Alat pendeteksi Covid-19 berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan UGM Yogyakarta. | BKKP Kemenristek/BRIN AP

Kisah Dalam Negeri

80 Detik Memutus Rantai Penyebaran Covid-19

Genose mampu mendeteksi seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak dalam 80 detik.

OLEH WAHYU SURYANA INAS WIDYANURATIKAH

Pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan usai mengharuskan manusia berpacu melawannya. Salah satu kunci untuk melawan virus korona SARS-CoV2 adalah dengan melakukan testing dan tracing atau pelacakan secara cepat terhadap mereka yang kontak erat dengan pasien positif.

Tak ada cara selain itu untuk menghentikan penyebaran sekaligus meminimalisasi orang terinfeksi sebelum vaksin lolos dalam serangkaian uji klinis dan dinyatakan aman dimasukkan ke tubuh manusia. Sebab, cepat dan gampangnya virus korona menyebar dari satu orang ke lain orang begitu luar biasa, pun masif.

Sejauh ini, swab test atau tes untuk mendeteksi positif atau tidaknya Covid-19 menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Sayangnya, metode ini ‘butuh waktu’ sekaligus tidak murah. Untuk memangkas waktu itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat alat pendeteksi Covid-19 melalui embusan nafas.

Alat yang dinamai Genose ini mampu mendeteksi seseorang terinfeksi atau tidak, tak lebih dari dua menit. “Kalau sebelumnya butuh waktu sekitar tiga menit, kemarin sudah bisa turun jadi 80 detik, sehingga lebih cepat lagi,” kata Ketua Peneliti Genose, Kuwat Triyono, akhir pekan lalu.

Selain cepat melakukan deteksi dan memiliki akurasi tinggi, penggunaan alat ini jauh lebih terjangkau dibandingkan tes usap PCR. Satu unit Genose yang diperkirakan seharga Rp 40 juta dapat digunakan untuk 100 ribu pemeriksaan. “Untuk saat ini kemampuan produksi optimum sekitar 50 ribu unit per bulannya,” ujar Kuwat.

Genose merupakan teknologi pengendus Covid-19 menggunakan teknologi artificial intelligence (AI). Cara kerjanya, embusan napas orang yang diuji ditampung di sebuah rebreathing mask yang sudah disediakan alat tersebut. Setelah itu, melalui embusan napas itu akan terdeteksi apakah seseorang tersebut mengidap Covid-19 atau tidak.

Kuwat menjelaskan, ketika virus menginfeksi bagian tubuh dari manusia, akan menghasilkan senyawa spesifik. Jika seseorang bernapas dan mengeluarkan udara dari mulutnya, akan terjadi respon dengan pola yang khas. Genose kemudian mendeteksi pola khas dari embusan napas tersebut. “Dari pola khas tersebut, kita analisis menggunakan AI, yang sudah sangat standar,” kata Kuwat.

photo
Cara kerja Genose membaca napas pihak yang diperiksa. - (BKKP Kemenristek/BRIN AP)

Dia menambahkan, untuk sementara penampung napas yang digunakan menggunakan rebreathing mask. Namun, ke depannya ketika alat ini sudah diproduksi massal, UGM telah berkomunikasi dengan produsen karet di Yogyakarta agar bisa ikut mengembangkan ekonomi masyarakat.

“Kami kembangkan sistem yang kami harapkan menggunakan karet alam, karena dengan menggunakan karet alam juga bisa ikut membangkitkan industri di Indonesia,” kata dia.

 

Adapun penampung napas ini akan dibuang setiap kali pemakaian. Hal inilah yang ingin dikembangkan agar limbah penampung napas nantinya tetap dapat ramah lingkungan. Kuwat mengatakan, saat ini pihaknya sedang menuju pada standardisasi penampung napas ini.

Uji klinis yang akan segera dilaksanakan ditargetkan melibatkan 2.000 pasien di sembilan rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan UGM. Jika target ini tercapai, kata Kuwat, uji klinis bisa dilakukan paling lama tiga pekan.

Selanjutnya, Genose akan masuk ke tahap pilot produksi sekitar bulan Oktober-November kemudian dilakukan produksi massal. Jika semua prosedur selesai, diharapkan bisa dikomersilkan pada akhir 2020.

photo
Pemasangan alat uji Covid-19, Genose. - (BKKP Kemenristek/BRIN AP)

Peneliti Genose lain, Dian Kesumapramudya Nurputra, mengatakan, Genose bekerja mendeteksi volatile organic compound (VOC) yang terbentuk karena ada infeksi Covid-19. Genose telah melalui uji profiling dengan 600 sampel data valid RS Bhayangkara dan RS Lapangan Khusus Covid Bambanglipuro di DI Yogyakarta.

Hasilnya menunjukkan tingkat akurasi tinggi hingga 97 persen. Setelah melalui uji klinis tahap pertama, Genose memasuki uji klinis tahap kedua. Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mendukung tahapan uji klinis ini dengan memberikan bantuan pendanaan.

“Yang kami juga sadar setelah melihat uji klinis vaksin dan obat-obatan, memang memakan biaya yang tidak sedikit dan effort yang tidak mudah. Karena itu, kami ingin memberikan dukungan penuh termasuk pembiayaan sehingga kami harapkan pengembangan Genose bisa sesuai dengan time table,” kata Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat