Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) memberikan surat suara kepada pemilih saat dilaksanakan Simulasi Pemungutan Suara dengan Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 pada Pilkada Serentak 2020, di TPS 18 Cilenggang, Serpon | MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Protokol Kesehatan Pilkada Dilanggar

Sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan dinilai belum diatur secara jelas.

JAKARTA -- Pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 terjadi di sejumlah daerah dalam kegiatan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Menurut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), ada delapan kegiatan kampanye yang melanggar protokol pada hari pertama masa kampanye, Sabtu (26/9).

Anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengatakan, Bawaslu menemukan adanya metode kampanye tatap muka dengan peserta yang hadir secara fisik lebih dari 50 orang. Padahal, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Kala Pandemi Covid-19, peserta kampanye pertemuan terbatas serta pertemuan tatap muka dan dialog paling banyak dihadiri 50 orang dengan memperhatikan jaga jarak antarpeserta dan protokol kesehatan lainnya. 

"Hal itu ditemukan dalam kampanye paslon di Bandung (Jawa Barat) dan Kabupaten Dompu (Nusa Tenggara Barat)," kata Afifuddin, Ahad (27/9). 

Bawaslu juga menemukan peristiwa peserta kampanye tidak menerapkan jaga jarak fisik dalam kegiatan kampanye paslon di Mojokerto, Jawa Tengah. Selain itu, protokol kesehatan tidak diterapkan dalam kegiatan sosialisasi paslon di Kaimana, Papua Barat, dan kegiatan relawan di Medan yang dihadiri paslon.

Afif enggan menjelaskan jenis sanksi administrasi yang diberikan kepada para pelanggar protokol kesehatan tersebut. "Sanksi dikenakan kepada mereka sesuai PKPU Nomor 13/2020," kata dia. 

Sanksi diatur dalam Pasal 88D PKPU Nomor 13/2020 bagi peserta pilkada atau pihak lain yang melanggar ketentuan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan kampanye. Pertama, sanksi peringatan tertulis oleh Bawaslu daerah pada saat terjadinya pelanggaran. Kedua, penghentian dan pembubaran kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran oleh Bawaslu daerah apabila tidak melaksanakan peringatan tertulis dalam waktu satu jam sejak diterbitkan peringatan tertulis. 

Adapun sanksi ketiga adalah larangan melakukan metode kampanye yang dilanggar selama tiga hari berdasarkan rekomendasi Bawaslu provinsi atau kabupaten/kota. Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, mulai 26 September sampai 5 Desember. Peserta pilkada dilarang melakukan kampanye pada masa tenang, yakni 6-8 Desember hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020. 

Afifuddin dalam diskusi daring yang digelar pada Sabtu (26/9) berharap kepolisian tegas dalam membubarkan kerumunan selama tahapan pilkada. Selama tahapan Pilkada 2020, kata dia, Bawaslu sudah bekerja dalam menertibkan sejumlah aturan. Namun, karena minimnya anggota dan kewenangan, hal ini terkadang membuat pasangan calon, kader, dan pendukungnya abai. 

Menurut dia, Bawaslu dan Polri sudah memetakan paslon yang berpotensi menghadirkan massa dalam jumlah besar. Termasuk forum-forum tatap muka dengan lingkup kecil yang akan digelar calon kepala daerah. "Agar tidak terjadi praktik-praktik yang dilarang dalam kampanye dalam titik-titik yang menyiasati perjumpaan besar yang dilarang," ujar Afifuddin. 

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggaraini meminta pengawasan kampanye Pilkada 2020 dilakukan secara konsisten dan sinergis oleh para pihak yang mempunyai otoritas.  Menurut dia, masa kampanye yang cukup panjang, yakni selama 71 hari, bisa saja menggoda sejumlah pihak melakukan pelanggaran protokol kesehatan. 

Titi mengatakan, kampanye tatap muka akan menjadi pilihan paslon di daerah dengan masyarakat yang belum bisa menjangkau model kampanye daring. "Maka, pilihan yang tersedia untuk kampanye terbuka, tatap muka, dan terbatas harus diikuti komitmen kepatuhan para pihak pada protokol kesehatan yang sudah diatur," kata Titi. 

Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil menambahkan, kesulitan penyelenggara dan pengawas pilkada dalam mengendalikan mobilisasi massa dan arak-arakan memang sudah dilihat sejak awal pelaksanaan pilkada serentak. Sebab, regulasi yang mengatur mekanisme pilkada saat wabah belum diatur secara tegas dan konsisten. 

Regulasi yang tidak konsisten dapat dilihat dari tidak jelasnya pola penindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan. Mulai dari subjek yang dihukum serta jenis hukumannya belum cukup jelas diatur dalam PKPU.  "Kita berharap hukumannya ke paslon dan itu bisa dikaitkan dengan keikutsertaan mereka di pilkada," kata Fadli. 

Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Azis Syamsuddin mengatakan, DPR sebenarnya masih mempunyai waktu untuk membahas peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait pelaksanaan pilkada pada masa pandemi Covid-19. "Jika pemerintah mau menerbitkan perppu, masih ada waktu untuk dibahas di DPR," kata Azis, kemarin. 

Para ketua umum parpol menyatakan sudah meminta para kadernya yang maju dalam pilkada agar mematuhi protokol kesehatan. Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, Golkar tidak ingin ada klaster Covid-19 baru selama pilkada serentak. 

Airlangga meminta para paslon untuk membuat inovasi dengan memanfaatkan teknologi digital dalam berkampanye. "Jika mereka berhasil, saat mereka dilantik nanti, tugas pertama mereka adalah memerangi Covid," kata Airlangga. 

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga telah menginstruksikan calon kepala daerah untuk menerapkan protokol secara ketat. Ia juga berharap materi kampanye difokuskan untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait solusi terbaik untuk keluar dari krisis pandemi dan krisis ekonomi di masing-masing daerahnya. 

photo
Kampanye virtual oleh pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota Solo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa. - (@gibran_rakabuming)
SHARE     

Kampanye virtual

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor memperkirakan tren Pilkada 2020 akan lebih pada penguatan kampanye daring. Hal ini menyusul adanya pembatasan kampanye tatap muka guna mengindari penularan Covid-19.

Firman memandang, kampanye lewat metode daring mesti menjadi titik fokus yang digarap. Para pihak yang bertarung di pilkada disarankan menfaatkan kampanye daring karena lebih minim risiko di masa pandemi Covid-19. "Dengan segala keterbatasan yang ada, timses harus lebih kreatif dalam kampanyekan kandidatnya," kata Firman kepada Republika, akhir pekan lalu.

Firman menyebut metode kampanye daring memang bukan sesuatu yang baru. Pilkada sebelumnya juga telah jadi ajang pertarungan di dunia maya para kontestan. Apalagi sejak maraknya penggunaan jasa buzzer politik.

Kampanye secara virtual dimanfaatkan pasangan pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Solo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa. Ketua Tim Pemenangan Gibran-Teguh, Putut Gunawan, mengatakan, pada tahapan kampanye ini timnya akan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah dan melakukan kampanye daring.

"Sasarannya pasti berbeda. Door to door kan mendatangi orang dari rumah ke rumah. Sasarannya orang tua dan yang kurang melek internet," kata Putut.

Selain karena ada peraturan yang membatasi kegiatan fisik, kata dia, di internal PDIP terdapat instruksi serupa dengan sanksi tegas. Bahkan, DPP PDIP memiliki tim pengawas disiplin penegakan protokol kesehatan selama tahapan pilkada. Oleh sebab itu, Putut dan tim melakukan improvisasi agar kampanye tetap dapat menyasar semua kalangan.

"Nanti yang datang door to door itu bawa televisi, kamera. Di TV keluar gambar pasangan calon, menyapa, dan bertanya. Kami ingin menyajikan terobosan kreatif. Mas Gibran ingin ada role model kampanye percontohan sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pilihannya, blusukan digital, webinar, konser virtual dan lainnya," papar Putut.

Anggota DPRD Surakarta tersebut menyatakan, ada beberapa tempat yang sudah disiapkan untuk kampanye. Di antaranya, kantor DPC PDIP Solo, posko Manahan, serta studio-studio. Dia mengeklaim, antusias masyarakat kepada Gibran cukup tinggi ketika melakukan blusukan.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat