Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah mengangkat kartu identitas pegawai KPK usai menyampaikan pengunduran dirinya, Kamis (24/9). | MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Tren Mundurnya Pejuang Antirasywah

Setidaknya 37 pegawai KPK mengundurkan diri sejak Januari lalu.

OLEH RIZKYAN ADIYUDHA, DIAN FATH RISALAH

Mundurnya Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memunculkan sorotan terhadap tren pengunduran diri para pegawai KPK sejak Januari lalu. Masa-masa itu diwarnai ketakpuasan banyak pihak terhadap revisi Undang-Undang KPK yang dinilai melemahkan lembaga antirasywah itu serta kepemimpinan yang terpilih belakangan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengungkapkan, setidaknya ada 37 pegawai yang telah mengundurkan diri dari lembaga antirasywah tersebut. Terakhir, mantan juru bicara KPK Febri Diansyah juga memilih untuk meninggalkan KPK. "Terhitung sejak Januari sampai awal September, yang saya catat 29 pegawai tetap dan 8 orang pegawai tidak tetap," kata Nawawi Pomolango di Jakarta, Jumat (25/9).

Dia mengatakan, ada berbagai alasan puluhan pegawai KPK itu memilih untuk angkat kaki dari lembaga yang berdiri sejak 29 Desember 2003 lalu itu. Pada umumnya, alasan pengunduran diri untuk mencari tantangan kerja lain ataupun alasan keluarga.

photo
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Febri Diansyah menunjukkan kartu identitas pegawai KPK usai menyampaikan pengunduran dirinya sebagai pegawai dari lembaga antikorupsi tersebut di Gedung KPK, Kamis (24/9).  - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO)

Belum ada keterangan lebih lanjut terkait pengunduran diri pegawai KPK. Sebelumnya, Febri Diansyah memilih untuk angkat kaki dari KPK akibat situasi yang telah berubah di lingkungan kerja menyusul revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Akibat revisi itu, dia merasa bahwa akan lebih signifikan jika dirinya berkontribusi dan memperjuangkan pemberantasan korupsi dari luar KPK. Dia mengaku akan lebih signifikan berkontribusi dalam pemberantasan korupsi kalau berada di luar KPK. "Karena itu, saya menentukan pilihan ini meskipun tidak mudah, meskipun sangat berat, saya ajukan pengunduran diri," katanya.

Febri sebelumnya menjabat sebagai juru bicara KPK sejak 6 Desember 2016 hingga 26 Desember 2019, tidak lama setelah Firli Bahuri dilantik sebagai ketua KPK. Febri menyatakan tugasnya sebagai juru bicara KPK telah selesai dan memilih untuk fokus menjadi kepala Biro Humas KPK.

Nawawi Pomolango meminta semua pihak untuk menghormati keputusan Febri Diansyah untuk mengundurkan diri. Secara pribadi, Nawawi mengaku menjadi sosok pertama yang diajak berdiskusi terkait rencana pengunduran diri tersebut.

 
photo
Anggota Wadah Pegawai KPK mengibarkan bendera kuning sebagai lambang matinya KPK dalam aksi di Gedung KPK Jakarta, Selasa (17/9/2019). Wadah Pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melakukan aksi itu untuk menyikapi pelemahan KPK seusai DPR mengesahkan revisi UU KPK. - (Republika/Prayogi)

"Mungkin saya orang pertama yang diajak bicara Mas Feb soal keinginannya untuk resign," kata Nawawi. Dia sempat berdiskusi dengan Febri di ruang kerjanya beberapa waktu lalu sebelum mantan juru bicara KPK itu melayangkan surat permohonan. Meski berat, dia mengaku tetap harus bisa menghormati keputusan yang diambil Febri.

"Meski berat bagi saya kehilangan sahabat berdiskusi, tapi saya harus menghormati sikap yang tetap diambil Mas Febri," katanya. Nawawi percaya bahwa setiap orang pasti mengambil keputusan terbaik bagi diri sendiri dan juga untuk yang dicintainya.

Menurutnya, Febri merupakan sosok yang mencintai KPK dan tentu akan berbuat sesuatu untuk KPK dari luar lembaga. "Pada baris akhir surat permohonan mundurnya dia menulis, dia tak pernah keluar dari KPK dalam artian yang sebenarnya. Semangatnya masih berada bersama lembaga ini," kata Nawawi lagi.

Sejauh ini pihak KPK menerima pengunduran diri Febri Diansyah. Lembaga tersebut menghargai dan menghormati keputusan yang bersangkutan, termasuk tentang penilaiannya terhadap KPK saat ini.

photo
Anggota wadah pegawai KPK bersama koalisi masyarakat sipil antikorupsi melakukan aksi Pemakaman KPK di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/9). Aksi ini untuk menyikapi pelemahan KPK seusai DPR mengesahkan revisi UU KPK. - (Republika/Prayogi)

Biro SDM KPK sedang memproses surat pemberhentian atas permintaan Febri. KPK mengatakan, mereka segera menentukan pengganti Febri sebagai kepala Biro Humas KPK sementara. "KPK menghargai dan menghormati apa yang sudah menjadi keputusan yang bersangkutan, termasuk tentang penilaiannya terhadap KPK saat ini," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, Jumat (25/9).

Selanjutnya, pimpinan KPK akan memilih pejabat pelaksana atau plt yang akan menduduki posisi kepala Biro Humas. Posisi itu akan diduduki sampai nanti terpilih pejabat definitif melalui mekanisme proses seleksi.

Ali memastikan beberapa agenda serta program pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sudah direncanakan sebelumnya berjalan seperti biasa. Di saat bersamaan, KPK berharap Febri akan bersedia bekerja sama dengan KPK dalam hal pemberantasan korupsi. "Harapannya tentu sekalipun nantinya berada di luar KPK akan tetap bersama-sama KPK melakukan upaya pemberantasan korupsi di negeri yang kita cintai ini," kata Ali.

Tak seperti dulu

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dapat memahami banyak pegawai KPK yang pada akhirnya mengundurkan diri dari lembaga antirasywah itu. Sebab, kondisi kelembagaan KPK memang tidak seperti sediakala.

"Kalau dulu kita melihat kelembagaan KPK menuai banyak prestasi. Namun sejak Firli Bahuri menjabat sebagai ketua KPK, seluruhnya berubah menjadi kontroversi, " kata Kurnia dalam pesan singkatnya, Jumat (25/9).

Belum lagi problematika revisi UU KPK yang telah berhasil melululantakkan kewenangan lembaga tersebut. Kurnia pun menyinggung Firli Bahuri yang sejak awal sudah terbukti melanggar kode etik. "Jika saja orang yang terbukti melanggar kode etik tidak terpilih menjadi pimpinan KPK dan UU KPK lama masih berlaku, sudah pasti tidak akan ada pegawai KPK yang mengudurkan diri," tutur Kurnia. 

Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebelumnya memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri bersalah telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku pimpinan KPK. Namun, Firli hanya diberikan sanksi ringan, yaitu berupa teguran tertulis II agar tidak mengulangi perbuatannya.

"Agar terperiksa sebagai ketua KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan putusan, Kamis (24/5). Menurut dewas, hal yang meringankan Firli adalah tidak pernah dihukum karena kode etik. 

Firli Bahuri diadukan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman terkait penggunaan helikopter mewah saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatra Selatan, pada 20 Juni 2020. Firli diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku integritas pimpinan KPK.

Dewas menilai, Firli tidak mengindahkan kewajiban dan tidak menyadari sepenuhnya seluruh sikap serta tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi. Tumpak mengatakan, Firli yang seharusnya menunjukkan keteladanan malah berlaku sebaliknya.

 
photo
Ketua KPK Firli Bahuri bersiap menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9). - (Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO)

Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, sanksi diberikan dengan melihat dampak dan akibat berbuatan Firli kepada KPK. Dewas menilai, perbuatan Firli telah menimbulkan tanggapan negatif dari berbagai kalangan masyarakat.

Hal tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap Firli dalam kedudukannya sebagai ketua KPK. "Dan setidak-tidaknya berpengaruh terhadap pimpinan KPK secara keseluruhan," kata Albertina.

Menurut dia, kalau perbuatan tersebut berdampak ke institusi atau lembaga, maka akan diberikan hukuman sedang. "Kemudian kalau dampaknya itu kepada pemerintah atau negara, itu tentu saja akan dijatuhkan (hukuman) berat," katanya.

Dia meminta Firli lebih berhati-hati karena hukuman dengan tingkatan serupa tidak bisa diberikan kedua kali. "Tapi harus yang lebih berat lagi, harus di atasnya."

Firli mengaku menerima keputusan yang diambil dewas tersebut. Dia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. "Kepada seluruh masyarakat Indonesia yang mungkin tidak nyaman dan saya, tentu putusan saya terima, dan saya pastikan saya tidak akan pernah mengulangi itu. Terima kasih," kata Firli singkat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat