Menurut praktisi ekonomi dan keuangan syariah Munifah Syanwani, selalu ada peluang termasuk kala pandemi melanda dunia perbankan dan usaha | DOK IST

Hiwar

Munifah Syanwani: Peluang Ekonomi Syariah Kala Pandemi

Bagaimana perbankan syariah mampu menjadikan krisis pandemi ini sebagai peluang yang baik.

Pandemi Covid-19 sangat terasa dampaknya terhadap ekonomi syariah di Indonesia. Tidak hanya industri perbankan dan keuangan Islam, tetapi juga sektor riil, seperti pariwisata (halal tourism).

Menurut praktisi ekonomi dan keuangan syariah Munifah Syanwani, semua industri ekonomi syariah mengalami berbagai macam tantangan yang cukup besar sejak wabah virus korona melanda. "Salah satu contoh, tantangan utama bagi perbankan syariah adalah risiko kenaikan pembiayaan bermasalah karena usaha nasabah terdampak pandemi," ujar wakil ketua umum I Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) itu.

Bagaimanapun, ia mengatakan, tantangan dapat dihadapi sebagai suatu peluang. Dengan demikian, pemulihan pascapandemi dapat terjadi secara bertahap dan terukur. Dalam bidang ekonomi syariah, salah satu peluang itu ialah dengan melakukan pembiayaan-pembiayaan baru di sektor yang berkaitan langsung dengan urusan wabah pandemi Covid-19.

Apakah ekonomi syariah di Tanah Air cukup tangguh untuk jangka waktu ke depan? Bagaimana membaca peluang di kala kondisi pandemi? Berikut wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, bersama alumnus S-2 PHI-KTTI Universitas Indonesia (UI) itu, beberapa waktu lalu.

Bagaimana ketahanan industri perbankan dan keuangan syariah di Indonesia dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19?

Pandemi sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor di Indonesia, terutama pada sektor ekonomi. Baik secara nasional maupun global. Tidak terkecuali industri perbankan syariah. Ini pun ikut terkena dampaknya.

Meski demikian, alhamdulillah, berdasarkan pengamatan saat ini pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah masih cukup terkendali. Masih mampu mempertahankan bisnisnya dengan baik dan dengan penuh kehati-hatian.

Memang Covid-19 ini tidak hanya mengganggu kesehatan manusia, tetapi juga terbukti telah memberikan tekanan yang luar biasa pada dunia usaha. Di mana, secara makro pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua 2020 bahkan tercatat minus 5,32 persen. Ini memperlihatkan bahwa Covid-19 memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi nasional.

Bagi industri keuangan syariah, dalam hal ini khususnya pada perbankan syariah, kondisi tersebut memberikan dampak terhadap kinerjanya. Meskipun demikian, industri perbankan syariah masih mampu untuk bertahan. Misalnya, dengan cara lebih membatasi dan selektif dalam memberikan pembiayaan kepada nasabahnya.

Selain itu, faktor penerapan nilai syariah berpengaruh positif terhadap stabilitas, ketenangan, dan kesabaran sumber daya insani yang bekerja di industri perbankan syariah. Dengan adanya upaya penguatan aspek spiritualitas, ini menjadi modal penting dalam menghadapi masa-masa sulit seperti sekarang ini. Sehingga, dapat dijadikan sebagai suatu ketahanan bagi industri perbankan dan keuangan syariah di Indonesia.

Apa saja tantangan dan peluang terlebih dalam masa pandemi ini?

Sektor ekonomi syariah meliputi banyak hal, seperti industri perbankan syariah, industri keuangan nonbank, pasar modal, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, halal food, fashion, dan masih banyak lagi. Semua itu mengalami berbagai macam tantangan krisis yang luar biasa dengan adanya wabah pandemi seperti sekarang ini.

Salah satu contoh, tantangan utama bagi perbankan syariah adalah risiko kenaikan pembiayaan bermasalah. Sebab, ada usaha nasabah yang terdampak pandemi. Peningkatan risiko pembiayaan pada akhirnya akan berdampak pada profitabilitas bank.

Terbukti, sebagaimana data statistik Bank Indonesia (BI) atas kinerja bank umum syariah (BUS) di Tanah Air, non-performing financing (NPF) BUS mengalami kenaikan dari 3,23 persen pada Desember 2019 menjadi 3,35 persen pada Mei 2020.

Meski demikian, risiko kenaikan NPF tersebut dapat diatasi dengan kebijakan POJK Nomor 11/POJK.03/2020 untuk memberikan relaksasi terhadap nasabah perbankan syariah. Sehingga ada kemudahan proses restructuring dan rescheduling untuk nasabah yang terkena dampak Covid-19, khususnya nasabah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) atau non-UMKM.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana perbankan syariah mampu menjadikan krisis pandemi ini sebagai sebuah peluang yang baik. Misalnya, dengan melakukan pembiayaan-pembiayaan baru di sektor yang berkaitan langsung dengan urusan wabah pandemi itu sendiri.

Perbankan syairah bisa memberikan pembiayaan untuk penyediaan alat-alat kesehatan, seperti ranjang rumah sakit, masker, ventilator rumah sakit, alat tes, vaksin, alat-alat rumah sakit, dan lain-lain. Selain membantu para petugas medis, alat-alat ini juga mampu menahan penyebaran Covid-19.

Apa saja yang mesti dikuatkan dari sektor ekonomi syariah dalam menghadapi ancaman resesi?

Resesi ekonomi global yang terjadi, kontraksi ekonomi domestik, lesunya dunia usaha, dan lemahnya daya beli-semua resesi yang terjadi itu pada gilirannya akan memberikan dampak buruk pada sektor perbankan syariah. Sebab, perbankan, khususnya perbankan syariah, merupakan roda penggerak dari perekonomian syariah itu sendiri. Semuanya akan bermuara pada perbankan syariah.

Ancaman resesi yang begitu besar dan anjloknya daya beli masih sangat berpotensi membuat dunia usaha makin lesu. Semua ini akan berdampak pada permintaan atas pembiayaan yang turun dan melemah. Hal ini akan menyulitkan bank syariah untuk bisa berekspansi dalam menyalurkan pembiayaan.

Selain itu, dalam jangka menengah, risiko pembiayaan juga masih cukup tinggi sehingga potensi gagal bayar dari nasabah yang mengalami kesulitan bisnisnya masih tinggi juga. Untuk itu, dalam menghadapi resesi yang semakin melebar, perbankan syariah harus melihat semua permasalahan ini menjadi sebuah kesempatan dan peluang demi menguatkan sektor perekonomian syariah.

Di antaranya, perbankan syariah harus mampu hadir dan berdiri tegak di tengah masyarakat yang sedang mengalami resesi ekonomi akibat terdampak pandemi. Caranya, perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil.

Mengapa sistem bagi hasil?

Dengan sistem itu, kondisi neraca bank syariah pada pandemi ini akan elastis sehingga nasabah yang terkena dampak virus Covid- 19 bisa merasakan kehadiran bank syariah sebagai solusi dari krisis perekonomian. Bahkan, jika perlu, hadir dengan sstem pembiayaan qordhul hasan-nya. Di samping juga memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai fasilitas yang telah diberikan pemerintah dalam mengatasi resesi dan dalam rangka pemulihan ekonomi, baik secara konvensional maupun syariah.

Di samping itu, dari adanya sejumlah dukungan kebijakan pemerintah serta kemampuan adaptasi dari pelaku usaha, kita dapat yakin bahwa industri keuangan syariah cukup kuat menghadapi pandemi. Kita mampu melewati 2020 dengan cukup baik meskipun tentunya mengalami perlambatan pertumbuhan dari kondisi normal.

Selain itu, hal penting yang harus dijadikan sebagai salah satu penguatan juga adalah jaga kesehatan. WHO sudah menyebutkan, penyebaran virus ini (korona baru) bisa melalui uang kertas. Ini menjadi peluang perbankan syariah untuk memperkuat layanan digital banking agar nasabah tetap mudah dalam melakukan transaksi tanpa harus keluar rumah.

Sebab, dengan mengakses smartphone saja mereka sudah bisa melakukan pembayaran. Adanya pandemi menemukan fakta baru, ekonomi dan transaksi digital mengalami pertumbuhan positif dan signifikan pada masa pandemi.

Menteri BUMN telah menyatakan, merger bank syariah akan rampung pada Februari 2021. Apa ini dapat menjadi peluang juga?

Di antara tujuan dari merger itu, menurut Gitman dan Zutter (2012), adalah untuk memperluas operasi perusahaan dan mencapai skala ekonomi yang lebih baik. Dari teori ini, dapat ditarik benang merahnya bahwa untuk mencapai jangkauan yang luas dan ekonomi yang lebih baik. Maka, tenaga untuk mencapai tujuan tersebut harus diperkuat dan diperbesar.

Dengan tentunya menambahkan berbagai amunisi yang lebih besar pula, mulai dari sumber daya manusia yang berkualitas dan mumpuni, sumber kapital yang bagus dan likuiditas yang cukup, serta perlu adanya sosialisasi dan edukasi literasi keuangan syariah kepada masyarakat secara luas dan merata. Dengan demikian, tujuan yang menjadi harapan dimergernya bank-bank syariah dapat terealisasi dengan baik.

Dengan adanya merger atau penggabungan semua bank syariah milik BUMN, diharapkan adanya bank syariah BUMN tunggal yang mampu menjadi peluang untuk mengangkat perekonomian umat.

Harapannya pula, merger itu mampu meningkatkan market share keuangan syariah Indonesia. Pada akhirnya, hasilnya mampu berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi umat, khususnya pascapandemi.

Apalagi, sistem yang dikembangkan bank syariah adalah bagi hasil. Adanya kegiatan sewa dan jual beli serta masih banyak lagi sistem yang dijalankan perbankan syariah yang sesuai dengan kondisi masyarakat pascapandemi dalam rangka mengangkat berbagai sektor ekonomi syariah.

Selain itu, bank syariah BUMN ini dapat melakukan seluruh kegiatan usaha, baik dalam rupiah maupun valuta asing, dan penyertaan modal dengan jumlah yang lebih besar pada lembaga keuangan syariah di Tanah Air.

Bagaimana caranya agar sektor ekonomi syariah Indonesia dapat menjadi rujukan dunia?

Tentunya harus dimulai dari berbenah diri. Misalnya, dengan memperkuat ekonomi dan keuangan syariah secara nasional terlebih dahulu. Setidaknya dengan langkah-langkah yang antara lain menyinkronkan antara keinginan dan kemauan yang sama kuat antara umat dan pemimpinnya.

Artinya, dari dua sisi diperkuat, yakni sisi pengambil kebijakan dan masyarakat (umat). Top-down dan bottom-up. Memperkuat industri keuangan syariah dengan tentunya penguatan kelembagaan dan keuangan syariah, memperkuat industri halal, penguatan pendanaan sosial dan penguatan usaha yang berbasis syariah.

 

Ekonomi Syariah untuk Masyarakat Sejahtera

 

Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Oleh karena itu, ekonomi syariah sudah sepatutnya menjadi salah satu pilar penyokong kesejahteraan masyarakat Tanah Air. Menurut praktisi ekonomi dan keuangan syariah Munifah Syanwani, ekonomi Islam merupakan sistem yang sangat tepat untuk membangun umat.

"Semangat dan impian saya dalam menekuni ekonomi dan keuangan syariah adalah sistem ekonomi syariah merupakan sistem yang sangat tepat dalam membangun perekonomian umat," ujarnya saat dihubungi Republika, belum lama ini.

Menurut dia, sistem ekonomi syariah bersumber pada Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Alhasil, sistem tersebut sangat sesuai dengan karakteristik penduduk Indonesia yang mayoritasnya memeluk Islam.

Dengan sistem syariah, lanjut Wakil Ketua Umum I Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) itu, perekonomian Indonesia diharapkan dapat bangkit dan mewujudkan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan. "Sehingga akan terwujud baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur," ucapnya.

Menurut dia, penerapan sistem ekonomi syariah menjadi suatu keharusan bagi umat Islam di Tanah Air. Ia menjelaskan, sistem tersebut merupakan pengejawantahan atau realisasi dari ajaran yang dianut oleh Muslimin, yaitu Islam yang di dalamnya juga terkandung akidah dan akhlak.

Tentunya ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan bagi seorang Muslim dalam rangka menjalankan ajarannya. "Tidak hanya terkait ubudiyah, tetapi juga muamalah. Semua itu menjadi suatu keharusan untuk dijalankan sebab bermuara pada Alquran dan as- Sunnah," jelas alumnus S-2 PHI-KTTI Universitas Indonesia (UI) itu.

Munifah mengaku, dirinya menekuni dunia ekonomi syariah sejak awal kemunculan bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Saat itu, ia sudah tertarik dan sering mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi Islam. Hingga saat ini, perempuan berhijab itu juga aktif di pelbagai organisasi, termasuk Masyarakat Ekonomi Syariah dan IAEI.

Dalam periode 2011-2019, Munifah sempat menjadi sekretaris jenderal IAEI. Waktu itu, ketuanya ialah Prof Bambang Brodjonegoro yang juga menteri keuangan dan menteri PPN/kepala Bappenas.

Hingga 2023 mendatang, ia kini dipercaya sebagai wakil ketua umum bidang penguatan organisasi dan hubungan kelembagaan di IAEI. Organisasi tersebut sekarang dipimpin Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan.

Selain aktif di organisasi, tokoh yang masih berdarah alim ulama itu juga sering kali menjadi narasumber di acara-acara religi beberapa stasiun televisi nasional. Saat ini, ia sedang menyelesaikan studi doktoral tentang perbankan syariah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat