Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev saat mengimentari konflik di Nagorno-Karabakh. | AP/Azerbaijan

Internasional

Dunia Desak Azerbaijan-Armenia Gencatan Senjata

Baku tembak diperkirakan menewaskan hampir 100 orang termasuk warga sipil. 

STEPANAKERT -- Pasukan Azerbaijan dan Armenia masih terus saling tuding dan saling serang, Selasa (29/9), di Nagorno-Karabakh yang dipertikaikan. Pertempuran yang dimulai Ahad (27/9) ini masih bergolak dan memasuki hari ketiga pada Selasa. 

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Azerbaijan mengatakan pasukan Armedia mengebomi kawasan di luar Nagorno Karabakh. Menurut mereka, pasukan Armenia melakukan serangan hingga di luar Nagorno-Karabakh, yaitu di Dashkesan, Azerbaijan. Tudingan ini ditampik Armenia. Sebaliknya menurut Armenia, pasukan lawan terlebih dulu melepaskan tembakan ke unit militer di Kota Vardenis, Armenia. 

Laman BBC melaporkan, pertempuran kedua negara bekas Uni Soviet ini telah menewaskan hampir 100 orang termasuk warga sipil. Sementara laporan rincian korban tewas berbeda di sejumlah media. 

Bentrokan pecah mulai Ahad (27/9) di Nagorno-Karabakh. Wilayah tersebut  adalah kantong yang berada di dalam Azerbaijan. Berdasarkan kesepakatan 1994, wilayah tersebut diakui dunia sebagai wilayah Azerbaijan.

Namun, mayoritas warganya adalah etnis Armenia dan mereka menolak mengakui pemerintahan Azerbaijan. Kelompok separatis bahkan mendeklarasikan Nagorno-Karabakh sebagai negara berdaulat.   

Ketegangan antara kedua negara ini menyeret sejumlah negara lain ikut bersuara. Azerbaijan didukung Turki sedangkan Armenia didukung Rusia. Turki terang-terangan menyatakan dukungannya kepada Azerbaijan.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Selasa, mengatakan Turki "akan berada di sisi Azerbaijan, baik di lapangan maupun di meja perundingan." Menurutnya, dunia internasional harus melindungi integritas wilayah Azerbaijan seperti halnya kepada Georgia dan Ukraina. 

Rusia bersama Prancis dan AS adalah ketua kolektif group Minsk yang dibentuk 1992. Juru bicara kementerian luar negeri Rusia Dmitry Peskov, Selasa, mengatakan Rusia ingin pertempuran akibat pertikaian Nagorno-Karabakh dihentikan. Ia mengingatkan, dukungan militer kepada salah satu pihak hanya akan memperbesar konflik. 

Dunia umumnya mendesak Azerbaijan dan Armenia menahan diri dan melakukan gencatan senjata. Pada Selasa, Kanselir Jerman Angela Merkel menelpon pemimpin kedua negara. Jerman menyatakan, Organisasi Keamanan dan Serja Sama di Eropa (OSCE) menawarkan untuk memfasilitasi pertemuan. Sedangkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan "kedua pihak harus segera menghentikan kekerasan". 

Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengucapkan terima kasih kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan karena telah mengecam serangan dan pelanggaran perbatasan yang dilakukan Armenia di Nagorno-Karabakh. Aliyev pun menyambut baik seruan Erdogan agar Armenia segera mengakhiri pendudukannya atas wilayah Azerbaijan. 

Pada Ahad (27/9), pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Secara internasional wilayah itu diakui milik Azerbaijan, tapi sebagian besar daerahnya dihuni etnis Armenia. Azerbaijan dan Armenia saling tuding sebagai pihak yang pertama kali memulai serangan. Sedikitnya 16 warga sipil dilaporkan tewas akibat pertempuran tersebut.

Sementara, pihak Armenia melaporkan bahwa militer Azerbaijan melepaskan tembakan ke unit militer Armenia di kota perbatasan Vardenis, Selasa (29/9). Wilayah itu terletak bermil-mil jauhnya dari Nagorno-Karabakh yang baru-baru ini menjadi medan pertempuran pasukan kedua negara. 

Menurut keterangan Kementerian Pertahanan Armenia, sebuah bus sipil terbakar setelah dihantam pesawat nirawak Azerbaijan. Sebelumnya Armenia membantah laporan bahwa pihaknya menyerang wilayah Dashkesan di wilayah perbatasan kedua negara. 

Belum ada keterangan dari Azerbaijan perihal serangan yang dilaporkan militer Armenia. Pada Ahad (27/9), pasukan Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Secara internasional wilayah itu diakui milik Azerbaijan, tapi sebagian besar daerahnya dihuni etnis Armenia.

Azerbaijan dan Armenia saling tuding sebagai pihak yang pertama kali memulai serangan. Armenia menuding Azerbaijan melancarkan serangan udara dan artileri ke permukiman sipil warganya di Nagorno-Karabakh, termasuk kota utama Stepanakert. Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan menembak jatuh dua helikopter dan tiga pesawat nirawak (drone) Azerbaijan sebagai respons atas serangan ke Nagorno-Karabakh.

photo
Foto yang dilansir Kementerian Pertahanan Armenia menunjukkan kendaraan militer Azerbaijan yang dibom pada Ahad (27/9). - (AP/Armenian Defense Ministry)

Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengungkapkan pihaknya meluncurkan serangan balasan guna menekan aktivitas tempur Armenia dan memastikan keselamatan penduduk. Azerbaijan mengerahkan tank, rudal artileri, penerbangan tempur, dan drone. Ia mengklaim telah menembak jatuh satu helikopter Armenia, tapi awaknya berhasil selamat. Sedikitnya 16 warga sipil dilaporkan tewas akibat pertempuran tersebut.

Asal konflik

Konflik antara Baku dan Yerevan dimulai pada Februari 1988, tepatnya ketika Daerah Otonomi Nagorno-Karabakh mengumumkan pemisahannya dari SSR (Republik Sosialis Soviet) Azerbaijan. Selama konflik 1992-1994, Azerbaijan kehilangan kendali atas Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah yang berdekatan. Sejak 1992, telah dilakukan negosiasi penyelesaian konflik secara damai dalam kerangka OSCE (Organization for Security and Co-operation in Europe) Minsk Group yang diketuai oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Prancis.  Namun dorongan besar terakhir untuk kesepakatan damai gagal pada tahun 2010. 

Konflik Armenia dan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dimulai puluhan tahun yang lalu. Saat seluruh kawasan itu masih dikuasai Bolshevik tahun 1920-an. Saat masih di bawah kekuasaan Kekaisaran Rusia gesekan antara Armenia dan Azerbaijan masih dapat dikendalikan. 

Namun ketika Uni Soviet ambruk maka tidak akan kekuatan yang besar yang dapat menahan perang terbuka di perbatasan tersebut. Council on Foreign Relations menjelaskan pada tahun 1988 badan legislatif Nagorno-Karabakh meloloskan undang-undang untuk bergabung dengan Armenia walaupun daerah administratif mereka berada di perbatasan Azerbaijan. 

Thomas De Waal dalam bukunya Black Garden: Armenia and Azerbaijan through Peace and War menceritakan bagaimana peristiwa itu memicu perang yang belum selesai hingga hari ini. Pada Februari 1988, Menteri Dalam Negeri Rusia Grigory Kharchenko mendatangi sebuah desa di perbatasan tersebut. 

photo
Foto dari Kementerian Luar Negeri Armenia menunjukkan warga di Nagorno-Karabakh. - (EPA-EFE/ARMENIAN FOREIN MINISTRY PRESS OFFICE)

Ia baru kembali tujuh bulan kemudian. Kharchenko menceritakan bagaimana permusuhan tiba-tiba mencengkram desa tersebut. 

"Itu desa tua, semua orang Armenia dan Azerbaijan saling menikah, mereka memisahkan semuanya, menyelesaikan isu nasional ini di antara mereka sendiri, saya masih ingat kata-kata mereka ketika mereka mengatakan 'hal ini tidak akan berdampak pada kami, ini tanah longsor jauh dari mana-mana, yang mana tidak akan membuat kami bertengkar', lalu pada bulan September saya datang ke sana ditemani pasukan dan menempatkan mereka di sebuah sekolah," kata Kharchenko seperti dikutip De Waal

Kharchenko mengatakan sejak saat itu semuanya menjadi terpecah belah. Satu desa untuk Armenia bagian desa lainnya milik Azerbaijan. Tidak hanya desa, keluarga pun menjadi terpecah belah.  

"Suami yang orang Azerbaijan tinggal bersama tiga orang anaknya dan istrinya yang orang Armenia tinggal bersama tiga orang sisa anak mereka," tambah Kharchenko.  Ketegangan semakin parah ketika Uni Soviet resmi bubar pada tahun 1991. Armenia yang sebelumnya daerah otonom pun mendeklarasikan kemerdekaan. Perang antara Armenia dan Azerbaijan pun pecah dan menewaskan lebih dari 300 ribu jiwa. Ratusan ribu orang terpaksa mengungsi. 

Pada tahun 1993 Armenia menguasai wilayah  Nagorno-Karabakh dan menduduki 20 persen daerah yang dikelilingi Azerbaijan. Tahun 1994 Rusia menengahi gencatan senjata yang berlaku hingga 27 September lalu. 

Walaupun sudah ada perjanjian gencatan senjata tidak berarti ketegangan berhenti. Tidak lama setelah unjuk rasa pemilihan umum Armenia 4 Maret tahun 2008 terjadi baku tembak antara orang Armenia dan pasukan Azerbaijan.  

Militer Armenia menuduh Azerbaijan mencoba memanfaatkan kerusuhan yang terjadi negara itu. Sementara Azerbaijan menuduh pemerintah Armenia berusaha mengalihkan perhatian masyarakat dari kerusuhan di dalam negeri dengan urusan di perbatasan. 

Pada 14 Maret Majelis Umum PBB menggelar pemungutan suara untuk menentukan apakah Resolusi 62/243 perlu diadopsi atau tidak. Resolusi yang meminta pasukan Armenia mundur dari daerah konflik menang dengan perbandingan suara 39 lawan 7.

Dua tahun kemudian tepatnya 18 Februari 2010 terjadi baku tembak di perbatasan yang memisahkan tentara Azerbaijan dan pasukan Armenia di Karabakh. Dalam insiden ini Azerbaijan menuduh pasukan Armenia melepaskan tembakan ke posisi Azerbaijan di pos dekat desa Tap Qaraqoyunlu, Qızıloba, Qapanlı, Yusifcanlı dan Cevahirli serta dataran tinggi Agdam Rayon. 

Azerbaijan menuduh Armenia menembaki pasukan mereka dengan senjata api ringan dan sniper. Peristiwa ini menewaskan empat orang dan melukai satu orang tentara Azerbaijan. Bentrokan dan baku tembak yang terjadi pada tahun 2008 hingga 2010 terjadi karena pelanggaran gencatan senjata. 

Bentrokan yang terjadi pada bulan April 2011 menewaskan tiga orang tentara di Nagorno-Karabakh. Pada 5 Oktober dua tentara Azerbaijan dan tiga tentara Armenia tewas. Sepanjang tahun itu bentrokan di perbatasan menewaskan 10 orang tentara Armenia. 

Gesekan, baku tembak dan bentrokan kembali terjadi pada tahun 2014, 2016, 2018 dan 2020. Ketegangan tahun ini bermula terjadi pada bulan Juli lalu di mana 13 orang tentara Armenia termasuk lima orang sipil dan lima orang Azerbaijan tewas dalam sebuah bentrokan.

Bentrokan kembali terjadi pada 27 September hingga Armenia memobilisasi pasukannya ke Nagorno-Karabakh. Di tanggal yang sama, Parlemen Azerbaijan mendeklarasikan perang terhadap tetangganya itu.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat