan terus," ujar Budi.

Gambaran pemulihan ekonomi juga bisa dilihat dari mulai meningkatnya angka penjualan kendaraan bermotor. Menurut data yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), angka penjualan ritel (dealer ke konsumen) kendaraan bermotor pada Agustus 2020, mencapai 37.655 unit. Angka tersebut sudah lebih tinggi dibanding penjualan pada Juli sebanyak 35.799 unit, Juni dengan 28.859 unit, dan Mei yang mencatatkan angka penjualan terendah dengan 17.083 unit.

"Selain itu, indeks-indeks lain, seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan ritel, konsumsi listrik, sudah mulai membaik. (Pemulihan ekonomi) ini sangat bergantung pada pemulihan kesehatan dan penanganan Covid-19," kata Budi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat